Ayana- 9,5

884 43 8
                                    

Pagi ini seperti biasa aku harus bekerja. Liburan selama dua hari di rumah Marsha membuatku betah dan ingin berlama-lama di sana.

Mengingat tumpukan dokumen yang memenuhi meja kerja, terkadang membuatku mual. Lebih baik mengerjakan seratus soal matematika, daripada mengerjakan tugas orang lain yang terkadang tidak aku mengerti. Tapi, tidak apa-apa, ini adalah dunia kerja, ini pengalaman kerja, sebagai pemula aku masih harus banyak belajar dari para seniorku, terutama kak Vita.

Dengan malas, aku menekan tombol lift supaya tidak menguras tenaga. Biasanya aku tipe manusia yang ingin bekerja keras, berolahraga jika sempat, jadi biasanya aku selalu naik tangga. Tapi entah mengapa, hari ini keinginan untuk naik lift begitu besar.

Aku tengah berdiri sendirian di dalam lifit. Namun, tiba-tiba ada orang yang menekan lift dan pintu itu terbuka. Jimmy? Yap benar, itu Jimmy. Kenapa bos seperti dirinya datang pagi? Atau emang dia sangat disiplin?

Good morning, my Wife,” sapanya membuatku tercekat, kaget, tak percaya dengan apa yang ia katakan.

“Apa maksud Anda?” tanyaku mencoba sopan.

“Kamu masih menggunakan cincin itu--” katanya sembari melirik cincin yang ada pada kalung milikku. “—itu tandanya, kamu masih mengakui diriku sebagai calon suamimu.”

Aku memutar kedua bola mataku, segera menekan tombol lift sehingga pintunya terbuka.

“Mau kemana kamu, my wife?”

Sekali aku dipanggil begitu, aku diam. Tapi, rasanya itu begitu menjijikan untuk saat ini.

“Bisakah kamu tidak memanggilku seperti itu! Aku bukan istrimu! Jadi jangan pernah memanggilku seperti itu!”

Dia menggaruk kepalanya kemudian pergi keluar dari lift. “Ya sudah. Tapi, Ayana ini lantai tempatku bekerja, di depan itu ruanganku, kenapa kamu ikut denganku? Apa kamu memang sengaja ingin mengikutiku?” ucapnya sembari terkekeh geli.

Aku menatap ruangan itu sejenak, sebelum akhirnya aku menyadari, memang benar ini bukan lantai tempatku bekerja. Cobaan apa lagi ini? Dengan tidak menunjukkan ekspresi panikku, aku mencoba melewatinya begitu saja, dan hendak kembali meniki lift. Namun, sayang sekali lift sudah naik ke atas, sehingga aku harus menunggu lama lagi.

“Sepertinya, kamu sedang tidak beruntung,” katanya sembari tertawa. Wajahnya seolah mengatakan, bahwa dia memang sedang mengejekku.

“Di mana tangga?” tanyaku masih sinis.

“Tersenyumlah, dan berkatalah yang lembut. Aku bisa memberitahumu kalau kamu berbicara lembut padaku.

Aku menarik napas pelan, sebelum akhirnya aku tersenyum ramah padanya. “Bisa kau tunjukkan, di mana letak tangganya?”

Ia malah terkekeh pelan. “Ini baru Ayana. Baiklah, setelah kau lurus ke depan, kamu belok ke kiri, setelah itu lurus lagi, dan di sana ada tangga,” jelasnya.

Aku pun langsung segera berjalan meninggalkannya, dan menuruti intrupsinya untuk menemukan di mana letak tangga itu berada. Setelah aku berjalan beberapa menit, sama sekali aku tidak menemukan tangga. Hanya jalan buntu yang terdapat di sana. Sialan! Jimmy menipuku.

Aku pun berjalan kembali, mencari- cari tangga. Namun, aku seperti sedang berjalan di labirin. Aku tidak menemukan tangga dimana pun. Hingga akhirnya aku niat berbalik, dan ada bayangan hitam seperti sedang bertengger dekat tembok. Perlahan aku berjalan mendekat, semakin mendekat, dan …

DUAR!”

“Ayam … ayam … emak!” teriakku kaget ketika pemilik bayangan itu keluar dari persembunyiannya. Dan apa kalian tahu, yang keluar dari sana adalah … Jimmy. Sialan sekali dengan Pria itu.

Terlalu Cantik vs Terlalu Jelek [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang