Author-23

461 19 0
                                    

Tring!

Suara pecahan gelas begitu nyaring memekakkan telinga. Padahal tadinya gelas-gelas itu tertata dengan sangat rapih.

"Aldi katakan padaku apa yang salah dari diriku?!" teriaknya. Ada nada kekecewaan dalam setiap kata yang ia lontarkan.

"Tenanglah, Marsha. Memangnya apa yang baru saja terjadi sehingga kamu mendadak gila ketika aku datang?"

Marsha mengambil ponsel dari atas meja dan menunjukkan sesuatu pada Aldi. "Lihat ini! Seberapa liciknya wanita bernama Meli itu. Aku hanya dimanfaatkan Aldi."

Suara Marsha begitu bergetar hebat. Kesal, sedih, dan marah semuanya bercampur menjadi satu. Penampilannya sudah sangat kusut, bahkan ia nampak sedikit kurus.

Hanya bisa menatap iba orang di depannya, itulah yang dirasakan Aldi. Hatinya entah mengapa begitu remuk melihat Marsha yang ceria berubah menjadi seperti ini.

Bukan hanya Marsha yang mendapatkan kekecewaan begitu dalam, begitupun dengan dirinya. Sejak kejadian itu Ayana dengan terang-terangan mengabaikan dirinya seperti membuangnya begitu saja. Bahkan ketika Aldi dengan sengaja menemui Ayana, dia melihat bahwa Ayana seperti orang berbeda yang menganggap bahwa Aldi tidak ada.

Rasa sakit itu terus menyelimuti Aldi, sehingga ia tidak sadar merangkul dan memeluk wanita yang tengah mengamuk di hadapannya. Perlahan ia mengelus rambutnya dengan lembut, sesekali mengusap air matanya. 

Dengan memeluk Marsha membuat Aldi sedikit tenang. Setidaknya bukan hanya dia yang tersakiti, tetapi ada juga orang yang sama seperti dirinya.

Aldi mendudukan Marsha di sofa ruang tamu Marsha. Rumah besar yang biasanya terang benderang mendadak menjadi rumah yang sangat suram kala itu.

Karena sudah tengah malam, para Pelayan juga sudah tertidur di rumahnya masing-masing.

Seperti orang yang sangat frustrasi Aldi mengacak-ngacak rambutnya. Dia terus bertanya-tanya dalam hatinya, apakah mendapatkan wanita dengan cara apapun itu tidak benar? Tentu saja Aldi tahu itu tidak benar. Dirinya sudah dewasa, tetapi kenapa tingkahnya tidak menunjukkan demikian?

Ia melirik Marsha yang sedari tadi menangis sesenggukan dengan bersandar pada dadanya. Ia melihat jari Marsha dan baru menyadari darah mengalir begitu deras di sana.

Buru-buru Aldi berlutut di depan Marsha. "Kau terluka, kenapa kamu tidak mengatakannya padaku bodoh!"

Marsha diam.

Aldipun bergegas mengambil kotak obat yang terletak di lemari bawah televisi. Ia memberishkan luka Marsha, setelahnya meneteskan betadin dan membalutnya dengan perban.

"Kamu sudah makan?" tanya Aldi. Jika dilihat dari fisiknya sekarang, Aldi tahu bahwa Marsha belum makan sejak pagi.

"Bagaimana kalau aku membuatkan kamu makanan?"

Dengan sigap ia pergi ke dapur dan membuat bubur instan yang berada di lemari dapur. Tidak sulit membuatnya, dan ia kini berniat akan menyuapi Marsha. 

Aldi meniupi bubur yang masih panas itu lalu hendak menyuapkannya pada Marsha. Namun Marsha menolak. Aldi merengut kesal karena bingung harus berbuat apa. Marsha seperti bayi yang sulit untuk makan, tapi dengan bodohnya entah mengapa dia mau saja berlaku seperti ibunya.

"Satu suap saja kumohon!"

Marsha masih bergeleng menolak makanan masuk ke mulutnya.

Kruyuk~

Perut Marsha tidak bisa diajak kompromi.  Semburat merah sudah nampak merona dari pipi Marsha sementara Aldi hanya terkekeh melihat tingkah laku Marsha.

Terlalu Cantik vs Terlalu Jelek [END]Where stories live. Discover now