1. Kali Pertama

478 9 28
                                    

Karena kamu ingin tahu ceritanya, jadi bagaimana kalau kita mulai dari awal?

"Pemberhentian berikutnya, Semanggi. Periksa kembali barang bawaan Anda dan hati-hati melangkah. Terima kasih," bunyi pengumuman di dalam bus Transjakarta membuyarkan lamunanku.

Pintu bus terbuka dan aku melangkah keluar. Iya aku, cewek 22 tahun dengan kemeja kuning muda motif bunga-bunga dan rok hitam selutut yang sudah siap menjadi wanita kantoran.

Teriknya matahari siang ini seperti akan melelehkan aspal di sepanjang jalan kota Jakarta, namun tetap saja tak menghalangiku untuk keluar rumah. Ini merupakan hari bersejarah bagiku. Ah, lebay ya? Tapi memang begitu.

Sepatu pantofel hitam dengan hak 10 CM juga tak berhasil menghalangiku untuk mengitari panjangnya jembatan Transjakarta Halte Semanggi. Walau agak menyesal, sih. Harusnya aku bawa sandal ganti.

Dan aku pun sampai.

Lantai 12 gedung yang sebentar lagi akan jadi kantor baruku, sekaligus jadi kantor pertamaku.


"Permisi Pak, saya ada janji dengan Ibu Dela," ujarku pada petugas security yang berjaga di meja tamu.

"Oh, baik. Mohon ditunggu di sini ya, Mba," jawabnya sambil mengarahkanku duduk di sofa tamu yang tak jauh dari sana.

Sambil menunggu, aku cek lagi dokumen-dokumen yang sudah kusiapkan. Tak lama, datang seorang laki-laki. Usianya mungkin sebaya denganku.

Dia. Kulitnya kecoklatan sewajarnya anak laki-laki yang banyak bermain di bawah sinar matahari. Walaupun begitu, ia masih terlihat cocok dengan kemeja putih lengan panjangnya. Rambutnya rapi, seperti memang sudah diberi pomade atau sejenis minyak rambut, dan sedikit kumis tipis menghiasi wajahnya.

Kemudian ia duduk tepat di sebelah kananku. Sepertinya ia juga tamu yang sedang menunggu seseorang.


"Maaf, ada pulpen nggak?" ujarnya sesaat setelah duduk.

"Oh, ada," jawabku seraya mengeluarkan pulpen hitam dari dalam tasku dan memberikan padanya.

"Pinjam ya, sebentar," kemudian ia sibuk dengan dokumen-dokumennya.


"Makasih ya," ujarnya tak lama, sambil mengembalikan pulpenku.

"Sama-sama. Mau ketemu Bu Dela juga?" tanyaku melanjutkan pembicaraan.

"Iya."

"Mau interview, ya?" tanyaku lagi.

"Oh, nggak. Udah diterima, sih. Ini mau ngasih berkas-berkas sama mau tanda tangan Offering Letter," jawabnya.

"Oh! Sama dong," ujarku sedikit bersemangat.

"Ohiya? Diterima bagian apa?" sambutnya, yang juga terlihat sedikit kaget.


Sekitar dua atau tiga pertanyaan basa-basi lainnya kami lontarkan, sampai kami lupa untuk saling berkenalan.

"Ohiya, namanya siapa?" ujarnya sambil mengulurkan tangannya padaku. Tatapannya tegas, walau dihalangi lensa kacamata kotak yang cukup tebal dengan bingkai hitam polos.

"Ehiya... Rena," jawabku sambil menyambut uluran tangannya.


Ia tersenyum, memperlihatkan lesung pipi di pipi kanannya. Manis, pikirku. Jarang kutemui laki-laki dengan lesung pipi.

"Robby," ujarnya.


— Jakarta, 15 Maret 2019

R.


***


Pada penasaran nggak nih, sama sosok Robby? Ikutin terus yaa 😊

Senandika RenataWhere stories live. Discover now