Jika

37 0 0
                                    


Lelaki itu sudah terbaring di kamarnya berhari-hari. Berteman tempat tidur reyot, barang berantakan dimana-mana, serta tirai yang tertutup. Mengizinkan cahaya matahari hanya sedikit yang masuk. Membuat suram suasana kamarnya. Bajunya lusuh, jarang diganti. Badannya makin kurus, perutnya jarang di isi. Ia baru akan makan jika ada salah satu keluarganya yang menyuapi. Tatapannya kosong, seakan lesu untuk melakukan segala aktifitas. Sudah dua bulan ia tak keluar dari rumah.

"Sinar makan dulu," suruh kakak lelakinya.

Seperti biasa, lelaki itu tak menjawab satu katapun.

Keadaannya seperti ini bukan tanpa alasan. Tiga bulan yang lalu dirinya mendapatkan kabar bahwa wanita yang di cintainya akan melangsungkan pernikahan dengan lelaki lain. Sebuah kabar mengejutkan. Bagi Sinar, wanita itu bukanlah wanita biasa. Ia sudah menemani susah senang perjalanan hidupnya semasa masih remaja. Tentu kabar tersebut bukan pula kabar biasa.

Sinar pernah menjalin beberapa hubungan asmara. Wanita itu bukan satu-satunya. Namun, hubungan yang sangat membekas dalam diri Sinar adalah hubungannya dengan wanita itu. namanya adalah Bulan. Ia merupakan teman SMA Sinar. memang sudah beberapa tahun Lelaki itu putus hubungan dengannya. Bulan memutuskan Sinar. namun itu bukan kehendak keduanya. kedua orang tua mereka tidak setuju. Ibu Bulan memintanya untuk memutuskan Sinar. keputusannya untuk mengganggur setelah SMA dianggap tidak pantas bagi orang tua Bulan. Keputusan berat itu bukannya tidak beralasan. Sinar masih ingin mengejar mimpinya untuk menjadi tentara. Bagi dirinya menjadi tentara adalah sebuah impian terbesarnya sejak masih kecil. Ia ingin mengikuti jejak kakeknya yang tentara. Sejak kecil ia tinggal di lingkungan tentara. Secara tidak langsung, itu juga membentuk mimpinya hingga kini.

Sebelum mereka berpisah, Bulan berulang kali memohon kepada Sinar untuk melanjutkan kuliah di kampus yang sama dengannya. Namun, Sinar bersikeras tidak mau mengikuti perkataannya.

"ayo ngelanjutin kuliah. Kita bisa bareng-bareng Sinar," pintanya.

"tidak, aku masih ingin mengejar cita-citaku."

Baginya kuliah hanya menunda untuk mencari kerja. Nanti, mereka yang telah lulus dari kampus juga belum tentu bekerja. lebih baik ia mengejar cita-citanya.

Akhirnya, Bulan memutuskan hubungan dengannya. Baginya perkataan orang tuanya adalah titah yang harus di jalankan. Karena setiap ucapan dari orang tua adalah doa. Sinar dan bulan berpisah. Walaupun, mereka tau. Masih ada api yang membara di dalam hati keduanya. bagi Bulan, Sinar adalah sosok lelaki yang bertanggung jawab, setia, tidak macam-macam, walau sedikit cemburuan. Begitupun juga dengan Sinar, menurutnya Bulan adalah sosok idamannya. Karena selain ia pintar, dewasa, cantik dan juga tahu bagaimana cara untuk memberi semangat ketika Sinar terpuruk.

Namun, kisah keduanya sebagai sepasang kekasih kini telah usai. Berganti sebagai sebatas sahabat yang saling mendukung hidup. bagi Bulan, seiring dengan berjalannya waktu. Api asmara di dalam diri mereka akan redup. Mereka akan bertemu orang-orang baru di kampus. menjalani hidup baru setelah masa-masa sekolah. melakukan banyak kegiatan baru disana. perasaan itu pasti akan cepat menghilang. Setidaknya itu yang ada di pikirannya.

Namun, semesta berkata lain. Arus waktu membawa Sinar kembali berada di dekat Bulan. Setelah dua tahun usahanya untuk menggapai mimpinya menjadi tentara, gagal. Sinar di terima di kampus yang sama dengan Bulan. Ia mengambil jurusan Sejarah. seperti Soe Hok Gie, idolanya. Ia ingin Selalu kritis dalam memandang kehidupan.

Sinar dan Bulan tak sering bertemu. Walau begitu, terkadang Sinar masih mengunjungi tempat kos Bulan. Mereka juga masih bisa berkomunikasi dengan baik. Perasaan Sinar belum berubah sejak mereka bertemu. Namun ia tak berani menyinggung hubungannya yang dulu bersama Bulan. Ketika bertemu, obrolan mereka bisa kemana saja, Kecuali hubungan asmara. Sinar dan Bulan seakan tidak mau membahas masa lalu yang telah terjadi. Raga mereka begitu dekat, namun hati mereka begitu jauh.

MomentumWhere stories live. Discover now