Bab 3 Jailangkung

741 60 4
                                    

Hari-hari di sekolah aku jalani dengan sukacita. Aku bersikap layaknya anak normal agar tak disangka gila. Aku menuruti saran Meyra untuk berbicara dengan hati, bukan dengan mulut.

Hal yang paling kubenci adalah paksaan dalam melakukan sesuatu, salah satunya menari. Ibu Ati, guru paling galak di sekolah memintaku untuk ikut menari dengan alasan tinggi dan berat badan yang mencukupi. Sebenarnya aku tidak menginginkannya. Aku lebih suka menghapal surah-surah pendek, bermain kasti atau kegiatan Pramuka. Menari bukanlah hal yang ku suka.

“Icha, kenapa kamu tidak suka menari?” Meyra bertanya dengan ekspresi yang sangat menggemaskan disertai senyuman manis.

“Tubuhku kaku, Meyra. Aku tidak suka. Ibu Ati terlalu galak dan memaksa. Aku tidak suka dipaksa.”

“Iya, dia galak. Semua murid di SD ini sangat takut dengannya.” Meyra mengangkat kedua bahunya tanda dia tidak suka dengan sesuatu.

“Salah sedikit saja, dipukul dengan kipas rotan. Rasanya sakit.” Ucapku sambil cemberut.

“Lalu kamu bagaimana?” Meyra kembali bertanya dengan ekspresi yang lebih serius. Kedua alisnya terangkat sambil meletakkan kedua tangan di pinggang.

“Aku mau berhenti saja. Itu terlalu melelahkan.” Jawabku sambil mengembuskan napas.

Meyra mengangguk lalu tertawa kecil.
“Icha, aku sering mengusili Ibu Ati.” Meyra tersenyum simpul dan tidak fokus berbicara denganku.

“Hah, maksud kamu?” Aku bertanya dengan bingung.

“Aku sering menumpahkan minuman ke meja Ibu Ati.” Meyra tertawa usil.

“Guru-guru yang lain juga kamu usilin?”

“Nee Icha, Nee. Cuma Ibu Ati saja. Aku tidak suka dengan cara dia menghukummu. Kenapa cuma kamu yang dipukul dan siswi lain yang salah gerakan tak pernah dipukul. Dia pilih kasih.”

“Jangan-jangan kamu yang suka ngempesin ban sepeda Bu Ati?” Tanyaku lagi.

“Iya, itu juga aku. Sorry …” Meyra menjawab sambil tersenyum simpul dan bergegas berlari sebelum aku mengomelinya.

Selama aku ikut kegiatan menari, memang kerap terjadi hal aneh. Salah satunya ban sepeda yang kempes dengan sendirinya atau kertas soal yang sering basah di atas meja Bu Ati padahal tak ada hujan sama sekali.

Aku hanya memandang Meyra yang berlari cepat ke halaman sekolah dan melayang naik ke atas pohon di dekat pagar.

“Jangan usil lagi Meyra ...” Bisikku lembut.

“Nggak janji,” Jawabnya sambil tersenyum. Dengan kesal ku kepalkan tangan kanan sebagai tanda aku mengancamnya namun Meyra terlihat cuek.

*****

Aku berhenti dari kegiatan menari yang melelahkan. Aku hanya ingin melakukan segala hal yang ku suka. Tubuhku juga lebih kurus saat ikut kegiatan menari. Ayah dan Ibu juga setuju dengan keputusanku. Terlebih aku harus mencegah Meyra mengganggu Bu Ati. Sebenarnya Meyra anak yang baik namun jika sedang jail, tidak ada yang bisa mencegah perbuatannya termasuk kepalan tanganku. Aku mengambil beberapa baju dan sepatu yang biasa ku gunakan untuk menari di ruangan tari dengan Meyra. Guru Bahasa Inggris, Pak Ahmad tak masuk kelas sehingga banyak siswa dan siswi yang berkeliaran di luar kelas termasuk aku.

“Gemukkin badanmu, kamu terlalu kurus.” Meyra selalu mengucapkan ini setiap hari sama seperti Ayah. Aku hanya tertawa mendengar ucapannya.

“Kamu seperti Ayahku saja, cerewet.”

“Nee Icha. Aku masih kecil dan belum besar seperti Ayahmu.” Meyra menjawab polos perkataaanku. Aku hanya tertawa kecil mendengar jawaban Meyra.

AKU BUKAN INDIGO Where stories live. Discover now