PROLOG

23.5K 708 3
                                    

"Andra! Jadi, pekerjaan kamu selama ini tukang parkir?!"

"Nadia?! Nadia, kamu ngapain di sini?! Aku ... aku ...."

Aku berusaha meraih lengan Nadia—kekasih yang sudah lama menemani hari-hariku tanpa pernah tahu profesi apa yang membuatku selama ini bisa cukup makan tiga kali sehari.

Nadia tak mau mendekat, ia menjaga jarak. Sangat jelas ia tidak menerimaku, tampak dari kening yang mengerut serta tatapannya yang tampak terkejut. Ia mungkin tidak mau menerima kenyataan bahwa kekasih yang selama ini selalu ada untuknya adalah seorang tukang parkir yang serba berkecukupan.

"Jangan deket-deket. Jangan mendekat! Gue nggak mau tangan kotor lo nyentuh kulit gue. Malu-maluin lo!"

Setelah membentakku dengan kasar, Nadia berjalan pergi dari seonggok raga yang kini bergeming tak berdaya memaksa ia untuk tetap tinggal.

Aku sangat tahu keadaanku, tetapi aku juga mencintainya dengan seluruh perasaan yang ada. Sejak SMA hingga ia berkuliah di kampus ternama saat ini. Namun, aku tak melanjutkan ke universitas hanya karena tidak punya biaya. Entahlah, mungkin aku hanya ditakdirkan menjadi orang serba berkecukupan.

-II-

Suatu peristiwa terberat yang pernah kuhadapi di masa lalu membuat diriku trauma dengan hubungan romansa. Mulai saat itu, aku memutuskan bekerja keras melakukan apa saja. Aku mengerjakan semua hal yang bahkan tidak bisa aku lakukan. Hanya kegigihan dan ketekunan yang mampu membuatku mengalahkan semua ego dan rasa malas yang bergelimang di dalam diriku. Aku pikir Tuhan tidak akan pernah menjadikanku seseorang dengan kelebihan atau memiliki kekayaan melimpah.

Hingga pada suatu hari, aku mulai sadar untuk membuka bisnis kecil-kecilan. Mulai dari berjualan buku, bekerja di rumah-rumah tetangga, menjadi sopir, menjadi tukang ojek. Aku bahkan mengurangi pengeluaran harianku, meminimalisir porsi makan. Sampai pada suatu ketika, aku mulai berinvestasi, mencoba bisnis besar dengan risiko yang lebih besar pula.

Bisnis properti adalah kategori yang aku pilih. Setiap waktu, aku tak pernah menyia-nyiakan kesempatan. Mengikuti segala macam seminar kewirausahaan. Mengikuti pelatihan bisnis yang sekiranya dapat memberi ilmu bagiku di bidang yang sedang aku geluti.

Melampaui kemampuan sendiri adalah tujuanku saat ini.

-II-

"Andra ... maafin gue, maafin gue ...." Seketika tangis perempuan berambut lurus hingga punggung itu pecah di kesunyian ruang kantorku.

Sementara ia menumpahkan air mata yang bagiku tidak berarti apa-apa, aku hanya mengalihkan pandangan sambil menyaksikan riuhnya kota ini dari balik kaca yang membalut gedung besar tersebut.

Ia datang ketika aku telah menjadi seseorang, yang mungkin sudah pantas baginya untuk menjadi yang diakui. Meski begitu, aku masih ingat betapa dulu ia bahkan tidak ingin tangan kotorku menyentuh dirinya. Sangat disayangkan perempuan sepertinya kini mengemis maaf dengan sangat tertatih.

"Saya sudah memaafkan kamu."

"Jadi, kalau begitu, kita bisa—"

"Tidak. Memberikan kamu maaf bukan berarti saya juga harus menerima kamu sebagai kekasih seperti dulu," tandasku, masih tak mau menatap dirinya yang hancur, bersimbah air mata dengan begitu banyak penyesalan menelungkupnya.

Tangisnya makin jadi. Ia sudah mendapat maaf, tetapi mengapa ia menuntut lebih?

Aku berjalan melewati tubuh rampingnya yang terbalut gaun brokat panjang didominasi warna biru muda serta tas di lengan kanannya. Aku akui ia amat indah, tetapi tidak pantas untukku setelah sekian lama aku menyadari.

"Maaf, saya ada meeting hari ini. Seorang klien akan datang, kamu boleh pergi melewati pintu ini untuk keluar." Aku memutar kenop pintu, membukakan pintu untuknya. Nadia memandangku dengan sesal bergelimang kesal.

Tubuhnya yang begitu indah bergerak pelan, lalu melewati pintu hingga keluar dari ruanganku. Sebelum aku menutup kembali pintu, ia menatap ke arahku dengan keadaan hancur.

Tak ada kesempatan kedua untuk seorang pengkhianat di mataku. Aku tidak peduli dengan kata maaf yang begitu diucapkan lalu dilupakan. Semua paradoks, sewaktu-waktu pasti akan diulangi kembali.

Aku mungkin telah menjadi lelaki bergelimang harta, tetapi masalah tidak akan berhenti datang. Itu yang aku sadari saat ini. Bahkan masalah yang lebih pelik telah menunggu di depan sana. Ingin melahapku, mencengkeram kesombongan serta keangkuhanku ketika harta ternyata mengalahkan kerendahan hati yang dulu pernah aku miliki.

II--

I AM YOUR BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang