Bagian 5

858 148 8
                                    

Arvin menatap Rubi yang terlihat begitu menikmati nasi goreng yang dipesannya. Cara dia makan, makanan yang dia pesan, Arvin menyadari semua masih sama. Terbesit sedikit penyesalan dalam hatinya, andai dulu dia tidak mematahkan hati Rubi, mungkin dia masih menjadi bagian dari hidup Rubi. Setidaknya menjadi bagian dari kenangan dalam ingatan gadis itu.

"Kok kamu nggak makan? Nggak pernah makan di pinggir jalan, ya?" tegur Rubi yang membuat Arvin segera mengalihkan pandangannya.

"Sok tau!" 

"Itu buktinya masih utuh!" Rubi menunjuk piring Arvin yang masih penuh.

"Oh ini ...." Arvin mencoba mencari alasan. "Aku lebih suka nasi goreng yang sudah agak dingin!"

' Aku lebih suka nasi goreng yang sudah agak dingin.' Kata-kata yang baru saja Arvin ucapkan berputar di kepalanya. Rubi merasa jika dia pernah mendengar seseorang mengatakan kalimat yang sama. Sebuah bayangan pudar tiba-tiba muncul dalam ingatan dan kepalanya terasa begitu sakit saat mencoba mengingat lebih jelas bayangan itu.

Brukkkk

Arvin refleks menoleh ke arah Rubi dan gadis itu sudah terkapar di bawah.

"Rubi!" Arvin mengguncang tubuh Rubi. 

Namun Arvin menghentikan pergerakannya. Dia ingat, jika dia tidak bisa menyentuh wanita. Bisa-bisa mereka berdua sama-sama terkapar ditempat itu. Namun dia juga tidak tega membiarkan Rubi begitu saja. Terlebih, darah terlihat mengalir dari hidungnya.

"Pak bisa carikan taksi di depan?"

"Baik Mas!"

Arvin segera mengendong Rubi. Beruntung sebuah taksi lewat di saat yang tepat.

"Pak ke rumah sakit terdekat ya!"

"Baik Pak!"

***

Sekarang Rubi sudah di tangani oleh dokter. Arvin masih tidak bisa tenang, keadaan Rubi tadi terlihat serius. Dia juga sudah menghubungi Yuta, agar memberi tahu calon istrinya tentang kondisi sahabatnya. Arvin tidak tahu harus menghubungi siapa lagi, hanya Mita yang dia tahu mengenal Rubi dengan baik.

"Gimana keadaan sahabat gue!" cecar Mita begitu sampai.

"Dia masih ditangani dokter."

"Lo apain dia Vin? Nggak puas yakitin dia dulu?"

"Maaf!"

"Maaf lo nggak guna! Gue kan udah pernah bilang, jangan pernah muncul di depan Rubi dengan alasan apapun!" Mita menumpahkan rasa kesalnya.

"Sayang udah, malu dilihat orang," tegur Yuta halus.

"Keluarga Nona Rubi!"

"Gimana keadaan Rubi dok?" tanya Mita.

"Nona Rubi hanya kelelahan, setelah istirahat akan baik-baik saja. Tapi karena dia ada riwayat cidera kepala, besok kami akan melakukan CT scan untuk memastikan."

"Tapi dia sudah bisa dijenguk, kan?"

"Bisa, Nona Rubi juga sudah sadar. Tapi jangan berisik karena Nona Rubi butuh istirahat."

"Baik, Dok."

"Saya pamit dulu, selamat malam."

"Terima kasih, Dok!" ucapnya 

"Syukurlah kalau Rubi nggak apa-apa," ujar Arvin lega.

"Lo  gue maafin kali ini, tapi lain gue benar-benar akan buat perhitungan sama lo Arvin. Lo nggak lupa kan, gue pemegang sabuk hitam taekwondo?" ancam Mita.

"Sayang jangan gitu ih! Rubi juga baik-baik saja!"

"Oh jadi kamu belain temen kamu?"

"Enggak gitu!" Yuta berusaha membela diri.

"Udah-udah kalian nggak usah bertengkar. Gue janji nggak akan dekat-dekat Rubi lagi. Gue pulang ya, tolong jagain Rubi, karena gue nggak bisa jagain dia!" ujar Arvin sebelum meninggalkan sepasang kekasih yang sedang bersitegang itu.

Arvin langsung pulang dengan sebuah taksi online yang sudah dia pesan sebelumnya. Entah mengapa Arvin merasa jika hatinya sakit. Dadanya terasa sesak, bukan ini bukan reaksi dari alerginya. Karena tadi dia tidak menyentuh kulit Rubi secara langsung. Rasanya sangat menyakitkan, saat menyadari selama dia tidak akan pernah bisa bertegur sapa dengan gadis itu lagi.

Selama ini aku berpikir jika yang terjadi padaku tidak adil, tapi mengingat betapa Rubi dulu menderita karena diriku aku rasa semua impas. Apa yang terjadi padaku saat ini, ada harga yang harus kubayar atas air mata dan rasa sakit yang dia rasakan karena diriku.

***

Mita  masuk ke ruang rawat Rubi tanpa Yuta . Mita masih enggan bersama Yuta, dan Yuta tidak ingin bertengkar lebih jauh dengan calon istrinya itu. Jadi dia menurut saya, saat sang pujaan hati menyuruh ya menu ggu di luar  Gadis itu terlihat masih pucat dan lemah. Selang infus dan alat bantu pernapasan terpasang di tubuhnya.

"Bi kamu kenapa sih?"

"Loh Mit, kok di sini? Arvin mana?"

"Arvin?"

"Laki-laki yang bawa gue ke sini, namanya Arvin. Itu loh, yang waktu itu gue ceritain, yang ngaku jadi mantan gue! Masa nggak ada sih?"

"Udah gue usir!"

"Kok di usir?"

"Udah deh, nggak usah mikirin yang aneh, Bi!"

"Mit, nggak ada yang lo sembunyiin dari gue, kan?" tanya Rubi penuh selidik.

"Kan waktu itu udah bilang, gue nggak kenal Arvin. Lo juga nggak ada hubungannya dengan dia!"

"Tapi dia ada diingatan gue meski kabur, tapi gue yakin itu dia!"

"Ingatan lo pasti salah!"

"Enggak Mit, gue yakin gue nggak salah. Sejak kecelakaan beberapa tahun lalu gue selalu merasa ada sesuatu yang hilang, tapi gue nggak bisa menemukan bagian yang hilang itu."

"Bi, lebih baik lo nggak pernah menemukan, bagian yang hilang itu."

"Kenapa?"

"Karena lo akan terluka. Arvin adalah bagian yang tidak pantas untuk ada dalam ingatan lo."

"Jadi bagian yang hilang itu adalah Arvin?"

Mita terdiam. Dia ingin menyangkalnya, tapi sahabat itu terlalu keras kepala. Namun dia juga tidak ingin jika sahabatnya mengingat bagian menyakitkan yang sudah lama hilang dalam ingatannya. Dia merasa hidup Rubi terlihat lebih bahagia, setelah kecelakaan itu.

"Diam berarti benar!"

"Bi, gue mohon jangan cari tahu tentang Arvin dan kenangan yang hilang dari ingatan lo."

"Enggak Mit, gue tetap harus mendapatkan kembali bagian yang hilang itu."

"Tapi lo akan terluka!"

"Meskipun gue akan terluka, setidaknya gue nggak akan penasaran lagi."

"Bi ...."

"Semua akan baik-baik saja!"

Meski bagian yang hilang itu mungkin adalah bagian paling menyakitkan dari ingatanku, aku tetap ingin mengingatnya kembali. Meskipun aku harus terluka oleh kenangan itu.

🍂🍂🍂

TBC

Maaf update lama, perlu mood yang pas buat nulis hehehehe.

Missing Between UsTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon