1

1.4K 47 6
                                    

Singapore, 04.52 pm.

Mata yang tertutup itu akhirnya terbuka. Untuk pertama kalinya setelah kurang lebih 20 hari, mata indah dan bulat itu kembali terlihat oleh orang di sekitarnya.

Senyum bahagia, wajah haru dan helaan nafas yang lega segera memenuhi wajah seorang pria paruh baya yang tampak letih. Pria itu segera mendekat ke ranjang si pemilik mata indah itu, lalu mengelus-elus rambutnya dengan lembut dan berulang kali.

Saking bahagianya, pria tersebut sampai tidak bisa mengucapkan sepatah katapun. Matanya berkaca. Air matanya siap tumpah.

"Papa..." ucap gadis si pemilik mata indah dengan serak, pelan dan sangat lirih, nyaris tidak terdengar.

Pria paruh baya yang dipanggil Papa dan bernama Guruh mengangguk, tak pelak air matanya mulai menetes membasahi pipi. Menangis haru sekaligus penuh syukur sebab hari yang telah lama dinanti akhirnya tiba. "I-iya... Papa disini, Nak."

Di saat yang bersamaan, dokter dan suster yang sudah waktunya jadwal visit segera memasuki ruangan itu. Dokter dan suster tersebut tampak terkejut melihat apa yang tersaji di depannya.

"Dokter, anak saya sudah siuman dok!" ujar Guruh sambil mengguncang jas berwarna putih yang dikenakan dokter dengan heboh saking senangnya.

Dokter yang masih tampak terkejut tersebut kemudian tersenyum. Ikut merasa senang dengan peristiwa yang terjadi. "I'll check the condition first, sir."

Bangun dari koma, membuat gadis bermata indah bernama Gema tidak langsung diperbolehkan pulang. Gema masih harus melakukan beberapa rangkaian pemulihan dan terapi, khususnya untuk keluwesan otot-ototnya dan gerak motoriknya.

Di saat seperti inilah Gema merasa dirinya kembali seperti dirinya ketika berusia 1 tahun. Dimana dia harus memulai belajar caranya berjalan dari nol.

Karena tidak ingin tinggal lebih lama di rumah sakit, Gema benar-benar serius mengikuti semua rangkaian terapi itu. Gema sudah sangat ingin pulang. Sudah sangat rindu rumah dan sekolah, serta negaranya tercinta, Indonesia.

"Your condition is getting better. If this continues, I'm sure you will definitely be allowed to go home soon." Ujar suster yang menangani terapi Gema.

"Thank you so much. I can't wait to go home soon." Gema menganggukkan kepalanya sambil tersenyum senang karena setiap harinya, terapi yang dia lakukan selalu menunjukkan hasil yang lebih baik dari hari-hari sebelumnya.

"Gema," panggilan Guruh mengalihkan dunianya. Gadis itu segera berjalan pelan dan hati-hati serta sedikit sempoyongan untuk menghampiri Guruh. "Makin hari kondisi kamu makin membaik. Papa senang melihatnya." Ujar Guruh sambil mengusap rambut sang putri begitu duduk di sampingnya.

"Gema udah nggak betah, Pa. Udah pengen banget pulang. Udah bosen bau rumah sakit ini. Gema udah pengen tidur di kamar Gema di rumah, Pa." Kata Gema jujur dari dalam hatinya yang terdalam.

"Sebentar lagi, pasti kamu dibolehin pulang. Oya, liat, ini Papa bawa apaan?" Guruh menunjukkan sekotak pizza berukuran large ke hadapan Gema.

Mata Gema langsung membulat, "Wow! Papa tau aja kalo Gema udah pengen banget makan beginian!" Gadis itu sangat senang menerima apa yang Guruh bawa. Tanpa tunggu apapun, Gema langsung melahap makanan berbentuk bundar itu.

"Makannya pelan-pelan aja. Papa nggak minta kok." Kekeh Guruh sambil geleng-geleng kepala melihat tingkah putrinya.

Gema hanya meringis sebentar sambil mengelap mulutnya yang belepotan karena saus pizza menggunakan tissue yang Guruh sediakan. Kemudian dia melanjutkan lagi acara makan pizzanya dengan khidmat.

GemaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora