Bagian 6

768 135 6
                                    

Segaris senyum terpatri di wajah manisnya. Lembaran demi lembaran dari album foto itu membuat dia merasa bahagia meski dia tidak bisa mengingat momen yang terjadi pada setiap potongan potret antara dirinya dan laki-laki bernama Arvin. Laki-laki tampan yang mengaku sebagai mantan kekasihnya. Seseorang yang tidak ada dalam ingatan di otaknya, namun berhasil membuat hatinya nyeri setiap kali melihatnya.

Entah luka apa yang dia dapat di masa lalu, hingga otaknya membuang semua cerita tentang laki-laki itu, namun dari potongan gambar-gambar yang sedang dipandanginya dia tahu jika laki-laki itu pernah membuat dia sangat bahagia.

"Gue kelihatan bahagia banget ya, Mit?" ujarnya yang hanya ditanggapi tatapan jenggah dari sahabatnya itu.

Bagaimana tidak, sudah hampir dua jam Rubi tidak berhenti memandangi potret-potret dalam album foto yang terpaksa Mita berikan, karena sahabatnya yang bodoh itu terus merengek. Ya, Mita menyimpan album foto dan semua barang-barang kenangan Rubi dan Arvin saat Rubi kecelakaan. Tujuannya karena dia tahu Rubi pasti akan mencarinya saat sadar, tapi kenyataannya Rubi justru melupakan segalanya.

Dia sedikit menyesali keputusannya menyimpan barang-barang itu, harusnya dulu dia membuang atau bahkan memusnahkan barang-barang itu agar tidak ada jejak yang tersisa antara Rubi dan Arvin. Dia hanya takut, Rubi akan terluka lagi.

"Dia juga terlihat sangat mencintai gue!" lanjutnya yang membuat Mita ingin memukul kepala Rubi agar kembali hilang ingatan dan kembali lupa jika dia bertemu dengan Arvin.

"Bi, gue pikir dulu juga begitu, tapi semua berubah saat gue lihat lo nangis diam-diam. Saat lo bilang nggak apa-apa, meski dengan mata kepala lo sendiri lihat si brengsek lagi mesra-mesraan sama cewek lain!"

"Apa dia sebrengsek itu?"

"Lebih dari itu!"

"Masa sih? Tapi yang gue lihat dia manis juga!"

"Dasar bucin!" Mita yang tidak tahan akhirnya benar-benar memukul kepala Rubi dengan sendok yang sedang dia gunakan untuk makan es krim.

"Sakit Mita!"

"Bodo!"

***

Arvin kembali pada rutinitasnya. Berkencan dengan laptop dan tumpukan berkas. Dengan menyibukkan diri setidaknya dia lupa dengan hidupnya. Setelah melihat apa yang terjadi pada Rubi dia memutuskan untuk menjalani kutukan yang Rubi berikan seumur hidupnya. Lagi pula tidak terlalu buruk hidup tanpa berhubungan dengan wanita. Selama tujuh tahun ini juga dia baik-baik saja.

Tok tok tok

"Masuk!" ujarnya.

"Pak, ada nyonya besar," ujar Heru sekretarisnya.

Ya, berbeda dengan novel romantis tentang CEO yang biasanya trending di aplikasi novel online, sekretaris Arvin adalah laki-laki tulen. Sudah beristri dan sebentar lagi akan jadi ayah dari bayi kembar yang sedang di kandung istrinya. Tolong jangan tanyakan alasannya mengapa, karena Arvin ingin hidup lama.

"Bilang saya lagi meeting!" Arvin sedang tidak dalam perasaan yang bagus untuk bertemu ibunya.

"Tapi tadi saya sudah bilang bapak ada?"

Dia hanya tersenyum, untuk menahan rasa kesalnya pada sang asisten. "Ya udah suruh Mama masuk!"

"Baik Pak!"

Arvin tidak membenci ibunya, sungguh. Dia juga tidak ingin menjadi Malin Kundang versi 2019 dengan melakukan hal itu. Dia hanya tidak ingin bertemu ibunya saat ini, itulah alasan dia memilih menginap di kantornya dengan alasan banyak pekerjaan. Karena dia tau, ibunya hanya akan membicarakan jodoh dan pernikahan. Arvin merasa bersalah untuk itu, karena mungkin selamanya dia tidak dapat mengabulkan keinginan ibunya untuk menikah. Dia juga tidak mau membuat anak gadis orang terjebak dengan laki-laki  yang memiliki alergi aneh seperti dirinya.

"Mama ada apa, kok ke sini nggak ngabarin dulu?"

"Oh jadi Mama harus punya alasan dulu baru bisa nemuin kamu?"

"Bukan gitu, Ma!"

"Sesibuk apa sih kamu sampai lupa jalan pulang?"

"Arvin emang sibuk, Ma."

"Sibuk ngehindari Mama?"

Arvin ingin mengelak, tapi tuduhan sang ibu tepat sasaran. Dia memang sedang sibuk menghindari mamanya.

"Diam berarti iya!"

"Ma ...."

"Vin, Mama tuh nggak minta banyak sama kamu. Mama cuma mau lihat kamu nikah, ada yang ngurusin kamu. Mama tuh udah tua, nggak tau umur Mama sampai kapan?"

Mulai lagi! Arvin benci saat ibunya mulai mengatakan hal-hal seperti itu. Membuat dia merasa takut sekaligus bersalah.

"Mama pasti berumur panjang!"

"Umur nggak ada yang tau Vin!"

"Ma, cukup! Jangan bikin Arvin terus-menerus merasa bersalah!" Arvin mulai tidak tahan. Dia merasa memang ini saatnya.  "Arvin bukannya nggak mau nikah, tapi Arvin nggak bisa nikah!"

"Kenapa? Secara umur dan finansial kamu udah sangat mumpuni untuk membangun keluarga.

"Tapi Arvin nggak bisa, dekat sama wanita, Ma?"

Seketika muka sang ibu langsung pucat pasi. Pikirannya langsung buruk saat sang putra mengatakan tidak bisa dekat dengan wanita.

"Vin, jangan bilang kamu ...." Ibunya bahkan tidak sanggup untuk melanjutkan kata-katanya.

"Arvin alergi sama perempuan, Ma!"

Seketika wajah pucat sang ibu berubah merah padam. Dia merasa lega, karena sang putra tidak seperti yang dia pikirkan. Namun juga marah karena alasan tak masuk akal dari sang putra.

"Vin, kalau mau bikin alasan yang masuk akal dikit!"

"Arvin serius, Ma!"

"Vin, mama bukan anak kecil yang percaya dengan hal konyol semacam itu!"

"Arvin akan buktikan biar mama percaya!"

Dengan cepat dia menekan nomor untuk menghubungi bagian OB.

"Selamat siang Bu Ani, tolong buatkan teh dan antarkan keruangan saya. Dan tolong yang mengantar harus office girl ya Bu!"

Ini mungkin terlihat konyol, tapi dia ingin memperlihatkan pada sang ibu. Karena ini adalah satu-satunya cara agar ibunya berhenti menyuruhnya menikah.

Tak lama kemudian apa yang dia pesan datang. Secangkir teh yang diantarkan oleh seorang office girl.

"Ini pak tehnya!"

Gadis itu langsung berbalik untuk meninggalkan ruangan itu setelah selesai dengan tugasnya.

"Tu-tungu!" Arvin menahan tangan gadis itu, tujuannya jelas menunjukkan reaksi setelah dia bersentuhan dengan wanita pada ibunya.

"Iya Pak, ada yang bisa saya bantu lagi?" tanya gadis itu sopan. 

"Nggak kok, cuma makasih untuk tehnya." ucap Arvin lembut.

"Sama-sama," sahut gadis itu dengan wajah tersipu. Biar bagaimanapun Arvin itu tetap seorang laki-laki tampan, dan perlakuan yang sangat lembut membuat gadis manapun meleleh.

Dan sesuai rencananya seperti biasa, tubuhnya langsung bereaksi. Dari mulai terasa gatal, hingga merasa kesulitan untuk bernapas.

"Arvin!" teriak ibunya histeris.

***
TBC

Missing Between UsWhere stories live. Discover now