Page 3: Leery

28 5 0
                                    

Bab 3 – Leery

Meskipun telah beristirahat sejak pagi di UKS, namun perasaan aneh tetap tidak hilang dari dadanya. Alhasil, Akari kembali memaksakan diri, meskipun ia sudah dilarang oleh sang sepupu untuk datang dan hadir di sekolah. Tiap kali melihat bangku Eri, rasa sesak selalu memenuhi dada milik Akari. Tentu saja, hal tersebut membuat gadis itu terheran-heran, biasanya ia adalah sosok yang tidak terbawa akan emosi. Namun, kali ini berbeda.

Adegan Eri yang loncat dari atas gedung, terlebih lagi dari lantai lima, seolah menyalakan switch memori milik Akari. Sesuatu yang familiar, tapi menyakitkan. Lantas, gadis itu kembali kehilangan keseimbangannya akibat detak jantung yang berdegub lebih cepat dari biasanya. Akari mendecih pelan, bersandar pada dinding dan mulai berandai-andai, "Apakah pesan terror itu ... ada hubungannya dengan kasus bunuh diri Eri?"

Ketika pernapasannya sudah stabil, Akari bangkit dan dengan pelan berjalan kembali ke kelas. Ia tidak memiliki nafsu makan, tapi tubuhnya memerlukan nutrisi agar tetap hidup. Meskipun telah terjadi insiden yang menggemparkan dan kasus tersebut ditetapkan sebagai kasus bunuh diri oleh polisi sendiri, namun ada yang aneh. Seperti, bagaimana bisa gadis yang dulunya terlihat tak memiliki masalah itu, dalam sekejap hilang dari peredaran?

Tak masuk akal.

Memang benar kalau Akari cenderung untuk tidak memperhatikan orang-orang di sekitarnya apalagi yang bukan kerabat darinya. Namun, Akari mendapati keanehan seperti tingkah histeris dari Eri dan sebuah kejahilan yang sebenarnya merupakan bentuk bullying. Walaupun dari sudut pandang Akari, Eri adalah orang yang penakut, tapi gadis itu terlihat tidak memiliki hysteria selama dua tahun sekelas dengannya.

Lamunan Akari pun terhenti, dengan segera lengannya membuka pintu kelas dan melangkah masuk. Mengapa semuanya terlihat seperti biasa saja? Bahkan tiga hari pun belum berlalu semenjak kejadian itu, batin Akari risih ketika mendapati sikap santai dari teman-temannya.

"Ada apa, Kujou-san?" tanya sang ketua kelas, pemuda yang memiliki warna rambut almond tersebut menatap ia dengan keheranan. Iris hijau muda itu seolah meminta penjelasan atas dirinya yang tengah berdiri di tengah jalan masuk. Menerima pertanyaan basa-basi itu, Akari hanya menggeleng pelan sebagai jawaban dan membiarkan sang ketua kelas untuk lewat.

"Apa maksudmu yang ada apa? Semuanya aneh," gumam Akari seraya menghela napas dan berjalan menuju bangkunya. Ia duduk di tengah, berdekatan dengan jendela, namun bukan tipikal main character seperti yang selalu disebut-sebut oleh Takuma.

Yakisoba yang ia beli, lekas saja ia buka bungkusnya. Kemudian, Akari mulai memakan roti isi tersebut. Yakisoba bukanlah kesukaannya, tapi ia sembarangan saja mengambil apa yang disediakan oleh kantin karena terlalu larut akan pikirannya, "Pesan itu berisi membayar dosa masa lalu, memang apa yang telah dilakukan oleh Kirihara-san sampai harus mendapatkan perlakuan seperti itu?"

Bukan dirinya sama sekali untuk bersedia memikirkan orang lain. Hanya saja, kilasan balik yang tak kunjung berhenti berputar itu, ingin sekali ia hentikan. Akari harus mendapatkan jawaban atas tindakan pelaku. Akari menolehkan kepalanya, berniat untuk melihat bangku Eri sekali lagi, namun malah menemukan senyuman lebar di wajah Takuma.

"Bisa tidak, kau berhenti mengagetkanku, Taku?"

"Whoops, maaf! Tapi, aku sudah berada di sini semenjak kau membuka yakisoba itu, lho," balas Takuma tanpa menghilangkan senyuman tak bersalah tersebut dari wajahnya. Lekas saja, ia mengambil kursi kosong di belakang Akari, kemudian duduk seenak jidat dan mendengkus kesal. Ia membuka cola miliknya seraya kembali melanjutkan perkataannya, "jadi, apa tadi Nishiyama hadir di kelas? Oh, dan bagaimana keadaanmu? Sudah sehat, 'kan?"

Suicidal Message [✓]Where stories live. Discover now