Bab 11 Kuntilanak Dan Bayangan Hitam

549 36 10
                                    

Kegiatanku tetap seperti anak yang bersekolah dasar lainnya. Sekolah, les, mengaji dan bermain.  Aku tumbuh seperti anak normal lainnya. Hal yang aku sukai adalah ketika semua orang tak mengetahui kemampuan aneh ini. Aku tak ingin dianggap tak normal. Aku hanya ingin semua orang mengira aku anak SD biasa yang kesehariannya normal dan ceria.

Meyra juga selalu ada di sekitarku. Sekedar mengajak bermain atau menggambar bersama setiap hari. Interaksi kami terjadi hampir setiap hari dan intens. Ayah dan Ibu memutuskan pindah rumah ke dekat sekolah sehingga aku tak terlalu jauh untuk naik sepeda. Aku menyukainya. Hanya saja, aku tak suka dengan penghuni rumah baru.

Sesosok kuntilanak berambut sangat panjang dengan bola mata merah penuh dendam dan sesosok bayangan hitam yang hampir selalu ada setiap hari. Entah kenapa dua sosok ini sangat suka mendekatiku.

“Cantik, anak baik mau gak jadi anak aku? Kamu manis sekali …” Kalimat itu selalu diucapkan si tante jelek jika sedang mendekatiku. Aku lebih suka menyebut kuntilanak sebagai tante jelek. Pada dasarnya sosok kuntilanak tak ada yang cantik. Mukanya jelek semua. Bahkan ada yang bernanah dan separu gepeng.

“Pergi! Jangan menggangguku atau kamu aku tiup pakai ayat kursi!” Aku berusaha mengancam saat dia membelai rambutku. Kuku hitam panjangnya terasa sangat menakutkan. Apalagi saat ia tertawa melengking, gendang telingaku seperti mau pecah.

Anehnya si tante jelek sangat takut dengan ayat kursi. Dia akan kepanasan jika aku meniupnya dengan bacaan itu. Si wanita jelek itu juga sangat takut dengan om. Menurutnya om sangat menakutkan dengan tubuh besar dan berbulu. Aku pernah melihatnya dikejar om karena menarik rambutku. Semenjak pindah rumah, om hampir selalu ada didekatku.

“Kakekmu selalu bilang agar aku selalu mengawasimu selama 24 jam dan mengusir semua makhluk jahat yang berusaha mendekatimu.” Om berbicara serius di suatu malam denganku. Aku menatapnya dengan tatapan bingung.

“Kakek?”

“Iya, kakekmu. Ayah dari ibumu yang sudah meninggal. Kamu itu amanatku. Aku akan mengawasimu terus.”

“Sampai kapan?” Aku bertanya dengan tatapan serius namun dia tak mau menjawabnya dan memilih pergi begitu saja. Entah kenapa si om tak pernah bisa diajak serius. Terkadang dia hanya tertawa atau pura-pura tak mendengar jika aku sedang bertanya hal serius. Aku memakluminya. Mungkin itu adalah rahasia atau hal yang tak patut diceritakan kepada manusia sepertiku.

“Terkadang ada rahasia yang tak perlu diketahui kalian. Semuanya tak bisa diceritakan.” Kalimat ini adalah kalimat yang sering diucapkan mereka dalam tanda kutip.

******

Aku terbangun di tengah dinginnya udara malam. Entah kenapa cuaca sangat dingin. Jam dinding di kamar masih menunjukkan pukul 3 pagi. Waktu yang tepat untuk tidur dan masuk dalam selimut. Namun satu sosok yang mengetuk kaca jendela kamar membuatku merasa terganggu.

“Apa tante jelek?” Aku mencoba mengajaknya berkomunikasi. Kuntilanak jelek penunggu rumah nampak ingin mengusiliku.

“Aku ingin bercerita. Boleh aku masuk?” Matanya menatapku dengan penuh harap seakan ingin menceritakan sesuatu.

“Mau cerita apa? Kalau kamu ujung-ujungnya mau pegang rambutku dan mengganggu akan aku panggil si om, harimau putih yang selalu ada di sekitarku untuk memberimu pelajaran.” Aku mempertegas ancaman padanya. Dia terdiam. Asal kalian tahu, badan kuntilanak itu bau dan aku tidak suka ketika sosok kunti mendekat. Itu cukup membuatmu merinding dan merasa risih.

“Aku ingin kamu tahu kisahku. Aku juga memiliki masa lalu yang kelam dulu.”
“Aku tahu. Aku sudah tahu semuanya. Sosok bayangan hitam itu sudah menceritakan semuanya padaku. Kamu diperkosa lalu dikubur hidup-hidup oleh orang yang memperkosamu dan sampai sekarang keluargamu tak pernah tahu keberadaanmu. Begitu kan?”

AKU BUKAN INDIGO Where stories live. Discover now