02. Kenapa Pingsan?

34 3 0
                                    

Aku keberatan jika harus mendapatkan hukuman, namun jika hukuman itu berupa dirimu, aku rela

---

Sebenarnya Darka bukan jenis orang yang mudah penasaran, tapi baru kali ini ia benar-benar ingin tahu sesuatu. Gadis yang ia tabrak sewaktu di kantin. Entahlah, dia merasa aneh dan heran. Gadis itu terlihat pucat saat menatapnya, matanya hitam seolah tak ada kehidupan, dan jaket merahnya.

Jaket merah itu. Darka merasa ada yang spesial dengan jaket merah itu.

Gadis itu selalu masuk dalam pikirannya, seolah sengaja menghantui agar Darka menyelesaikannya. Agar Darka mengenalnya. Sampai keesokan harinya, Darka sibuk mencari sosok berjaket merah di sekolahnya, namun tak kunjung ia temui.

"Weh, gue mau nanya," kata Darka sambil menyikut Anwar yang sibuk memakan rotinya. Mereka berempat berada di kantin, dan sebanyak apapun Darka mengedarkan pandangannya, gadis itu tak tampak juga.

"Nanya aja sih," balas Anwar dengan mulut yang penuh roti.

"Kak Darkaaa!" seruan seseorang membuat Darka urung bicara. Ia menoleh, mendapati adik kelasnya memanggil sambil menggeliat kesenangan.

"Hai, Darovers," sapa Darka dengan senyum lebar hingga deretan giginya terlihat. Sudah resiko orang tampan, digilai seperti ini.

"AAAA! Gila gue disenyumin!" serunya riang, kemudian berlari kecil sambil membawa buku dan diikuti oleh teman-temannya. "Kak, minta TTD-nya dong!"

"Oh, boleh-boleh," balas Darka senang hati.

Tiga temannya mulai berdecak, tak suka melihat Darka yang kini narsis level dewa. Sebagian besar penduduk kantin mulai terpusat pada Darka, selalu seperti ini. Siapa yang tidak mengenal Darka? Laki-laki tampan yang telah memiliki follower Instagram sampai satu juta.

Darka belum merealisasikan cita-citanya, tapi fansnya sudah bejibun. Betapa banyak orang yang iri padanya. Salahkan saja gen Ayah dan Ibunya yang membuat makhluk setampan Darka lahir.

"Kakak tuh ya, udah ganteng, kalem, lucu, baik hati, manis lagi! Jadinya, akutu gemes pengen nyubit!" seru salah satu adik kelasnya saat setelah Darka tanda tangani bukunya.

Darka tertawa geli. Ia melihat wajahnya, manis juga. "Nama kamu siapa?"

"AA! Namaku Nina, Kak. N-i-n-a. Jangan lupain, pliis-"

"Kakak, aku mau dong!"

"Heh, gue dulu elah! Kak plis, notice me!"

"Sakit dong!"

"Woi, awas!"

"Kak Darkaaa!"

"Air panas-panas! Air panas-panas, minggir-minggir!" suara melengking yang familiar itu membelah kerumunan yang membuat Darka dan teman-temannya itu sesak.

Tia muncul dengan senyum lebar. Bibirnya amat merah seolah telah memakan bayi. Darka ikut melebarkan senyum, ia berdiri dan membuka tangannya lebar-lebar.

Maksud lelaki itu adalah memeluk Tia, namun rupanya Tia tak membalasnya. Justru merubah wajah menjadi dingin dan menampar Darka pelan.

Darka tersentak, matanya melebar. "Tia, maksud kamu apa?"

Tiga temannya pun ikut terkejut. Setahu mereka, Darka sama sekali tak menduakan atau lebih Tia. Sejauh ini hubungan mereka masih asri.

"Jangan bikin aku cemburu, dong. Kamu nanya nama salah satu dari mereka," kata Tia kecewa, sambil menunjuk kerumunan adik kelas yang kini hanya bisa diam sebab tahu kini Darka dekat dengan Tia.

Indah Dalam Kelam (Terbit)Where stories live. Discover now