14. Masalalu

206 39 19
                                    

Jam dinding terus berputar. Matahari pun telah tergantikan oleh kedatangan rembulan dan sang bintang. Gelapnya malam pun terlihat semakin pekat yang menandakan hari sudah larut. Dan minimnya pencahayaan di ruangan tersebut menambah kesan keromantisan mereka.

Marchel masih saja mengamati gadis yang berada disampingnya sembari menceritakan masa kecilnya. Sesekali Taran tertawa mendengar cerita Marchel yang terdengar konyol.

"Dulu gue tuh suka banget ngambil rambutan tetangga. Bilangnya sih, mau bantuin panen. Tapi emang bener. Gue ambil kan tuh rambutan di atas pohon. Gue makan, dan sisanya baru gue kasih ke tetangga gue. Udah diterima, dibuka, eh dia malah marah-marah ke gue. Wajar sih, gue kan nyisain cuma kulitnya doang. Isinya udah gue makan semua."

Mendengar itu, seketika tawa Taran pecah.

"Lo sih bandel banget. Yakali bantu panen, panen kulit doang." Ujar Taran yang masih diselingi tawa.

Marchel tersenyum melihat Taran lagi-lagi tertawa karenanya.

"Udah lama ya?" tanya Marchel yang membuat Taran menghentikan tawanya. Dan berganti mengerutkan keningnya dalam.

"Gue nggak pernah liat lo ketawa bebas kayak tadi." Cetus Marchel. Taran berdehem untuk menghilangkan kegugupannya.

"Ada apa?" tanya Marchel lagi. Sedangkan Taran masih membisu, bingung ingin menjawab apa.

Lagi-lagi gadis itu berdehem pelan. Tatapan Marchel seakan mengintimidasinya. Menyuruhnya untuk mencurahkan isi hatinya yang ia simpan beberapa tahun terakhir ini. Dan Lagi-lagi jantung Taran berdegup lebih kencang. Gadis itu memegangi dadanya, takut jika jantung itu akan lepas dari tempatnya.

"Jangan tatap gue kek gitu!" Ujar Taran. Marchel mengerutkan keningnya dalam.

"Kenapa mengalihkan topik? Gue hanya mau lo jujur Tar. Apa lo masih ragu dengan ketulusan gue? Sama cinta gue?"

"Gue sayang sama lo. Dan kali ini perasaan gue bukan untuk main-main. Selamat Tar, lo udah berhasil bikin gue kacau. Bikin gue setiap hari selalu ingin ngeliat lo." Ungkap Marchel.

Jeda. Taran melihat dalam manik mata Marchel. Ia melihat adanya sebuah ketulusan didalam diri Marchel. Sebuah harapan yang teramat besar kepada gadis itu.

Taran mengalihkan pandangangannya. Gadis itu tidak ingin bertatapan secara langsung dengan Marchel. Karena itu akan membuat perasaannya sendiri merasa bingung.

"Tapi kalo lo masih ragu sama gue, gue bakal tunggu lo sampe lo bener-bener percaya sama cinta gue."

Taran menunduk. Ia memejamkan matanya. Mencari sebuah titik terang dari ini semua. Karena ini bukan hanya seputar tentang perasaan, tetapi juga masalalu Taran yang menyebabkan gadis itu harus berpikir dua kali dalam menjalin sebuah hubungan. Karena dia tidak ingin masalalunya terulang kembali.

"Dan satu lagi. Kalo punya masalah, jangan di pendem sendiri. Itu menyakitkan Tar." Marchel mengangkat dagu Taran yang sedari tadi menunduk. Ia mengangkatnya agar gadis itu dapat melihat matanya. Mata yang menggambarkan betapa cintanya Marchel terhadap Taran.

Taran bingung ingin menjawab apa. Memang sejujurnya gadis itu sedang dilanda kebingungan atas apa yang ia rasakan saat ini. Terkadang Marchel membuatnya kesal, dan sedetik kemudian Marchel membuatnya tertawa.

Taran kembali menunduk dan memejamkan matanya. Mungkin sedang meyakinkan hatinya untuk mengatakan sejujurnya kepada Marchel.

"Dulu.. " Taran membuka suara masih dengan mata terpejam.

Marchel menoleh, menunggu kelanjutan dari gadis disampingnya itu.

Taran pun mulai menceritakan apa yang dialaminya dimasalalu. Bagai kaset yang diputar ulang, begitupun dengan Taran yang menceritakan kisah masalalunya kepada Marchel.

Damn! I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang