Pisah?

5.9K 480 59
                                    

Shani POV

Pelukan Gracio adalah sesuatu yang sangat kubutuhan saat ini. Saat lengannya merengkuh pinggangku untuk mendekat dalam dekapannya, saat itulah semua perasaan insecure yang selama tiga hari ini memenuhi kepalaku menguap. Aroma tubuhnya yang merasuk ke indra penciumanku seakan membuktikan bahwa Gre masih tetap bersamaku. Dengan pelan aku melingkarkan tanganku di lehernya, meremas pelan rambut beraroma menthol yang begitu familiar.

"Do you miss me?"

Kamu membisikkan pertanyaan itu dengan pelan, namun entah kenapa mampu menggetarkan hatiku Ge. Yes, I do. Tapi entah kenapa mulut ini sangat susah untuk berucap. Yang kulakukan hanya mengeratkan pelukanku. Aku yang dulu sangat anti dengan bau keringat orang lain, sekarang tanpa terganggu memeluk tubuh kekasihku yang berkeringat. Dalam live science diungkapkan jika bau tubuh pasangan mengurangi kadar stress. Dan dengan berat hati aku menyampaikan bahwa penelitian itu benar, yes its so damn true.

"Shani Indira, do you miss me?"

Aku benci kalau kamu sudah mulai menuntut jawaban atas pertanyaanmu. Padahal kamu sudah tau jawabnya. Absolutely yes, Idiot!

"I-d" baru aku akan menjawab terdengar teriakan lantang dari depan tenda. Ulah siapa lagi kalau bukan sahabat baikku, Shanju.

"LOH LALA? UDAH SELESAI OUTBONDNYA? MAU LIAT GRACIO YA?"

Mendengar kode dari Shania aku segera bangkit dari pangkuan Gracio, memilih untuk duduk jauh dari tempat tidur. Sedangkan lelaki itu masih tertegun dengan pergerakanku yang tiba-tiba.

Tak lama pintu tenda terbuka memperlihatkan Lala yang melangkah pelan dengan tongkatnya.

"Kak Shani." Lala mengangguk ke arahku, yang aku balas dengan senyum singkat. Aku masih berpura-pura sibuk dengan handphoneku, seakan benda itu begitu menarik perhatian padahal yang kulakukan adalah mengamati mereka dari sudut mata.

"Cio" Gadis itu melangkah dengan pelan kearah Gre yang masih terduduk di tempat tidur. Bedanya sekarang dia telah tersenyum menyambut Lala. Bocah itu ya!

"Outboundnya udah selesai? Asik gak?"

"Gak asik ga ada kamu. Kamu udah baikan?" Aku terkejut bukan main. Bukan hanya karena Lala berani-beraninya menyentuh dahi Gracio untuk mengecek suhu tubuhnya, but look, she teased my boyfriend in front of me!

Teasing can be more that what it appears. Tapi si bodoh itu hanya tertawa, alih-alih terganggu dengan ucapan Lala, dia menggeser duduknya untuk memberikan tempat untuk Lala.

Do I look transparent sitting here? Aku, Shani. Belum pernah dalam hidupku aku diperlakukan seperti patung porselen tak bernyawa yang hanya bisa mengamati interaksi mereka berdua.

"Emang Azizi sama Mario ga bareng kamu?" Oh great, mereka tampaknya sudah dalam tahap aku-kamu.

Brakk

Ternyata tenaga yang kukeluarkan untuk memundurkan kursi terlalu berlebihan hingga membuat kursi yang kududuki membentur tiang tenda. Namun setidaknya menyadarkan dua orang itu akan kehadiranku.

"Kalau kalian udah selesai ngobrolnya, kembali ke lapangan. Penutupan akan dilaksanakan beberapa menit lagi."

***

Tok tok tok

Sedari tadi terdengar ketukan di pintu apartemen Shani, namun tak ada niatan dari sang pemilik apartemen untuk membukakannya. Dia sudah mengetahui bahwa itu adalah Gracio, beberapa panggilan masuk ke handphonenya juga tidak dihiraukan.

Head Over Heels [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang