Squad of Cat

25 4 0
                                    

"Aku udah berusaha ngajak Ka sama Ta, tapi mereka masih ga bisa. Ga jelas juga sih alasannya apa,"  kata Li menjelaskan.

Mereka berempat -Ki, Li, Sa dan Di- sedang di kantin, menunggu An keluar dari ruangan ujiannya.

"Ya udah, lagian mereka udah les sekarang, kan? Udah sama kayak yang lain. Apalagi katanya tempat les mereka punya soal yang hampir selalu mirip," kata Ki sedikit ketus.

"Iya si, aku cuma ga mau aja mereka tiba-tiba kaya ngerasa kita menjauh, mereka terasing," jelas Li.

"Halah, lebay," sentak Di gemas.

"Iya, sih, ya, apalagi Ta kan suka alay, cowok tapi alay. Ga ditanya sedikit dibilang kita yang nyuekin, padahal dia ditanya aja jarang jawab. Apalagi sejak punya cewek, si Ca itu, aku makin geli aja, makin ga kenal sama dia," keluh Sa, tanpa sadar membuat Li sedikit tertusuk.

"Tapi Li itu udah ngajak, kalau mereka yang ngga mau ya itu kan keputusan mereka. Kalau emang mereka tiba-tiba bilang kita jadi jauh, suruh mereka ngaca!" seru Ki.

BRAK!

Obrolan mereka terhenti saat tiba-tiba ada yang menggebrak meja mereka. Tidak keras, tetapi karena memang sedang diskusi mereka jadi kaget.

"Kok kalian udah keluar duluan sih? Emang gampang banget ya soalnya? Kok curang sih?" Itu suara An.

"HIH, AN! KAMU APA-APAAN, SIH? BIKIN KAGET TAU NGGAK?" protes Li sambil menghadiahi An dengan pukulan pelan di lengan An.

"Hahaha, maaf, ya! Soalnya aku liat dari jauh itu kalian lagi debat dan serius banget sampai ga liat ke arah lain. Apalagi kamu Li, biasanya kamu sadar kalau ada orang yang mendekat, tapi tadi engga, emang lagi bahas apaan sih?"

"Soal kisi-kisi." Li menjawab pendek.

"Emang kenapa?"

"Boleh, kan, aku ngasih ke Ka sama Ta?" tanya Li ke An.

"Iya, kan waktu itu udah dibahas, gapapa. Lagian kalian emang dulu sering ngerjain barengnya sama mereka, kan?"

Li mengangguk pelan.

"Apa nama grupnya?" tanya An lagi.

"Manusia micin," jawab Li sambil terkekeh pelan untuk sesaat kemudian rautnya menyendu.

"Kalian masih sering bareng, kan?"

"Iya, An, masih bareng, kok. Tapi kami sekarang susah banget kalau mau kumpul, banyak yang beda dan berubah aja gitu," jelas Ki.

"Ya udah, coba ajakin aja ngerjain bareng di rumahku, siapa tau mau," usul An riang, "atau ajakin main aja sekalian!"

"Aku si ga masalah, cuma emang mereka mau?" tanya Li, sangsi.

"Eh, sebentar, ya! Aku ke sana dulu," kata An sambil menunjuk ke arah kumpulan teman sekelasnya.

Mereka berempat mengangguk.

"Kenapa, Li?" tanya Sa, akhirnya terlibat percakapan.

"Aku ga yakin si mereka bisa bareng. Karakternya beda banget, kalian tau itu. Biasanya orang bisa berteman akrab kan karena ada kesamaan, misal hobi, kesukaan, cara bercanda atau lainnya. Tapi mereka beda banget. Mungkin Ka sama An masih bisa cocok, karena Ka lebih bisa menghargai dan dia bisa ngambil topik yang lebih enak dibahas, tapi Ta, kalian tau kan?" Li mengembuskan napas kesal.

"Iya, orang kalau Ta yang salah aja dia ga mau minta maaf, malah nyalahin orang lain dan bilang 'salah sendiri ngomong sama aku'. Hei, kaya bukan cowok banget ya nggak sih?" kata Ki sambil bergidik.

"Iya, ga mau ngalah banget," gumam Sa sambil menerawang.

"Terus gimana?" tanya Di.

"Tapi aku yakin sih, nanti kimia dia tetep ngerjain bareng kita, cuma kita juga udah janjian sama An," ujar Li.

"Ya, bagus itu, kita bisa gabungin di situ," usul Di.

"Justru itu, Di, kalau aku mau gabungin di situ takutnya Ta makin mikir kalau kita udah ga anggep dia, kamu tau kan dia alaynya kayak apa?" gemas Li.

"Ya udah, ga usah sambil mukul!" elak Di.

"Aku tu lagi kesel tau!"

"Trus gimana?" Di menuntut kesimpulan, ikutan gemas.

"Kamu tu bantuin mikir, jangan cuma nanya!" kata Ki.

"Aku si simple, kalau dia ga mau ngapain dipaksa? Kalau mau ngatain yang aneh-aneh, ya katain aja, ngga ngaruh juga sama aku! Kamu juga sering bilang gitu kan, Li?"

"IYA, TAPI MASALAHNYA DIA ITU TEMEN DEKET KITA! BUKAN ORANG LAIN!" Li jadi kesal sendiri sampai tanpa sadar cairan hangat menetes di pipinya.

"Eh, kok sampe nangis, Li?" tanya Sa, heran.

"Gapapa, aku cuma kelewat kesel aja," ucap Li.

Namun mereka tau Li seperti menutupi sesuatu, tetapi kalau Li tidak mau cerita mereka tidak akan memaksa. Itu prinsip dalam pertemanan mereka.

"Itu An balik lagi, coba nanti dia suru ikut bujuk Ta aja, siapa tau dengan gitu Ta merasa lebih dihargai," usul Di.

"Nah, gitu dong, Di, usul!"

Sa dan Ki bergegas berdiri menghampiri An. Begitu juga dengan Di dan Li.

Li masih berusaha menghilangkan jejak air matanya saat Di berbisik pelan, "maaf, Li."

Li terdiam sebentar, tetapi kemudian tertawa.

"Bukan gara-gara kamu, kok,"  kata Li sambil menepuk pundak Di pelan.

"Gimana?" tanya An langsung pada Li.

"Kalau pas hari selasa kita ke rumahmu bareng Ta, boleh?" tanya Li.

An menyelidik sejenak raut wajah Li, "kamu nangis?"

Li hanya tersenyum, "boleh, An?"

An akhirnya mengangguk, mulai paham kalau Li memang tidak bisa dipaksa.

"Yuk, pulang," ajak Sa kemudian.

SQUAD OF CAT Where stories live. Discover now