Terima Kasih - 22

24 1 0
                                    

"Halo Mbak Lea," sapa suara riang yang berhasil membuat mata bengkak Lea terbuka sepenuhnya. Suara dari seseorang yang sudah Lea rindukan keberadaannya karena hampir 4 bulan ia tak bertemu. Bima, adik kecilnya. Ah, mungkin sudah tak kecil lagi. Bima sudah duduk dibangku kelas 4 dan kali ini Lea melewatkan tumbuh kembangnya. Tak seperti dulu saat masih berada di satu atap yang sama.

Terakhir mereka bertemu dan bertatap muka, saat ia pulang ke rumahnya. Saat liburan akhir semester. Itupun hanya hitungan hari, tak sampai seminggu. Karena jujur, Lea tak kuat tetap berada di sana. Di tempat penuh kenangan menyenangkan sekaligus menyakitkan bagi dirinya. Hanya 4 hari Lea bertahan di rumahnya, setelahnya ia pamit kembali ke kosan dengan alasan ada pekerjaan mendadak. Padahal, jadwal liburnya masih tersisa dua minggu lamanya.

"Mbak Lea," suara Bima kembali menarik kesadarannya.

"Iya Bim," jawab Lea dengan suara serak.

"Mbak Lea sudah bangun?" Tanya adiknya polos.

Lea menguap sebelum menjawab, "sudah, ada apa?" Tanyanya lagi.

"Mbak Lea gak pulang?" Pertanyaan yang selalu Bima lontarkan saat mereka bertelepon. Bahkan, pertanyaan 'ini' juga terlontar setelah seminggu kepulangannya dari rumah.

"Belum bisa pulang Bim," jawabnya. "Mbak Lea lagi banyak pekerjaan," jelasnya.

"Yah," desah kecewa sang adik mengusik perasaan Lea. Perasaan bersalah karena harus menyakiti adiknya demi kebahagiaannya sendiri. Walau nyatanya, ia masih juga belum merasa bahagia. "Mbak Lea," panggil Bima lagi.

"Ya Bim, ada ap......"

"Aku kemarin ketemu Mas Jovan," jelas Bima bahkan sebelum Lea menyelesaikan ucapannya. "Ketemu di depan tempat les. Mas Jovan lagi jemput, gak tau siapa terus aku panggil Mas, Mas, Jovan..." dan setelahnya tak ada lagi kata-kata Bima yang dapat Lea dengar. Bukan karena sambungan telepon yang terputus, melainkan telinganya yang berdengung sekarang.

Haruskah ia menangis lagi? Walau semalam, selepas dari pertemuannya dengan Bayu dan Gala, yang malah ia buka sendiri luka lamanya. Menangisi orang yang sama seperti semalam? Setelah lebih dari setahun?

Tak ada kata yang bisa Lwa ucapkan hingga panggilan telepon berakhir dengan sendirinya.

-

Lea

Satu pesan masuk pada ponsel Lea ketika ia baru saja masuk ke kamarnya.

Iya Gal
Sent 19.49

Balasnya.

Gala mulai menghubungi Lea sejak mereka pergi makan malam bersama Bayu juga waktu itu. Entah Gala mendapat nomornya dari mana.

Gala
Sudah dengar kabar?

Kabar dari siapa?

Gala
Bu Resti.
Tentang kos.

Sudah Gal
19.55

Centang satu.

Nomor Gala kembali tak aktif seperti sebelumnya. Mengingat ini hari kerja dan pasti Gala tengah berada di tempat yang minim sinyal.

Tentang kos yang disampaikan Gala. Lea jadi sedih mengingatnya.

Bu Resti akan mengikuti anaknya keluar daerah. Tinggal dengan anak semata wayangnya yang sudah hidup lebih dari berkecukupan di sana. Bisa bayangkan, apa yang terjadi pada penghuni kos yang lain? Iya mereka harus pindah kos. Mencari tempat tinggal baru, karena Bu Resti akan pindah mengikuti anaknya.

Menyebalkan sekali. Rasanya baru sebentar Lea menemukan keluarga baru. Orang-orang baik, ramah, dan menyenangkan yang selalu berhasil membuatnya tertawa dan tak merasa sendirian.

Namun, sekarang ia harus meninggalkan mereka. Bukan meninggalkan, tetapi berpisah dengan mereka.

Bu Resti sudah bilang pada anaknya bahwa ia mau di sini saja. Tetapi, anak semata wayang bu Resti menolak. Ia ingin ibunya, orang tua satu-satunya yang ia miliki menghabiskan sisa hidupnya dengannya. Tetapi, karena terkendala pekerjaan dan tanggungjawab, ia tidak bisa meninggalkan tempatnya sekarang.

Saat bercerita tadi, bu Resti menangis begitu juga dengan yang lainnya. Ia sangat menyayangi rumah ini, rumah peninggalan suaminya. Banyak kenangan indah di sini dan harus dilepaskan begitu saja. Tetapi, mau bagaimana lagi? Bu mencoba mengerti kemauan anaknya. Anak semata wayangnya hendak menjalankan kewajibannya sebagai seorang putra. Akhirnya, ia mengalah dan mengikuti anaknya dengan catatan rumah ini tidak di jual.

Masih dengan menangis tersedu, beliau juga minta maaf karena akan menutup kos ini. Ucapan beliau berhasil membuat semua penghuni kos menangis dan memeluk beliau erat, termasuk Lea.

"Le, sudah tidur," sebuah kepala menyembul di pintu kamarnya yang terbuka sedikit.

"Belum Mbak," jawab Lea kepada mbak Maya.

"Keluar kamar yuk," mbak Maya mengajaknya keluar kamar. Sudah pasti, untuk berkumpul dengan teman-temannya yang lain.

Mengangguk, Lea menyetujuhi ajakan mbak Maya. Ia kemudian meletakkan ponsel di kasur dan beranjak keluar.

Ketika ia keluar, ponselnya bergetar. Menunjukkan satu pesan masuk di dalamnya.

Aku turut sedih mengetahuinya.

Terima KasihWhere stories live. Discover now