JIaB.10 ✔️

116 24 1
                                    

Chapter 10 : Sebuah Lamaran

"Siapa lagi kalau bukan gadis tercantik di desa?" Pandangan mereka beralih kearah seorang gadis cantik yang sedang menatap acuh tidak acuh kearah arena.

"Ah, maksudmu Amara?"

"Tentu saja."

"Ah, sekarang kamu mengingatku. Dari dulu Mikhael selalu mengejar Amara, namun kita semua tahu kalau Amara hanya menyukai orang yang kuat, jadi tidak mugkin Amara melirik Mikhael."

"Tapi sekarang Mikhael menunjukkan kekuatannya, aku yakin Amara pasti akan menerimanya."

"Benar juga."

'Ah, sekarang aku ingat kalau ada Amara juga. Setelah mempermalukan Emile, Mikhael akan mempermalukan Amara yang secara terang-terangan berusaha mengejar Mikhael. Ya, walaupun Mikhael tentu menolaknya. Lagi pula Mareena yang ditakdirkan untuk Mikhael memang lebih cantik dari Amara. Jadi Amara sejak awal memang tidak memiliki kesempatan.'

"Meena," Tiba-tiba seseorang menyebut namanya, kerumunan di sekitar arena langsung berubah sunyi.

Meena terbangun dari lamunannya, dia tertegun melihat Kaiser berlutut di depannya. Mata Meena melebar, 'Tunggu-tunggu-tunggu!! Kenapa Kaiser berlutut?! Aku mungkin memang berkata kalau akan bekerja sama, tapi kenapa harus di sini?!'

Meena mengecilkan suaranya dan menatap Kaiser tidak percaya, "Mikhael! Apa yang kau lakukan?! Cepat berdiri!"

Kaiser mengerutkan dahinya mendengar Meena memanggil nama pemilik tubuh. Namun melihat orang-orang di sekeliling, dia memutuskan untuk mengabaikan sebutan itu dan melanjutkan niatnya, "Seperti yang aku janjikan, aku akan bertanggung jawab padamu."

"Aah.." Meena menepuk dahinya, pasrah.

'Kenapa dia tidak mau mendengar ucapanku?!'

"Jadi, maukah kau menerima lamaranku?"

Meena mulai panik, 'la-la-lamaran?!'

"Kyaa!! Dia melamar di depan umum!!"

"Aku tidak menyangka akan melihat hal yang seperti ini!"

Kerumunan di sekitar keduanya mulai membuat keributan. Tentunya tidak ada yang menyangka bila seseorang akan melamar di depan umum, sebab hal itu biasanya hanya dilakukan bila si pelamar sangat percaya diri bahwa lamarannya akan diterima.

Namun melihat gadis di depan Mikhael yang hanya diam dan bahkan mengerutkan dahinya, orang-orangpun mulai ikut merasa gugup dan gelisah. Berpikir, apakah gadis itu akan menerima Mikhael atau tidak?

Jika ya, tidak mungkin mereka tidak akan bahagia untuk itu. Namun jika tidak, mungkin itu salah Mikhael karena selama ini selalu bersikap kekanak-kanakan, yang mana merupakan kesalahan terbesarnya. Walaupun secara tak terduga, dia sudah menunjukkan kekuatannya dengan pertandingan melawan Emile sebelumnya.

Untuk sebuah pilihan hidup, kekuatan memang penting, tapi itu bukan segalanya. Karakter seseorang yang akan berdiri di sampingmu lah yang paling penting. Karena itu, jikalau Mikhael memang ditolak, mereka hanya dapat tersenyum kecut dan berusaha mendukung Mikhael untuk menunjukkan simpati mereka.

Sementara itu, Meena masih mengerutkan dahinya dan kembali membatin, 'Kenapa aku jadi merasa ini seperti sebuah kenyataan dan bukan sandiwara?! Tidak! Tunggu sebentar, jika mengikuti skenario yang sudah kami bicarakan, maka seharusnya aku mengangguk dan setuju. Tapi bagaimana cara membalasnya?! Aku tidak pernah bisa berkomunikasi dengan baik bila itu orang yang baru aku kenal!'

Kaiser yang menyadari pandangan tidak fokus Meena langsung membatin, 'Kamu masih bisa memikirkan hal lain di saat aku melamarmu? Kamu ini benar-benar wanita yang langka,' Kaiser langsung menarik tangan kanan Meena, berusaha untuk menarik perhatian Meena kembali dari lamunannya.

"Eh?!! Dia menyentuhnya!!"

"Aku tidak percaya! Ini melanggar aturan!"

"Ya, gadis itu bahkan belum setuju!"

"Sudah tidak mungkin menolaknya kan? Aku tidak tahu harus berbahagia atau bersedih untuk gadis itu."

Kaiser mengabaikan yang lain dan kembali bertanya, "Mau kah kamu?"

Kaiser menyipitkan matanya, mata emasnya menatap lurus kearah Meena. Meena yang baru tersadar dan mendapati mata emas itu menatapnya seolah tersihir dan tanpa sadar menganggukkan kepalanya, "Iya."

"Bagus." Senyum lega tampak di wajah Kaiser, hal ini memberikan dampak besar bagi kalangan massa, hampir semua wajah mereka memerah. Mereka benar-benar tersihir oleh senyuman itu.

Kaiser membalik badannya dan menatap kepala desa, "Kakek, kalau begitu aku akan mengundurkan diri." Kaiser tanpa ragu menarik tangan Meena di depan umum. Meena baru tersadar ketika kulit mereka bersentuhan.

Sementara itu Darryl dengan ragu mengikuti mereka dari belakang, dia memiliki firasat buruk jika terus berdiri di sana sendirian. Bagaimana jika semua orang ini langsung mengerumuni dia hanya untuk bertanya tentang Mikhael? Bagaimanapun, hubungan persahabatan keduanya adalah hal yang umum dan diketahui semua orang.

"Aah! Tunggu aku!!" Darryl langsung berlari berusaha mengejar keduanya.

Ketika mereka sampai di depan rumah Mikhael, Meena langsung meletakkan kedua tangannya di pinggang, "Apakah kamu memiliki sesuatu untuk dikatakan?"

Mikhael dengan santai mengangguk, "Ya, aku sudah membangkitkan kemampuanku yang lain."

'Bukan itu yang maksudku!' Meena menatap Mikhael frustrasi.

"Haa, baiklah. Kemampuan apa itu?"

"Hah.. hah.. hah.. kalian kejam! Kenapa kalian meninggalkanku?!" Darryl menatap tajam kedua orang di depannya, dia langsung cemberut mengetahui dia diabaikan.

"Itu adalah kemampuan.."...

Jumlah Kata : 740

Journey Inside a BookWhere stories live. Discover now