16. I Love You

127 18 3
                                    

Semua orang sudah berkumpul di rumah Taran. Disana terdapat Shilla sang mama, Vika, bahkan ada Alvin juga disana. Mereka tampak khawatir karena semalaman Taran tidak pulang ke rumah. Bahkan ponselnya tidak aktif.

Vika mencoba menenangkan Shilla yang tampak lebih mengkhawatirkan anaknya. Sedangkan Alvin mencoba menghubungi siapapun yang mungkin tau keberadaan Taran. Wajahnya tak kalah cemas.

Keadaan pagi itu benar-benar mencekam. Kekhawatiran sungguh nampak dalam wajah semua orang. Mereka khawatir dengan keadaan Taran.

Tak selang lama akhirnya pintu utama terbuka. Menampilkan sosok yang dikhawatirkannya. Taran. Serta Marchel mengikutinya dari belakang. Mereka masih terlihat seperti kemarin. Baik-baik saja. Serta pakaiannya tidak berubah. Masih memakai seragam sekolah.

"Taran," Shilla bangkit dari tempat duduknya dan berhambur memeluk anaknya.

"Kamu kemana aja? Mama khawatir"

"Kenapa telfon Mama nggak diangkat?" cecar Shilla.

Marchel yang melihat kekhawatiran sang ibu dan kebungkaman sang anak akhirnya membuka suara.

Sebagai laki-laki seharusnya dia bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan. Meskipun ini bukanlah kesalahan dia sepenuhnya. Salahkan saja orang yang mengunci pintu perpustakaan sehingga membuat mereka terjebak di dalamnya.

"Maaf Tan, saya bisa menjelaskan semuanya. Tolong jangan marah kepada Taran," pinta Marchel.

Shilla menatapnya. Kemudian mengangguk.

Mereka terduduk di ruang tamu. Semua pasang mata memperhatikan Marchel. Menunggunya untuk menceritakan kejadian sebenarnya.

"Sebenarnya semalam kami terkunci di perpustakaan sekolah," jelas Marchel.

Marchel mulai menceritakannya dari awal sampai akhir. Bahkan ketika makan bersama juga ikut ia ceritakan. Tak ada yang terlewatkan.

Shilla yang mendengarnya pun sedikit lebih lega dari sebelumnya. Wanita setengah baya itu mengelus anaknya dengan sayang.

"Kamu nggak kenapa-kenapa 'kan Sayang?" tanya Shilla. Taran menggeleng.

"Sepertinya gue tau siapa dalang dibalik itu?" celetuk Alvin.

"Siapa?" tanya Marchel.

"Bianca," seru Alvin.

"Ada masalah apa sih dia sama Taran sampai berniat buruk gitu?" kesal Vika.

Marchel yang mengerti titik permasalahan itu hanya mengangguk mengerti.

"Tante tenang aja. Saya akan mengurus masalah ini. Saya tidak akan membiarkan Taran terluka," tegas Marchel.

Cieeeeee

Semua orang bersorak mendengar penuturan Marchel.

Marchel hanya mampu menggaruk tengkuknya yang dirasa tidak gatal. Sedangkan wajah Taran sudah bersemu merah. Wanita itu sangat malu. Apalagi Marchel yang berbicara dengan lantang tanpa tau malu di depan orang banyak.

Shilla hanya tersenyum. "Tante percaya kamu bisa menjaga Taran," tutur Shilla.

"Icikiwir. Kayaknya ada yang udah dapat restu orang tua nih," celetuk Vika.

Tempatnya yang berada di samping Taran membuatnya dengan mudah menggoda perempuan itu. Vika menyenggol-nyenggol lengan Taran. Alisnya ia naik turunkan menjadikan Taran bertambah malu.

"Apaan sih?!" tepis Taran.

Ketika semua keadaan mulai kondusif. Tak ada godaan-godaan kecil dari sahabat-sahabatnya. Taran yang sedari tadi bungkam pun akhirnya membuka suara.

Damn! I Love YouDonde viven las historias. Descúbrelo ahora