Bagian 4

881 160 6
                                    

Sudah dua hari Rubi mengurung diri di kamar. Tidak berangkat sekolah, saat ibunya bertanya dia bilang dia hanya sakit. Benar dia memang sakit, tapi bukan fisiknya melainkan hatinya.

Ini memang bukan kali pertama hatinya patah olehnya. Arvin selalu berhasil membuat setiap keping dari hatinya patah menjadi serpihan yang tidak bisa untuk menjadi utuh kembali. Namun kali ini berbeda, Arvin menghancurkan serpihan hatinya menjadi debu halus yang rapuh.

Dia menatap nanar jejak kenangan antara dia dan laki-laki itu. Rubi telah mengumpulkan mereka pada kotak sedang, benda-benda yang menjadi bukti jika Arvin pernah membuatnya sangat bahagia, sebelum akhirnya laki-laki itu  membuatnya terluka berulang kali. 

Lagi, lagi dan lagi air matanya jatuh, tapi dia bersumpah untuk semua air mata yang lebih dulu dia keluarkan untuk Arvin ini adalah terakhir kalinya dia menangis untuk dia.

Setelah puas menangis dia menyambar kunci motor matiknya, dia bertekad untuk mengembalikan semua barang-barang itu pada Arvin, mungkin itu hanya alasan agar dia untuk melihatnya Arvin setidaknya untuk terakhir kali. Sebelum dia benar-benar menutup lembaran cerita dia dan Arvin. Rubi memiliki prinsip, jika memulai dengan baik-baik maka dia juga harus mengakhirinya dengan baik-baik. Meski Rubi sangat sadar, hatinya tidak akan baik-baik saja.

"Bi, mau kemana?" tanya ibunya.

"Keluar bentar Ma."

"Katanya sakit?"

"Udah mendingan Ma, Rubi mau nggembaliin barang temen."

"Oh ya udah, hati-hati ya. Jangan ngebut bawa motornya!"

"Siap!"

Rubi berpikir jika air matanya tadi adalah yang terakhir, tapi dia salah. Buktinya hingga kini air matanya tidak berhenti keluar. Perlahan pandanganya menjadi kabur. Saat konsentrasi hilang, dia tidak sadar sebuah truk besar sudah berada di depannya.

🚻🚻🚻🚻🚻🚻🚻🚻🚻🚻🚻🚻🚻

"Jadi Rubi kecelakaan?" tanya Arvin memastikan.

"Iya, dia sempat koma tiga bulan. Ibunya bahkan sampai jual rumah buat bayar biaya rumah sakit."

Arvin terdiam. Dia sadar bahwa kesalahan yang dia pikir kecil, telah menghancurkan hidup seseorang. Memang tidak secara langsung, tapi dia adalah penyebab Rubi kecelakaan. Begitu yang dia tangkap dari cerita Mita.

"Setelah Rubi sadar dia kehilangan ingatan dia, tapi seiring berjalanya waktu dia kembali ingat. Mungkin elo adalah bagian yang enggak Rubi ingat!"

"Makasih udah ngasih tau gue!"

"Tapi gue minta tepati janji lu! Jangan dekati Rubi lagi, aku berusaha bikin dia inget sama lu lagi. Karena lebih baik untuk dia nggak inget siapa lu!" ujar Mita sebelum akhirnya dia berdiri untuk bersiap pergi.

"Bro, gue duluan ya!" pamit Yuta lalu menyusul calon istrinya itu.

Arvin menatap kosong kepergian sepasang kekasih itu. Mungkin semua yang dia alami selama tujuh tahun adalah karma atas perbuatannya pada Rubi.

***

Dia sudah berjanji untuk tidak menemui Rubi. Namun tanpa dia sadari, dia sudah berada di depan gedung apartemen gadis itu. Sudah lebih dari dua jam, dia di sana.  Hanya berdiam di dalam mobilnya. Sesekali melihat ke sekililingnya, dia berharap setidaknya untuk terakhir kali dia ingin melihat gadis itu.

Tok ... Tok ... Tok

Arvin terkejut saat tiba-tiba ada yang mengetuk jendela mobilnya. Dia menurunkan kaca mobilnya dan menampakan seorang gadis dengan rambut dicepol asal, lengkap dengan celana training dan kaos ukuran bis size berwarna hijau. 

"Maaf, sepertinya mobil Anda parkir di tempat yang tidak tepat!" ujarnya.

Arvin hanya menatap gadis itu tanpa berkata apapun. Rubi, gadis itu adalah Rubi.

"Hello!" Rubi melambai-lambaikan tangannya karena merasa tak digubris oleh lawan bicaranya.

"Eh ... Oh, maaf!" ucap Arvin gugup.

"Kamu, laki-laki aneh itu, kan?" Rubi memastikan, tapi Arvin tak memberi jawaban. "Akh benar, itu kamu!  Ngapain kamu di sini? Masih ngira aku mantan pacar, kamu?"

"Bi, kepo kamu masih belum berubah ya!" batin Arvin.

"Eh malah bengong!"

"Maaf, tadi lewat sini dan tiba-tiba ingat kamu tinggal di sini," dustanya. Karena dia memang tidak hanya lewat, tapi memang datang ke tempat ini.

"Oh begitu! Ya udah, lebih baik kamu pergi! Sebelum di samperin satpam!" Kemudian Rubi melangkah meninggalkan mobil Arvin.

"Tunggu!" Rubi menghentikan langkahnya. Arvin keluar dari mobilnya. "Mau nggak temani saya makan malam!" ucap Arvin hati-hati.

"Maaf tapi saya nggak makan malam dengan orang asing!" tolak Rubi tegas.

"Sekali saja, anggap saja sebagai ucapan terima kasih. Saya belum mengucapkan terima kasih dengan benar waktu itu!"

Rubi berpikir sebentar. Menemani laki-laki itu makan malam, dengan kata lain dia akan di traktir makan. Itu artinya dia bisa menghemat uang untuk makan malam, tapi bagaimana jika orang itu menculiknya? Lalu menjualnya? Rubi segera memukul kepalanya. Menghilangkan semua pemikiran anehnya. Lagi pula, jika laki-laki itu ingin menculik wanita untuk dijual, pasti akan memilih wanita yang cantik dengan proporsi tubuh yang bagus. Tidak seperti dirinya.

"Oke, tapi dekat sini saja!"

"Setuju!"

Sebuah warung makan Padang menjadi pilihan Rubi. Selain karena dekat dengan apartemennya, di sini juga ramai, jadi seandainya benar laki-laki berniat buruk dia pasti akan berpikir ribuan kali untuk melakukan kejahatan di tempat seramai ini.

"Nggak apa-apa kam kita makan di sini?" tanya Rubi pada Arvin, karena Arvin hanya diam di depan rumah makan Padang yang Rubi pilih.

"Bukannya kamu nggak suka masakan Padang?" tanya Arvin tanpa sadar. Setahu Arvin, Rubi tidak menyukai masakan Padang.

"Dari mana dia tau?"  batin Rubi.

"Su-su-suka kok!"

Rubi berbohong, itulah yang Arvin tangkap dari nada bicara gadis itu. Akhirnya dia menyadari, Rubi memilih rumah makan Padang karena di sini tempatnya ramai.

"Gimana kalau kita makan nasi goreng aja!" tawar Arvin, sambil menunjuk tukang nasi goreng yang ada di seberang jalan. Rubi berpikir sejenak, dia memang lebih menyukai nasi goreng dibandingkan masakan Padang.  "Tenang aja di sana juga ramai kok, kalau kamu takut aku nyulik kamu!"

"Ya udah deh, kalau kamu maksa!"

Rubi melenggang meninggalkan Arvin. Seulas senyum terlihat samar di wajah Arvin.

"Dia masih sama  seperti Rubi yang aku kenal dulu. Tapi sayangnya dia tak lagi mengenaliku."

🍂🍂🍂
TBC

Hello guys, maaf lama nggak update.

Biasa mood aku buruk belakang ini. Jadi nggak update.

Happy reading.


Missing Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang