Akhirnya Shilla bisa bernafas lega saat dirinya melihat Ify sedang berjalan menuju kelasnya. Sedari tadi yang ia pikirkan hanya pada gadis itu, karena ia tahu Ify belum mengisi perutnya. Apalagi saat temannya itu mengirim pesan untuk menyusul dirinya, tapi sampai bel masuk bunyi Ify belum juga ke kanti. Shilla pikir Ify pingsan saat berjalan ke kantin. Tapi, jika dilihat dari wajahnya sekarang sepertinya Ify tidak mengalami apa yang dibayangkan oleh Shilla."Aduh Fy, lo kemana aja sih? untung Pak Husein belum masuk." Tiba-tiba Shilla langsung menyemprot pertanyaan, saat Ify baru sampai masuk kelas.
Ify tersenyum menampilkan sederet gigi putihnya, "Hehe...."
"Malah ketawa serius gue tuh, khawatir sama lo," decak Shilla.
"Khawatir kenapa?" tanyanya polos, sembari menduduki kursi.
"Lo itu belum makan Fy. Gue tungguin di kantin pas lo kirim pesan, tapi lo gak muncul-muncul sampe bel bunyi," beber Shilla. "Tadinya mau gue tunguin sampe lo datang ke kantin, tapi berhubung gue inget kalau sekarang pelajaran Pak Husein mungkin lo udah di kelas. Eh taunya belum datang juga, gue takutnya lo pingsan Fy," beber Shilla dengan nada khawatirnya.
Ify memeluk bahu Shilla, "Uuu sayang banget sama Shilla, baik banget sih? makasih yaa hehe...."
"Yaudah sekarang jawab pertanyaan gue, lo kemana?" Shilla kembali serius.
Ify mengigit bibirnya, "Ada urusan tadi hehe...."
"Urusan apa?"
"Adadeh deh, kepo lo!" Shilla mendelik.
Shilla menyernyit, "Kayanya sekarang lo lagi happy banget ya Fy? Beda banget sama tadi pagi."
"Apanya yang beda? Sama aja tuh."
"Beda, cerita dong sama gue." Shilla bisa membaca temannya itu, kalau wajahnya terlihat ceria pasti Ify akan menceritakannya.
"Tapi lo jangan kasih tau siapa-siapa ya?"
"Hm."
"Gue di ajak pulang sama kak Ozy," ucap Ify malu-malu.
"Hah kak Ozy? Apa ini berkaitan juga sama tadi pagi yang lo murung itu."
Ify terdiam, lalu megangguk, "Dikit."
Shilla menggeleng, ada-ada saja Ify.
"Kenapa bisa?"
Ify langsung menceritakan kejadiaan di mana ia mendapatkan pesan dari Ozy yang ingin menjemputnya sampai akhirnya Ozy meminta maaf dan ingin mengajaknya jalan berdua bersama Ify. Shilla jadi ikut senang mendengar cerita Ify. Ya walaupun awalnya ia ikut kesal pada Ozy, tapi cowok itu mempertanggung jawaban kesalahannya, sebagai gantinya dengan cara mengajak temannya itu jalan.
*****
Di kelas lain, XII MIPA 3 sedang tidak ada guru membuat seisi kelas menjadi ramai. Mereka memanfaatkan ini semua dengan cara bernyanyi, pukul-pukul meja. Namun, ada sebagian juga yang mengerjakan tugas dengan cara berkelompok.
Alvin, dia lah yang membuat onar pertama di kelas. Lalu, diikuti teman-temannya yang tak lain adalah Ray, Ozy, Cakka dan Rio. Namun, tak sampai situ Devan dan Vero pun mengikuti jejak Alvin dkk.
"Woy! Kalian semua bisa diem gak sih?!" teriak Zena, yang sudah tidak tahan lagi dengan keberisikan di dalam kelasnya itu. Namun, bukannya berhenti Alvin dkk malah semakin menjadi. Suara untuk bernyanyi pun semakin kencang di dengar, walaupun suara Alvin bagus tapi, jika bernyanyi itu dengan asal-asalan membuatnya pusing juga untuk di dengar.
Zena pun melemparkan pulpen yang ia pegang kepada Alvin.
Cowok itu berhenti, melirik siapa pemilik pulpen tersebut, "Eh punya lo kan ini?"
"Iya!" kata Zena dengan lantang.
Alvin pun turun dari meja, lalu berjalan ke arah Zena. Seketika keadaan kelas berubah menjadi hening, mereka takut jika Alvin berbuat macam-macam pada Zena. Apalagi Zena perempuan, sedangkan Alvin memiliki emosi yang bisa dibilang sudah untuk dikontrol. Zena lagi, ada-ada saja cari gara-gara pada Alvin.
Zena pun tidak berkutik saat Alvin benar-benar berjalan ke arahnya. Ia tidak takut, hanya saja deg-degan. Walaupun Alvin berjalan santai, tapi ia harus tetap waspada. Saat Alvin sudah ada di depan matanya, Zena pun memundurkan posisinya satu langkah.
Ingat Zena, walaupun lo gak takut. Tapi, lo tetep harus waspada.
Zena menatap Alvin dengan kewaspadaannya, "Ma-mau apa?"
"Ini punya lo kan?"
Zena mengangguk. "Iya."
Alvin tersenyum simpul, "Nih gue balikin, gue lagi gak butuh pulpen. Di tas gue udah punya lima." Alvin menunjukan jarinya pada Zena, lalu memberikan pulpen tersebut pada tangan Zena. "Maaf ya gue tolak, kayanya yang lebih membutuhkan lo deh bukan gue," ucapnya santai.
Zena melongo, sedangkan teman sekelasnya sudah tertawa keras.
Sebenarnya yang bego di sini itu siapa sih?
*****
Sesuai janjinya, Ozy menunggu cewek itu di parkiran. Dirinya sangat bersalah dengan Ify, sebenarnya bukan kemauannya juga saat tidak jadi menjemputnya. Sebenarnya tadi pagi itu Ozy sudah bersiap untuk menjemput Ify, tapi tiba-tiba ia mendapat kabar dari seseorang kalau salah satu keluarganya masuk rumah sakit. Jadi ia harus membatalkan janji tersebut. Namun, salahnya Ozy dia tidak mengirim pesan pada cewek itu. Mungkin karena terlalu fokus pada seseorang tersebut.
"Maaf ya kak Ozy, lama nungguinnya," ucap seseorang yang baru muncul di depannya.
"Iya gapapa kok Fy," Ozy tersenyum.
Seketika Ify kok jadi gugup gini ya? Apalagi ia masih tidak menyangka kalau cowok ini mengajaknya jalan.
"Yaudah kalau gitu, kita berangkat sekarang aja keburu sore juga."
"Btw kak Ozy mau ngajak Ify kemana ya?"
"Nanti juga lo tahu," Ozy memberikan senyumnya.
'Ini maksudnya gue di ajak kencan?' bantin Ify.
Setelah itu keduanya menghilang dari area parkir sekolah menuju tempat yang masih belum Ify ketahui. Ia hanya mengikuti saja kemana mobil ini berhenti.
*****
To Be Contonue
Gimana sama part ini? :)
Silahkan beri kritik dan saran
Terimakasih.
Follow ig: Amregitaa
KAMU SEDANG MEMBACA
The Possibility Of Love [END]
Teen Fiction#560 in Teen Fiction [ 20 February 2017 ] CINTA? 1 Kata Banyak Cerita Awalnya aku hanya Kagum, tapi jadi Benci. Setelah itu menjadi Cinta. Dan Aku simpulkan bahwa CINTA itu..... MISTERI!