pacar sadis

5.1K 432 50
                                    

"Ciiii"

Mungkin sudah belasan kali Gracio merengek pada kekasihnya, memintanya untuk berhenti menjadi dosen Mata Kuliah Pengantar Manajemen. Namun Shani tidak terlihat memperdulikannya, malah sibuk berkutat dengan lembar-lembar jawaban.

"Apa sih Gee, udah kamu main game sana. Jangan ganggu dulu." Shani terlihat serius dengan tangan sesekali mencoret jawaban mahasiswanya yang salah.

Gracio terlihat putus asa dan bersender pada bahu Shani. Lagu-lagu lawas Peter Cetera dan Cichago mengalun pelan dari home studio speaker di ruang tengah apartemen tersebut, menemani kegiatan dua orang yang berbeda aktivitas itu.

"Tapi Cishan ga capek apa, tahun ini kan ambil matkulnya banyak, terus asdosin dua dosen. Aku gamau kamu kecapean yang." Gracio mencoba merayu.

"Jangan boong, kamu ga pinter boong" Shani berbicara. Masih tanpa memandang kekasihnya.

Gracio cemberut. Shani sudah terlalu tahu mengenai dirinya. Bahkan tanpa perlu melihat ekspresi Gracio. Namun dia memang tidak bisa berbohong, khususnya pada Shani. Kebohongannya selalu terungkap yang malah akan membuat Shani tambah marah.

"Aku Cuma ga suka kamu diliatin segitunya sama temen-temenku. Aku cowok, aku bisa tau isi pikiran kotor mereka."

Shani menghentikan aktivitasnya dan menoleh pada bahu kanan tempat Gracio menumpukan kepalanya. Gadis itu menghembuskan nafas pelan sebelum melanjutkan.

"Kita ga bisa mengatur isi pikiran orang Ge."

"Tapi kita bisa mencegahnya Ci. Lagian kamu jadi dosen aku buat kita makin susah buat publikasiin hubungan"

"Apa masalahnya? Aku malah pengen segera. Ga ada salahnya kan aku asdos pacaran sama mahasiswanya? Lagian aku suka ngajar maba. Semangatnya masih tinggi"

"Siapa sih yang gak semangat diajar kamu? Aku jamin temen-temenku juga pasti mau kalau tiap hari dapet matkul pengantar manajemen kalau dosennya itu kamu." Gracio merengut. Menarik rambut-rambut halus di tangan kekasihnya.

"Kenapa si kamu rewel bangettt." Shani akhirnya menghentikan pekerjaanya dan mencubit pipi kekasihnya pelan. Seperti meladeni bocah yang meminta mainan ke Mamanya. Shani sangat gemas ketika kekasihnya sudah mode manja saat dia sibuk dan tidak memperdulikan Gracio. Seperti saat ini.

"Ya Ci yaaa."

Suara Gracio terendam karena sekarang telah memeluk perut Shani dengan erat, memandang kekasihnya dari bawah.

"Kamu takut ya ga bisa ganjen ganjen lagi?"

"Gak adaaaa. Aku itu jadi susah konsen diajar kamu." Gracio akhirnya jujur. Karena tidak ada gunanya berbohong pada Shani yang akan selalu mendesak Gracio hingga dia terpojok dan mengatakan yang sejujurnya.

"Gak konsen kenapa? Bukannya bagus? Kamu dikelas aku aja ga konsen, kuis asal-asalan, apalagi kalo dosen lain terus duduk dibelakang."

Melihat Gracio yang masih merengut, Shani bangkit dan mengambilkan Nintendo Switch milik kekasihnya.

"Kamu main game aja yaa, tungguin aku selesai periksa hasil kuis kelasmu nanti kita bobo bareng." Shani mencium kening kekasihnya, berpindah ke pipi, dagu, dan terakhir puncak kepala Gracio sebelum melanjutkan kegiatannya.

Gracio akhirnya menurut dan memilih bermain game. Saat sudah asik bermain game dengan posisi tengkurap di lantai, Gracio dikejutkan oleh pukulan keras Shani pada pundaknya.

"Gre! Ini kamu kok asal asalan banget sih jawabannya. Masa fungsi operasional dari manajemen bisnis sebuah organisasi bisnis ga tau, terus ini lagi kok jawabnya A kan harusnya C. Kamu itu denger ga sih tadii!" Shani terlihat kesal sendiri melihat hasil kerja kekasihnya. Kesalahan yang tidak bisa masuk logika berpikir Shani.

"Kan aku udah bilang aku susah konsen." Gracio membela diri dengan tangannya masih mengusap-usap bahunya yang tadi dipukul Shani.

"Kamu alasan aja. Udahan main gamenya, belajar!" Shani meraih nintendo Gre dengan paksa padahal beberapa menit yang lalu dia yang menyuruh Gracio untuk bermain game.

"Ci ini baru hari pertama kuliah, masak belajar? Lagian masih ada kuis kuis lain aku pasti bisa kokkk" Gracio sedikit kesal pasalnya dia tengah asik bermain game, dan baru saja mengelahkan record nya terdahulu tapi direbut paksa oleh Shani.

"Tau dah terserah kamu. Malam ini jangan tidur sama aku." Shani meninggalkan Gracio di ruang tengah, dan Shani ga main main, ketika Gracio mencoba membuka pintu kamar shani, pintu kamarnya dikunci dari dalam.

"Cishan, kamu udah janji lo tadi katanya mau bobo bareng." Gracio mengetuk pintu kamar Shani berkali-kali.

"Aku gamau tidur sama mahasiswa yang nilai kuisnya terendah di kelas!" Teriakan Shani dari dalam kamar membuat Gracio melangkah lemas menuju kamarnya.

Dengan memaksakan diri, dia membuka laptop dan berniat memepelajari slide demi slide materi shani. Melupakan kantuk yang menyerang dirinya setiap membaca sesuatu.
.
.
.

Keesokan harinya, saat akan melakukan yoga di dekat jendela apartemennya sembari menikmati matahari terbit, langkah Shani tertahan begitu melihat pintu kamar Gracio yang terbuka dan memperlihatkan sosok Gracio yang tertidur di meja belajarnya dengan posisi tidak nyaman. Dua gelas kertas bekas kopi tergeletak di meja yang hanya menyisakan ampas hitam pada dasar gelas.

Saat Shani mendekat dia bisa melihat tulisan tangan Gracio yang terlihat berusaha untuk meringkas materi presentasinya. Dia menyadari pasti Gracio sangat bosan, di beberapa sudut kertas terlihat gambar gambar menyerupai brown, beruang pada stiker line yang terlihat sedih.

Seketika hati Shani terenyuh melihat itu. Dia tidak tahu akibat dari perkataannya akan membuat Gracio seserius itu. Padahal dia hanya ingin mengancam Gracio agar lebih memperhatikan pelajaran.

"Sayang, bangun ya, tidur di ranjang biar ga pegel badannya."

Gracio langsung terbangun, dan entah sadar atau tidak langsung berjalan ke tempat tidur dan menjatuhkan tubuhnya.

Shani mengelus pipi Gracio. Guratan-guratan karena tertidur di permukaan yang tidak datar terlihat pada pipi mulusnya. Shani merasa sangat bersalah dan menyadari terkadang dia terlalu keras pada kekasihnya.

Dan memori lama terlintas kembali dalam benak Shani. Saat dia memaksa Gracio untuk membatalkan pilihan kuliahnya, kemudian memaksa Gracio untuk mengikuti ujian tes masuk di kampusnya yang memiliki banyak peminat dan harus bersaing dengan ribuan orang. Namun Gracio tidak pernah mengeluh. Selalu berusaha mengikuti ekspektasi Shani yang kadang terlalu besar pada Gracio. Tanpa pernah bertanya apa Gracio mau dan ingin kuliah disana.

Perhatian Shani seketika tertuju pada handphone Gracio yang bergetar memecah kesunyian yang tercipta di ruangan itu.

Lala.

Pesan dari Lala menyadarkan Shani, bahwa jika dia tidak hati-hati, ada banyak orang yang dengan sukarela memberikan perhatian lebih pada Gracio.

Lala

Kamu udah tidur? Maaf ya aku tadi ketiduran padahal bilangnya mau nemenin belajar 😭
Ga usah terbebani dengan branding kampus kita yang ternama, aku tau kamu pasti bisa sih ngikutinnya. I knew, for you, it just a piece of cake. Semangat ya kamuuu :)


****
Haiii, tenang ini update terakhir sampai waktu yang tidak ditentukan kok 🤣
Karena merasa ini masih sambungan dari part sebelumnya jadi sekalian aja.

Ohya untuk TTIY, maaf belum bisa update. Diumpamakan kalau nulis ini butuh sejam, nulis TTIY butuh dua jam, dan nulis My President butuh 8 jam 😂
Jadi maaf belum bisa meluangkan waktu banyak untuk update yang sebelah.

Semoga puas dan ga kangen greshan lagi ya. Soalnya abis ini gilirannya GreLa. Hehe

Head Over Heels [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang