05

352 45 5
                                    

Sesuai janji Kai, Ia pun mengajak Irene pergi ke sebuah mall yang berada di pusat kota. Mereka berbelanja di beberapa brand ternama hanya untuk menghabiskan black card Suho yang entah sampai kapan habisnya.

Kini mereka tengah berada di Gucceng, brand yang sangat ternama di dunia.

"Tem, sini deh!" panggil Irene pada Kaki yang tengah melihat-lihat beberapa kolor. "Tam tem tam tem, lu kira gue banci Thailand Deket komplek apa?"

"Heh! Itu Ten, adik kelas kita," kesal Irene sambil memukul pelan lengan Kai. Bagaimana bisa orang itu mengatai adik kelasnya sendiri dengan sebutan banci Thailand? Yah walau kenyataannya memang mirip seperti itu.

"Iya deh iya, bawel. Ada apa?" Irene pun menunjuk foto brand ambassador dari Gucceng. "Coba berdiri disamping itu!"

Kau pun hanya menurut, dia segera berdiri disamping foto tersebut. "Nah! Kalian terlihat mirip!" pekik Irene kegirangan.

"Mana ada? Yang ada gantangan aku kali," Irene pun memutar bola matanya kesal. Sepertinya kesongongam Suho sudah menurun pada adiknya. "Terserah,"

"Memang siapa dia?"

"Kim Jong-un,"

"Lah? Sekarang kok ganteng banget ya kek bidadara?" Irene mulai kehilangan kesabarannya. Dia menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan.

"Lupakan! Sekarang lebih baik kita makan, perutku sudah keroncongan," tangan Irene pun sudah terulur untuk menyeret Kaki sebelum kepala Kak meletus karena terlalu besar.

"Mau makan dimana?"

"Warteg aja,"

"Mau ke warteg pake black card? Emang bisa?"

"American Warteg,"

"Ngomong aw aja susah,"

"Males kalo harus ngomong AWe, kerenan American Warteg."

"Terserah tuan putri deh,"

"Iya ya, OB mah bisa apa?"

"Oh gitu ya? Lupa kalo black cardnya ada di tanganku," Irene pun hanya memamerkan deretan gigi putihnya.

"Baik yang mulia, Jongin." ucap Irene sambil membungkukkan sedikit badannya.

"Dasar misqueen tak berakhlak," canda Kai sambil merangkul pundak Irene, "Ayo kita ke Warteg!"

Keadaan American Warteg sedang sepi, pengunjung yang datang masih dapat dihitung menggunakan jari.

"Jong, cobain deh minumanku! Rasanya kaya ada balsem-balsemnya."

"Lah emang kaya gitu rasanya, keliatan banget kalo biasanya nongkrong di Indonesian Warteg,"

"Bukan Indonesian Warteg, tapi the Hidden of Indonesian Kuliner."

"Hah?"

"HIK," ujar Irene sambil cengengesan.

*HIK adalah angkringan dari Jawa yang biasanya menggunakan tenda biru dan berada di tepi-tepi jalan.

"Pantes aku liat ada namamu di daftar remidi bahasa Inggris, ternyata  kebangetan gini parahnya. Sedih hamba Ya Rabb,"

"Jongin maahhh," pukulan bertubi-tubi dari Irene itu menghunjam tubuh berotot seorang Kim Jongin.

"Ahh.. nahh terus, sini-sini di bagian punggung.. aduh enak banget kek dipijet,"

"JONGIIN!" satu jeweran keras mendarat mulus di telinga kanan Kai. "Aaa.. sakit woy, sakit!"

"Bodo! Jongin jelek!"

"A-ampun, ba-baekhyun Hyung?"

Mendengar nama itu sontak Irene melihat kearah belakang. Sosok pria berkulit putih dengan tatapan dingin itu melihatnya tajam.

"Kalau kalian kemari hanya untuk bertengkar lebih baik kalian pulang saja. Ini tempat umum," ujarnya dingin. Setelah itu dia melenggang pergi begitu saja.

"Suka hati dong, orang juga sama-sama bayar." sinis Kai perlahan.  Seketika dia teringat akan keberadaan Irene. Dia melihat gadis itu tersenyum lebar sambil masih menatap punggung Baekhyun yang semakin lama kian menjauh.

"Kau begitu menyukainya?" tanya Kao menyadarkan Irene agar kembali ke dunia nyatanya. "Kau sudah menanyakan hal itu berulang kali,"

"Kenapa kau menyukainya?" Irene menatap Kami dalam. "Karena dialah alasan jantungku berdetak."

"Sejak kapan kau jadi sok puitis gitu" Irene pun menoleh ke arah kai dan tersenyum. "Tapi memang itu kenyataannya,"

"Sudahlah ayo kita pergi dari sini!" Kao pun menarik paksa tangan Irene untuk berdiri dari duduknya. "Ta-tapi kita belum jadi pesen makanan,"

"Udahlah nanti kita kita beli di wekdonal," Irene pun hanya bisa pasrah sambil mencuri-curi pandang melihat Baekhyun yang tengah duduk sendirian.

Mereka kini sudah berpindah tempat, Kai dan Irene tengah duduk berhadapan. "Jangan tekuk wajah jelekmu itu,"

Tatapan tajam itu langsung melayang dari mata indah Irene. "Siapa suruh kota pindah kesini padahal ada Baekhyun oppa disana,"

"Jika kita masih disana kau pasti tidak akan makan-makan, kau pasti hanya akan terus melihatnya." Bibir Irene semakin melengkung kebawah. "Sudahlah, ayo makan,"

Dengan banyak terpaksa Irene pun memakan makanan yang sedari tadi sudah terhidang di depannya.

Setelah kenyang pun mereka kembali ke mobil Suho. "Non Irene saya lihat dari tadi kenapa cemberut terus?" tanya sang Sopir yang sedang mengemudi.

"Tanya saja pada tuan mudamu ini, pak!" ketus Irene. "Hey! Jangan berkata seperti itu pada orang tua!"

"Maaf ya, pak."sesal Irene. Pak sopir pun tersenyum melihat tingkah dua remaja itu. "Tidak apa-apa, non."

"Sekarang kita mau kemana, Tuan?" Kai pun menengadahkan kepalanya keatas, mencoba mencari ide dari langit-langit mobil yang Ia tatap.

"Kau mau kemana?"

"Serah,"

"Ketus amat sih, neng,"

"Bodo!"

"Ih Eneng kok gitu sama Aa'?"

"Jijik! Apaan sih Aa' Aa' an?!"

"Kok gitu sih,"

"Diem!"

"Iya maaf aku yang salah,"

"Kok tiba-tiba minta maaf sih?"

"Kamu lagi pms kan?"

"Kok?"

"Habis ini mampir ke mini market beli coklat sama susu kesukaan kamu,"

"Emang bisa pake black card Suho oppa?"

"Pake uang aku aja,"

"Emang kamu punya uang?"

"Walau misqueen aku masih ada uang buat bahagiain kamu," ucap kau dengan senyum jailnya.

"Apaan sih? Dasar Gembel gadungan," pukulan-pukulan ringan itu kembali mengjunjami lengan Kaki.

"Hahaha, maaf deh maaf,"

Love and Hate | BaekReneWhere stories live. Discover now