chapter 20 (21+)

4.8K 303 32
                                    

Singto mengetuk laptonya dengan kesal. Tugasnya yang tidak kunjung selesai selama 2 hari ini membuatnya marah.
"Sial!" Makian frustasi nya keluar juga.

Tay yang diminta membantunya melihat Singto dengan bingung.
"Kau kemasukan apa Sing?"

"Kenapa aku tidak bisa mengerjakan hal semudah ini sih?!" Singto mengacak rambutnya kesal.

Tay mengalihkan pandangannya kembali ke arah monitor. Dia lebih suka mendiamkan sahabatnya disaat seperti ini. Percuma berdebat dengan Singto saat dia sedang kesal seperti ini.

"Cari angin saja dulu sana." Saran Tay dengan suara acuhnya.

Singto mengusap wajahnya kasar. Berdiri dan berjalan keluar ruangan menuju ke taman disekitar kampusnya. Merasakan angin malam menerpa wajahnya.

Mengetuk kepalanya pelan, Singto menghela napasnya kasar. Semua berjalan dengan baik dan sesuai keinginanya, lalu kenapa dia merasa kesal.

Mendapatkan seseorang yang sangat dia cintai selama beberapa tahun terakhir ini, bukankah itu sangat luar biasa. Hampir terasa seperti keajaiban.

Semua yang dia alami saat ini terasa seperti mimpi, apakah karena itu Singto selalu merasa takut dia akan terbangun dan semua akan hilang begitu saja.

Dirinya merindukan sosok yang sangat dia cintai hingga membuat dadanya terasa sesak. Bukakah dia berhak masuk lebih dalam ke dalam kehidupan Krist. Krist sudah memberikannya ijin untuk mengatakan apa yang dia rasakan. Kenapa Singto harus merasa takut lagi.

"Kau itu kenapa sih?" Suata Tay membuat Singto menoleh.

Singto hanya mencibirkan bibir dan mengangkat bahunya.

"Kau itu dari dulu tidak pernah berubah." Ledeknya.

"Apa maksudmu?" Singto menoleh ke arah Tay.

"Kau itu kebanyakan berpikir. Terlalu jauh seperti lensa super zoom" Tay tertawa sambil memperagakan saat dia memutar lensa kamera.

Singto membuang wajahnya, bersikap seperti anak kecil yang tidak mau mendengarkan.

"Kau boleh mempersiapkan kemungkinan terburuk supaya hatimu kuat. Tapi kalau aku sih, aku tidak akan membawa jas hujan di hari yang cerah." Tay tertawa kecil.

"Bagaimana jika di hari yang cerah itu tiba-tiba turun hujan?" Jawab Singto sambil menatap lurus ke arah jalanan.

"Maka aku akan belajar untuk menari di dalam hujan." Jawab Tay acuh.

Singto hanya terdiam tidak menjawab lagi. Tay menepuk bahunya pelan.
"Hal buruk pasti terjadi, tidak usah terlalu dipikirkan, saat kau terlalu sibuk memikirkan hal buruk maka kau akan melewatkan banyak hal bahagia yang ada di depan matamu."

Singto melirik sahabat karibnya itu dan tersenyum kecil.

"Sekarang katakan, kau kenapa?" Ledek Tay lagi.

"Aku rindu seseorang, terakhir berpisah sepertinya ada yang mengganjal."

"Ya telpon saja. Gampang kan." Tay mengangkat bahunya.

"Apa tidak apa-apa? Ini sudah malam." Singto memainkan handphone di tangannya.

"Krist itu laki-laki, memangnya kenapa kalau sudah malam?"

Singto membulatkan mata dibalik kacamatnya, menatap Tay dengat terkejut.

"Kenapa? Kau pikir aku tidak tahu?" Tay menjulurkan lidahnya.

Singto terdiam sesaat sebelum kembali bicara "Apa kau tidak merasa aneh? Atau jijik?"

"Semua hubungan pasti ada yang suka dan tidak Sing. Jangan repot memikirkan orang lain. Awasi saja yang harus kau awasi."
.

Say You Love Me (End)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum