Ayana- 3

1.5K 77 3
                                    

Ketika aku sedang makan siang bersama Arthur, tiba-tiba saja ponselku berbunyi.

From : Marsha

Nanti, akan ada orang yang aku sukai datang ke rumah untuk minum teh. Tolong siapkan di meja dapur saja, dan ingat! Jangan menampakan diri di depanku, aku takut Jimmy akan berpaling dariku. Nanti kalau dia suka padamu, aku tidak akan memaafkanmu!

"Aku tidak bisa berjanji, Marsha. Aku tak akan membiarkan lelaki mana pun memanfaatkanmu," gumamku yang ternyata diperhatikan oleh Arthur.

"Kenapa?"

"Tidak apa-apa. Hanya ingin bergumam saja."

👑👑👑

Aku kembali membaca pesan yang dikirimkan Marsha padaku. Jimmy? Nama itu seperti tidak asing di telingaku. Ah itu tidak mungkin. Masih banyak manusia bernama Jimmy di muka bumi ini. Tidak mungkin Jimmy yang dimaksud Marsha adalah orang itu.

Sudah segala pikiran aku sanggah, tapi sedari tadi perasaanku tidak tenang. Tidak enak juga. Ada apa ini? Aku berharap tidak akan terjadi sesuatu padaku.

Aku memasukan gula pada gelas yang berisi teh celup. Hampir saja aku memasukan garam karena melamun. Beruntung karena sudah terbiasa tanganku jadi sangat cekatan.

"Aku pulang!" teriakan dari Marsha begitu memekik kencang menggema di seluruh ruang. Siapapun akan tahu kalau Nona rumah sudah pulang.

Tidak seperti biasanya, wajahnya kini nampak cerah dan bahagia. Kuharap dia seperti itu terus.

Hendak kembali ke dapur dan tidak menguping, dari sudut mataku samar-samar aku menatap lelaki yang berada di belakangnya. Aku menyipitkan mata, dan ...

Trang!

Gelas yang aku genggam terjatuh membuatnya berserakan di lantai. Dengan cepat aku mengambil sapu karena melihat Marsha menoleh padaku, begitu juga dengan lelaki bernama Jimmy itu.

Marsha menghanpiriku, dan bertanya, "kau tidak apa-apa?"

Aku menyapu lantai dengan cepat. "Aku tidak apa-apa," jawabku tersenyum simpul.

"Pergilah sana! Aku akan buatkan lagi tehnya. Aku tidak akan meganggu kalian, aku bersumpah!" kataku menatap Marsha yakin.

Marsha mengangguk, lalu pergi meninggalkanku dari dapur. Seketika tangisku langsung pecah. Sesekali aku mengiggit bibir bagian bawahku untuk meredam tangisanku. Kini aku sudah tersungkur di lantai dekat lemari pendingin. Aku memegang kalung yang terdapat cincin menggantung di sana.

Aku menatapnya lekat-lekat sembari sesenggukan. "Ternyata kau masih hidup menepati janjimu, Jimmy." Aku mengecup cincin itu lembut, sebelum akhirnya menyeka air mataku yang berlinang.

Langsung saja aku membuka ponselku untuk menelpon Arthur. Dan sialnya nomornya tidak aktif. Bagaimana ini? Hanya untuk lewat ke sana saja aku tidak berani. Marsha terlihat bangkit dari duduknya, menuju ke arah dapur.

Dia mengambil teh yang sudah aku letakan di atas meja mengenakan nampan. Dia tersenyum sumringah padaku. Tak tega rasanya harus mengatakan yang sebenarnya pada sahabat kecilku ini.

"Bagaimana? Orang yang aku suka tidak kalah tampan dari Arthur-mu bukan?" ucapnya meledek. Aku hanya tersenyum simpul, tak acuh dengan sindirannya.

Terlalu Cantik vs Terlalu Jelek [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang