JIaB.22 ✔️

58 18 0
                                    

#Maaf ya bagi yang sudah menunggu, kemarin saya lupa update karena berbagai hal. Tolong doakan saya yang dua minggu ke depan saya akan mengalami ujian, jika tidak.. saya ragu apakah masih bisa update untuk dua minggu ke depan. Yah, intinya tolong doakan saya, T-T. Tentunya jika kegiatan saya berjalan lancar, saya akan tetap bisa update. Sekali lagi maaf ya karena keterlambatnya. Langsung saja, selamat membaca~(><)~..

Chapter 22 : Desa yang Hancur (1)

"Tolong selamatkan yang lain! Aku akan pergi ke rumah kakek!" Kata Meena langsung meninggalkan Kaiser dan berlari kearah rumah kepala desa, berniat untuk melihat keadaannya.

"Meena! Tunggu!!" Sekumpulan pikiran buruk muncul di benak Kaiser, wajahnya berubah pucat dan dia langsung berlari menyusul Meena yang berlari di tengah lautan api. Melihat sepanjang jalan yang terus digenangani warna merah gelap membuat perasaannya semakin memburuk.

'Kenapa larinya sangat cepat?! Dari arah larinya, sepertinya dia berlari ke rumah kakek, kuharap mereka baik-baik saja,' batin Kaiser terus berlari sekuat tenaga. Langkahnya terhenti ketika dia melihat seorang gadis terduduk di atas tanah, kepalanya tertunduk, rambut panjangnya tergerai berantakan di tanah. Dan tentunya, gadis itu adalah Meena. Di sana lah dia melihat Meena terduduk di tengah lautan api, matanya terlihat putus asa dan dipenuhi rasa bersalah. 'Apakah aku tidak salah lihat?' Kaiser bingung, dia tidak mengerti mengapa Meena menunjukkan tatapan seperti itu.

"Meena! Kamu baik-baik saja?" Mendengar pertanyaannya yang tidak kunjung dijawab, Kaiser mulai resah, "Kenapa? Apakah kamu terluka?" Jantungnya berdetak tak terkendali, ini adalah pertama kalinya dia merasa khawatir sampai mati untuk seseorang.

Tetesan air jatuh membasahi tanah yang kering, membuat Kaiser menyadari sosok di depan Meena. Itu adalah tubuh kepala desa yang terjepit di antara bangunan yang jatuh, dia tidak lagi bergerak, tangannya mengepal dan kepalanya terus menunduk.

'Apa.. apa yang sebenarnya terjadi?!' Kaiser menggertakkan giginya.

"Ah, Kaiser.." Meena yang mendapati sepasang kaki berdiri di dekatnya langsung mengangkat kepala. Ujung matanya yang basah masih terlihat dengan jelas, Meena juga tidak terlihat repot-repot menutupi bekas air matanya.

"Meena." Melihat tatapan kosongnya, ujung hati Kaiser terasa teriris, ketika dia baru akan mengusap kepala Meena, Meena menariknya dan mengarahkan tangan Kaiser pada tubuh kepala desa.

"Kamu harus mencoba menyembuhkannya! Mungkin masih ada kesempatan!" Tatapan putus asa Meena kembali tertanam dalam benaknya.

"Baiklah, aku akan mencobanya." Kaiser mendekatkan tangannya ke leher kepala desa dan mencoba merasakan detak nadi. Matanya agak terbelalak, Kaiser berdiri dan mengangkat reruntuhan bangunan yang menimpa kepala desa, Meena mengambil langkah mundur dan memperhatikan semua tindakan Kaiser dalam diam.

Setelah meminggirkan semua bangunan yang menghalangi di sekitar mereka, Kaiser mendekati tubuh kepala desa. Darah terus mengalir dari kepalanya, Kaiser memejamkan mata dan cahaya emas mulai keluar dari tangannya.

Mata Meena berkilau, "Apakah masih ada kesempatan?"

"Mm, sepertinya kakek kekurangan banyak darah dan detak jantungnya sangat lemah, tapi masih ada kesempatan."

"Bagus, itu bagus. Syukurlah." Meena terus menganggukkan kepala dan menghela napas lega.

'Kumohon, tolong biarkan mereka hidup.'

Tiba-tiba seseorang berseru dan mengejutkan keduanya, "Hati-hati!"

Kaiser mengikuti naluri dan mengangkat tubuh Meena di kedua tangannya, lalu melompat dari tempat mereka berada.

Ketika membalik badannya, dia melihat Darryl berdiri dengan sebuah tameng di tangannya. Dan di depan mereka, satu makhluk seperti manusia namun memiliki kulit biru pucat meraung keras. Kaiser dapat merasakan tubuh Meena berubah kaku, dan saat itulah dia teringat dengan kematian Mikhael. Jika aku tidak salah dan jika melihat dari bayangannya, seharusnya makhluk inilah yang membunuh Mikhael.

"Aku tidak tahu kenapa kau baru keluar ketika semuanya telah hangus terbakar, tapi aku harap kau bisa menyimpan semua kesedihan itu nanti. Kita harus menghadapi mereka dulu." Untuk pertama kalinya Darryl menunjukkan ekspresi serius. Tubuhnya yang gemuk, pipinya yang tembam, serta mata sipitnya menatap Zombie di sekeliling mereka dengan waspada.

"Kaiser, turunkan aku." Meena menarik ujung pakaiannya.

"Aku bisa mengalahkan mereka tanpa harus menurunkanmu."

"Turunkan__."

"Hey! Sudah kubilang kita tidak memiliki waktu untuk bercakap-cakap! Sebaiknya kalian simpan waktu bermesraan kalian untuk nanti!" Seru Darryl yang entah bagaimana telah menjatuhkan 3 Zombie.

'Hah?! Mesra kau bilang?!' Meena menatap Darryl tidak percaya, dia kehilangan kata-kata dan tanpa sadar dia mulai berjuang semakin keras untuk lepas dari tangan Kaiser.

Melihat sikap Meena, Kaiser hanya bisa menghela napas, "Baiklah, kalau begitu bersembunyi dengan baik. Jika bisa.." Kaiser melirik tubuh kepala desa yang masih terbaring di atas tanah.

Meena yang diturunkan langsung mendekati tubuh kepala desa dan menariknya, berusaha untuk menyembuyikan kepala desa dan dirinya sendiri. Setelah merasa sekelilingnya aman, Meena langsung membuang napas. Tubuh kepala desa tentunya tidak ringan, Meena merasa seolah dia baru saja mengeluarkan tenaga dengan ganti hidupnya, sebab saat ini dia merasa tubuhnya begitu lemas dan berat untuk digerakkan.

Meena mengintip pertarungan Kaiser dan Darryl dari celah bebatuan. Jika melihat satu Zombie saja sudah cukup membuatnya ketakutan, bagaimana ketika dia melihat sekelompok Zombie? Tubuhnya mulai bergetar kuat. 'Jadi ini adalah perasaan yang mereka rasakan, perasaan teror yang aku terapkan dalam kehidupan mereka.' Meena tidak bisa menahan diri dan tersenyum pahit, merasa tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan keberanian orang lain.

'Mereka benar-benar kuat.'

"Mikhael! Belakangmu!" Seru Darryl.

Kaiser berdecak kesal, "Sebaiknya kalian membayar karena sudah menghancurkan tempat tinggalku, dan telah mengganggu waktu istirahatku! Darryl, kemarilah!" Kaiser mengangkat tangannya ke atas.

"Eh?"

"Apa kau ingin menjadi seperti mereka?"

"Ok ok!" Darryl terburu-buru mendekati Kaiser.

Kaiser mengangkat tinggi tangannya, kemudian mengeluarkan sihir cahaya untuk menghanguskan mereka semua dalam sekejap. Darryl yang melihat ini tanpa sadar membuka mulutnya lebar, "Bagaimana.."

Kaiser bahkan tidak mendengar pertanyaan Darryl dan langsung berbalik ke arah batuan di mana Meena dan kepala desa bersembunyi.

Darryl yang melihat itu terdiam, teringat dengan wajah-wajah keluarganya. Malam itu Darryl menangis keras, menangis untuk keluarganya yang telah pergi.

Matahari terbit perlahan, menunjukkan penampakan yang sebenarnya dari desa yang hancur. Beberapa warga desa yang berhasil selamat bersandar pada rumah-rumah di belakang mereka. Yang selamat tidak banyak, namun setidaknya Meena merasa bersyukur karena mampu mengubah takdir desa.

Satu hal yang dapat menggambarkan keadaan mereka saat ini hanyalah kesedihan dan keputusasaan.

"Oh tuhan! Kenapa kau melakukan ini?!" Seru Darryl tidak terima.

Hanya dalam semalam, desa yang mereka cintai.. telah hancur...

Jumlah Kata : 1003

Journey Inside a BookWhere stories live. Discover now