JIaB.21 ✔️

68 19 2
                                    

Chapter 21 : Mengubah Takdir (1)

Ketika malam datang, Meena tidak bisa tidur. Dia berjalan keluar dari kamar, langkahnya terhenti ketika melihat sosok Kaiser yang tertidur dengan wajah damai di atas kursi santai di ruang tamu.

'Dari manapun aku melihat, wajahnya memang sama dengan yang aku bayangkan selama ini. Dan walau tidak sepenuhnya sama, aku tidak menyangka akan melihat wajahnya lagi.' Meena tersenyum sendu melihat wajah Kaiser.

'Jika waktunya sesuai dengan alur cerita dunia, maka seharusnya malam ini adalah waktu di mana para Zombie menyerang desa hingga tidak ada yang tersisa. Mulai dari sini, Kaiser harus berjuang. Ya, dari malam inilah cerita yang sebenarnya dimulai.' Senyumnya berubah kecut.

'Kalaupun aku ingin mencegah semua ini terjadi, bagaimana aku harus melakukannya? Berteriak bahwa desa ini akan diserang?' Meena tersenyum kecut.

'Mereka pasti akan langsung memanggilku orang yang sudah tidak waras. Satu-satunya cara hanya dengan membangunkan Kaiser lebih cepat dari yang seharusnya, sehingga setidaknya dia mampu menyelamatkan beberapa penduduk desa. Kaiser selama ini selalu bersikap baik padaku, aku benar-benar telah melakukan hal yang buruk padanya. Apakah dia akan membenciku jika dia mengetahui aku adalah penciptanya? Orang yang membuatnya menderita, serta alasan yang membuatnya harus menghadapi jalan berbahaya yang mempertaruhkan keselamatan hidupnya.' Tangan Meena tanpa sadar mencoba menyentuhnya.

Dan pada saat yang sama, mata Kaiser terbuka dan pandangan keduanya langsung bertemu. Meena langsung menarik tangannya kembali dan menyembunyikannya di balik punggung, berusaha menyembunyikan perasan malu karena sudah ketahuan mencoba melakukan sesuatu secara sembunyi-sembunyi.

Ketika Meena masih panik dan berusaha mencari alasan, Kaiser melakukan hal yang sebaliknya. Melihat kepanikan dari mata Meena walau wajahnya terlihat datar, Kaiser benar-benar ingin tertawa. 'Bagaimana bisa ada wanita seperti dia? Apakah dia memang tidak bisa membuat ekspresi selain itu?'

"Apa yang kau lakukan di luar? Tidak tidur?" Kaiser tiba-tiba menarik tangan Meena, membuatnya berbalik memunggungi Kaiser dan entah bagaimana berakhir duduk di pangkuannya.

"A, eh?" Meena melirik wajah Kaiser yang kini tepat berada di samping wajahnya dengan bingung.

Kaiser tersenyum kecil, "Apa kamu masih belum terbiasa kalau aku melakukan hal seperti ini?" Tanyanya sambil melingkarkan kedua tangannya di perut Meena. Meena agak memberontak, dia berusaha melepaskan tangan yang melingkari perutnya.

"Padahal kita sudah pernah berciuman, tapi kenapa berpelukan saja kamu tidak tahan, hm?" Kaiser bernapas di leher Meena membuatnya agak gemetar karena napas hangat yang tertiup kearah lehernya.

"Berhenti mengingatnya! Kalau anak-anak tidak mendorongku, itu tidak akan pernah terjadi!" Meena langsung mengalihkan pandangan dan menutupi lehernya dengan kedua tangan. Bayangan ketika dirinya terdorong ke danau karena keisengan anak-anak dan Kaiser yang menolongnya membuat dia teringat kejadian memalukan itu.

"Kenapa kamu sangat yakin kalau yang terakhir adalah saat kejadian itu?" Pertanyaan Kaiser langsung membuat Meena kaku.

"Kaiser, apa.. maksudmu?" Tubuh Meena mulai gemetar.

Melihat Meena yang sepertinya menahan amarah, Kaiser langsung menghela napas dan membatin, 'Bahkan setelah 3 bulan ini, aku belum mampu menakhlukkannya. Seperti yang dikatakan orang itu, ini sangat berat, ah.'

Suasana hening dan mereka mulai merasa canggung. Kaiser membuka mulut dan menawarkan, "Ingin berjalan-jalan?"

Mata Meena berkilau, 'Ini kesempatanku!'

Meena langsung berdiri dari pangkuan Kaiser dan mengangguk mantap, "Ayo lakukan itu sekarang!" Kata Meena kemudian langsung menarik tangan Kaiser, membuat Kaiser mau tidak mau mengikuti langkahnya dari belakang.

Meena menelan ludah, berusaha untuk menenangkan hati atas apa yang akan dia lihat setelah dia membuka pintu rumah ini. Tangannya bergetar pelan dan dia menarik kenop pintu.

Mata keduanya melebar dan langkah mereka terhenti. Semua yang mereka lihat hanya merah kejinggaan bagai lautan api, berkobar tinggi ke langit seolah menampakkan suatu tempat yang disebut neraka.

Meena menutup mulutnya dan tanpa sadar mengambil satu langkah mundur, ini mengerikan!

'Apa yang terjadi?!' Kaiser menahan kedua pundak Meena agar dia tidak jatuh, dia menatap sekelilingnya tidak percaya.

"Kaiser!" Meena memutar kepalanya dan menatap Kaiser lurus, Kaiser langsung mengangguk setelah mengerti maksud dari tatapannya.

Keduanya keluar dari rumah dan melihat sekeliling, rumah-rumah terbakar dan suhu yang tinggi membuat keduanya kepanasan walau saat ini masih malam hari.

"Tolong selamatkan yang lain! Aku akan pergi ke rumah kakek!" Kata Meena langsung meninggalkan Kaiser dan berlari kearah rumah kepala desa, berniat untuk melihat keadaannya.

'Tolong! Setidaknya satu orang, dan jika aku bisa lebih serakah, tolong biarkan mereka selamat!' Mohon Meena dalam hati...

Jumlah Kata : 697

Journey Inside a BookМесто, где живут истории. Откройте их для себя