3. Kamu yang Sedingin Es

342 6 30
                                    

Lolos seleksi dan diterima bekerja di Bank Nirwana—salah satu bank terbaik di Indonesia—adalah bagian dari mimpiku yang menjadi kenyataan. Tentu kesempatan ini tak akan aku lewatkan, walaupun perbankan adalah dunia yang cukup asing bagiku, lulusan Teknik Informatika. Aku sudah siap untuk petualangan baru, mengenal istilah-istilah baru, dan bertemu teman-teman baru.

Ohiya, Robby rupanya juga lulus dari jurusan yang sama denganku. Karena itulah kami ditempatkan di kelas yang sama. Entah ini kebetulan apa lagi, bisa-bisanya. Teman-teman sekelasku lainnya ternyata juga memiliki background yang cukup berbeda dari dunia perbankan. Ada lulusan Teknik Kimia, Teknik Lingkungan, Arsitektur, Statistika, dan banyak lagi. Jadi, sesi training inilah yang akan mengenalkan kami lebih dalam tentang dunia perbankan.

Setelah dua hari menjalani training di kelas, kurasakan kalau Robby itu cueeeeeek banget. Seperti hari ini, hari Sabtu pertama kami.


07.00 WIB

Sabtu pertamaku di tempat pelatihan. Ya, hari Sabtu pun aku tetap masuk. Setiap Sabtu, peserta MTP harus mengkuti ujian, atau kami menyebutnya Post Test. Materi yang diujikan adalah materi yang dipelajari dari hari Senin sampai Jumat. Istimewanya, hari Sabtu kami boleh pakai baju bebas, tidak harus seragam training kami.

Pagi ini, sepertinya aku datang terlalu cepat. Dari gerbang sampai halaman utama gedung, tidak kutemukan seorang pun peserta. Padahal di hari biasa, tempat ini sangat penuh oleh peserta pelatihan, bahkan dari institusi lain.

Namun tak apa, aku suka. Halaman gedung yang asri ini jadi bisa kunikmati sendiri. Mungkin aku lebih suka menyebutnya taman. Areanya cukup luas, dikelilingi oleh banyak tanaman hijau. Di tengah taman ada semacam saung bundar untuk tempat duduk-duduk. Di sekelilingnya, terdapat beberapa meja payung seperti di cafe-cafe, serta beberapa meja dan kursi kayu lainnya.

Karena pintu kelas masih dikunci, aku pun duduk di salah satu kursi di pinggir taman. Sabtu yang sejuk, diiringi rintik-rintik hujan dan pusingnya mencerna materi untuk Post Test pertamaku. Sambil menunggu teman-teman datang, aku baca lagi dokumen materi dari handphone-ku.

Saat sedang asyik membaca, tiba-tiba ekor mataku seperti melihat ada yang datang dari arah kiri. Benar saja, sekilas kulirik dia sedang berjalan menuju ke arahku, sekitar 20 meter jaraknya. Dengan kemeja biru kotak-kotak, celana jeans warna khaki dan tas ransel Bodypack abu-abu. Tanpa menengok, aku pun sudah tahu.

Iya, Robby. Siapa lagi?

Namun aku pura-pura tidak melihatnya dan melanjutkan kesibukan dengan handphone-ku. "Masih jauh. Nanti saja jika sudah dekat, akan kusapa," begitu pikirku.


"Eh Rena! Pagi banget datengnya," ujar Robby ketika tiba di hadapanku.

"Iya, tadi nggak macet jalanannya," jawabku. Dalam angan.

Haha! IYA. Itu hanyalah percakapan halu yang aku ciptakan dalam kepalaku. Jangankan menyapa, kenyataannya dia hanya berjalan melewatiku. Tanpa menoleh SE-DI-KIT pun ke arahku!

Kamu tahu? Detik-detik saat dia berjalan di hadapanku, rasanya seperti ada hembusan angin yang dingin sedingin es. Whuuuz! Dingin sekali sikapnya.

— Hei, Robby. Kita sudah saling kenal kan? Atau kamu tidak melihatku? Tidak ada manusia lain loh di taman itu, kecuali aku. Masa nggak lihat, sih?


Tapi kamu salah kalau mengira aku akan diam saja. Rena si cewek super ini malah beranjak dari kursi dan mengikuti orang yang baru saja tak menghiraukan kehadirannya. Robby pasti menuju ke arah kelas, pikirku.

Kelas untuk Post Test letaknya tak jauh dari taman. Sebentar saja, aku langsung mendapati Robby yang sedang berusaha membuka pintu kelas sambil mengintip dari kaca pintu.


Dingin

Dingin

Dingin

Kamu dingin!

Namun aku keras kepala


"Masih dikunci ya, pintunya?" tanyaku dari belakang. Kali ini betulan, bukan percakapan halu.

"Eh! Iyaa," jawab Robby yang terlihat kaget dengan kehadiranku.

— Kenapa? Kaget ya, diikuti oleh orang yang tadi kamu lewati begitu saja?

"Tunggu sini dulu aja lah," lanjutnya sambil duduk di salah satu kursi yang berderet di luar kelas.

Aku pun duduk selang satu kursi di sebelah kanannya. Kami dipisahkan oleh tas ransel abu-abunya yang ia letakkan di atas kursi. Untuk memecah keheningan, aku pun bertanya tentang beberapa materi yang belum kumengerti.

"Pusing banget deh gue, hafalannya banyak banget. Pas kuliah nggak belajar begini," ujarku.

"Iya, aku juga baru belajar semalam," jawabnya dengan logat khas batak. Ya, dia memang lahir dan besar di daerah Toba, Sumatra Utara. Tak heran jika logatnya masih kental sekali.

Berbeda denganku, yang sejak lahir sudah di Jakarta. Aku masih sedikit asing berbicara dengan teman laki-laki yang menyebut dirinya 'aku'. Tapi sepertinya dia memang terbiasa mengatakannya. Baiklah.

"Ohiya Rob, FTP kepanjangannya apa ya?" tanyaku.

"Fund Transfer Pricing," jawabnya serius, mengarah pada salah satu materi tentang perbankan yang akan diujikan hari ini.

"Ooh, kirain itu... File Transfer Protocol," ujarku bercanda, mengarah pada istilah yang tentunya lebih dikenal di dunia IT, dunia kami saat kuliah. Sama sekali tidak ada kaitannya dengan materi ujian hari ini.

"Hahahaa... Beda itu!"

Ahaha! Makasih, ya. Padahal kuakui itu garing banget. Aku sendiri tak sadar kenapa harus lawakan garing itu yang terucap dari bibirku. Jika aku sedang lomba stand up comedy, mungkin aku sudah tereliminasi hari ini.

Tapi dia tertawa. Terlepas dari apakah memang lucu menurutnya, atau dia hanya berusaha menghargaiku, dia tertawa.

Dan lesung pipi itu terlihat lagi.


— Gitu dong, ketawa. Jangan dingin-dingin lagi, ya. Hari ini pertama kalinya aku membuatmu tertawa.

Kamu tahu? Aku bisa membuatmu tertawa lebih sering lagi. Kita lihat nanti, ya.


— Jakarta, 30 Maret 2019

R.


***


Hai! Apa kabar bestie? Akhirnya aku update lagi, nih.

Ternyata Robby orangnya cuek. Meluluhkan hati cowok cuek emang cukup sulit ya, bestie. Tapi tenang, Renata pantang menyerah kok. Renata udah menyiapkan 1001 cara meluluhkan hatinya Robby. Penasaran? Ikutin terus yaa 😊

Senandika RenataWhere stories live. Discover now