"Mau ibadah bareng?"
Chat dari Shania yang masuk ke handphone Gracio menyadarkan dirinya yang masih betah di tempat tidur. Hari menunjukkan telah siang, namun dirinya masih enggan bangkit. Hatinya sedang berduka. Maka setelah sarapan bersama-sama dengan adiknya, dia memilih mengurung diri di kamar.
Bukan bermaksud mendramatisir keadaan, namun membiasakan diri tanpa Shani adalah sebuah ujian. Ujian yang sampai saat ini belum lulus untuk dilalui oleh lelaki itu. Bayangkan, 2 tahun kebersamaan mereka, dan selama 6 bulan ini hampir 24/7 mereka selalu bersama. Saat tiba-tiba harus berjalan sendiri, tentu bukan hal yang mudah.
"Aku lagi di rumah Kak. Sama adik adik"
"Ayo ibadah bareng, sama adik adikmu juga. Kalau mau gue otw, share your location."
"Oke Kak."
Gracio memilih bangkit dan segera meminta adiknya untuk bersiap-siap. Shanju memang susah ditebak, mending dia bersiap-siap jangan sampai membuat gadis itu menunggu dan mengamuk.
**
"Kak Shania siapanya Abang ya?" Gracio sudah menebak, begitu mereka masuk ke mobil Shania, adik-adiknya akan mencecar Shania dengan pertanyaan, dan itu terbukti. Gracio hanya memegang pelipisnya. Sudah seperti suatu keharusan adik-adiknya mewawancarai teman-temannya. Shani pun dahulu begitu. Ah Shani lagi...
"Eh? Kak Shanju temennya Abang Cio kok." Shania tersenyum sangat ramah pada Kyla yang melontarkan pertanyaan tadi, senyuman yang sangat berbeda jika untuk Gracio.
"Temennya Kak Shani juga?" Zara menambahi.
"Iya Dekk"
"Bukan pacarnya?" Shania melirik Gracio sebentar sebelum berniat untuk menjawab.
"Dek, Kak Shanianya lagi fokus nyetir, udahan nanya-nanyanya." Gracio mencoba menyelamatkan Shania dari tanggung jawab untuk menjawab pertanyaan Zara. Karena jika diteruskan, pertanyaan adiknya akan beralih ke hal-hal random.
"Baba seneng deh Bang, kita bisa ibadah bareng lagi" Zara menggandeng tangan Cio begitu mereka turun dari mobil Shanju. Begitu juga degan Kyla yang langsung menggandeng tangan satunya. Akhirnya mereka memilih beribadah di gereja dekat rumah Gracio.
"Iya nanti kita sering-sering yaa."
Tak lama kedua adik Gracio berlari meninggalkan Gracio dan Shania saat berjumpa dengan teman-teman yang biasa diajak dalam kegiatan gereja. Seakan melupakan kehadiran dua orang dewasa yang sampai saat ini masih memilih bungkam.
"Mereka lucu bangett." Gracio mengalihkan pandangannya pada Shania dan mendapati gadis itu tengah memandang gemas pada adik-adiknya. Tak lama diapun ikut tersenyum. Gracio bangga dengan adik-adiknya yang begitu tegar walau tidak mendapat banyak perhatian.
"Are you ok?" Shania berinisiatif untuk bertanya saat mereka sudah menempati bangku paling belakang. Dirinya menunggu, karena Gracio tidak kunjung memulai ceritanya.
"Untuk apa? Untuk menjalani hari tanpa sahabat Kakak? Atau untuk keputusan sahabat Kak Shanju yang tiba-tiba?"
"Denger, gue bukan bermaksud membela, tapi-"
"But you did"
"Cioooo"
"Aku oke Kak, aku ga bisa tapi aku harus. Kak Shanju tahu sendiri sahabat Kakak gimana, aku mohon mohon pun kalau Cishani mau A ya tetep A."
"Aku oke kok hari ini, gatau hari esok. Aku cuma mikir buat hari ini dulu. Lewatin satu hari tanpa dia aja aku udah bangga sama diri aku. Heheh" Gracio memamerkan cengiran khasnya namun entah mengapa tidak membuat hati Shania menjadi tenang. Senyum itu terasa berbeda.
YOU ARE READING
Head Over Heels [END]
FanfictionHead Over Heels, merupakan definisi dari orang yang tergila-gila akan cinta, yang mau melakukan apapun demi orang yang dia cinta. Dan Gracio beserta Shani adalah definisi sempurna dari bucin itu sendiri. Yang 1 polos, lambat, dan ceroboh. Satu lagi...