Kecanggungan Lya

5 0 0
                                    

Ini cuma kecanggungan kesekian kali yang terjadi antara gue dan Lya.

Jadi ceritanya, ntahlah apa yang terjadi sampe Cis sama Lya jadi kenalan yang dekat banget sampai Cis maksa supaya Lya bisa ikutan acara makan malam keluarga besar gue di acara ulangtahun Gadis besok. Gue ngga ngerti apa yang ada dipikiran dia waktu ngajakin Lya buat ikut. Dan gue lebih habis pikir lagi sama Lya yang mau terima ajakan Cis. Gue kira dia juga ngga suka berdekatan dengan gue makanya dia selalu bikin kecaggungan diantara kami berdua kan?

Dan dari tadi gue hanya melongo melihat interaksi Lya dan keluarga gue.

Ingat seaneh apa obrolan pertama gue dan Lya waktu dia pernah nyebut dirinya Monster Gunting Kuku dulu? Ini lebih aneh dari itu, karena dia interaksikan langsung ke orangtua gue. Bayangin, Bapak Rudi Sapadi dan Ibu Nike Widya dikasih candaan krik-krik. Malah gue yang hanya denger dari jauh, tengsin banget sama si Lya. Gini-gini,

"Halo, Om." Sapa Lya sambil menjabat tangan bokap gue, setelah melakukan hal yang sama ke nyokap.

"Iya-iya," balas bokap gue sambil tersenyum. "Jadi kamu juga temannya Gibran katanya?"

"Iya, Om."

"Cantik ya, Pa." Puji nyokap.

Bokap mengangguk pelan. "Teman kantornya, ya?" Interograsi bokap lagi.

"Bukan, Om. Saya sebenarnya teman dari kecilnya Inka, lalu Inka yang kenalkan saya dengan Gibran,"

"Oh, teman Inka ya!" Jawab bokap dengan semangat yang berlebihan. "Satu kampung halaman berarti sama Inka? Dari Batam?"

"Iya, Om."

"Saya pernah jadi orang Batam loh dulu, selama lima tahun lebih lah. Orangtua kamu gimana?"

"Alhamdulliah masih, Om."

"Masih apa?"

"Bapak masih laki-laki, Ibu masih perempuan."

"Hahahahahaha. Saya suka, saya suka ini."

See? Untung aja jokesnya bokap gue ngga lebih receh dari Lya. Setelah tahu Lya sereceh itu, langsung aja dua orang beda generasi itu langsung akrab ngobrol hal dari yang ngga penting sampe hal paling receh sedunia. Sedangkan tampang nyokap dipasang seakan-akan salut ngelihat akhirnya sang suami menemukan yang satu spesies dengannya. Terus beliau asyik melemparkan pandangan ke gue ngga lupa dengan senyum tipisnya yang mencurigakan.

***

Kembali kesuasana kecanggungan yang mencekam antara gue dan Lya di dalam mobil. Serius dari tadi gue udah kehabisan kata-kata buat mengutuk Cis yang sengaja bikin kesempatan kayak gini terjadi. Paling bisa dia bilang kalo mobil Jazz ini terlalu kecil dan kalo dipenuhin malah bikin sesak penumpang didalamnya, yang langsung gue bantah dengan bilang 'kan bisa buka jendelanya, Buncis!'. Tapi nyatanya, kalimat itu harus nyangkut di kerongkongan dan ngga pernah gue keluarin.

Entahlah, kadang gue suka menantang diri gue buat terus berdua dengan Lya. Gue penasaran apa yang bisa gue lakuin supaya anak ini bisa terlihat biasa aja dengan gue sama kayak dia biasa aja berinteraksi dengan orang lain selain gue. Gue juga mau lihat sejauh mana dia ngerasa ngga nyaman sama gue sampai dia betah terus-terusan canggung dekat gue.

Dan seperti yang sudah-sudah, gue menyesali kecanggungan terkutuk ini.

Karena sebenarnya pun gue ngga pernah suka berada di situasi-situasi canggung kayak gini. Sial. Kalo berduaan sama Lya, gue selalu aja kehabisan kata-kata buat mulai percakapan duluan. Dia kayak nyumbat jalan berpikir gue. Dan gue frustasi ngeliat begitu santainya dia di kebisuannya sendiri.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 09, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Ini Serius?Where stories live. Discover now