In Memoriam

26 11 0
                                    


Kelemahan manusia yang paling besar adalah hari kematiannya. Mereka bukan apa -apa di depan kematian. Mereka akan dan harus tunduk kepada sang kematian ketika dia menyapa. Mereka bukan orang kaya, miskin, berparas tampan, cantik ataupun jelek. Kematian tidak akan memilah mereka menjadi bagian -bagian yang dibedakan dan terbedakan. Mereka semua akan sama, tidak ada pangkat ataupun status. Tidak ada perbedaan yang menjadi sekat. Bukan apa -apa, hanya debu yang kembali ke tanah. Walaupun menghindar dan terus berlari, mencari jalan berkelok dan tempat bersembunyi, mereka tidak akan pernah bisa lari dan menghindar dari kematian.

Tetapi yang diajarkan didalam duniaku yang terang tidak seperti itu tetapi juga bisa seperti itu. Semua tergantung siapa dan apa kita. Di dalam dunia yang terang, kematian dipahami sebagai awal kehidupan yang baru. Kematian hanyalah sekedar menyeberangi dunia, seperti teman yang menyeberangi lautan, mereka masih hidup dalam diri masing -masing. Kerena mereka perlu ada, cinta dan hidup dalam apa yang tidak terikat ruang dan waktu. Didalam kaca ilahi saling berhadapan, dan bebas berbicara, karena mereka roh murni. Inilah penghiburan para sahabat, bahwa meskipun mereka dinyatakan mati, namun persahabatan dan pertemanan mereka, dalam arti yang paling baik, masih selalu ada, karena abadi.

Kata-kata diatas sangat mudah untuk diucapkan, terangkai dengan kata-kata indah yang terasa manis tetapi pahit seperti ciuman iblis. Itu bagi yang sudah mati. Bagaimana dengan orang-orang yang ditinggalkan? Terkadang tidak ada yang memperhitungkannya. Semua akan selalu berpusat pada cerita tentang si mati. Padahal cerita tentang yang ditinggalkan sama dan persis dengan cerita si mati. Tetapi dengan dunia dan kondisi yang berbeda.

Rasa kehilangan dan sebuah ketiadaan akan mereka miliki. Perasaan sedih akan terus mengiringi langkah mereka sampai mereka terbiasa dan menyatu dengan kesedihan itu. Si mati menyeberangi sungai kehidupan dan menemukan jalan baru. Sedangkan yang ditinggalkan tersiksa dengan semua kenangan yang dalam sekejap menjadi duri tajam dan batu sandungan. Tidak ada hari tanpa mengingat. Tidak ada jam tanpa merasa tersakiti dan terluka. Tidak ada detik tanpa berharap dan menyesal. Semua yang dilakukan terasa seperti sebuah kesia-siaan yang menghancurkan. Tidak ada yang berharga. Tidak memiliki arti. Gelap dan tanpa arah. Seperti tidak ada waktu untuk melepaskan. Tidak ada waktu untuk mengingat. Dan tidak ada waktu untuk melupakan. Berada diantara kehampaan dan ketidakpahaman. Menenangkan nurani dengan kata-kata kosong.

Menutup mata. Berharap ketika kolapak mata yang perlahan-lahan terbuka, semua akan kembali. Tetapi kenyataan selalu lebih jahat dari iblis. Yang ada tepat di depan mata adalah kebenaran yang sulit untuk diterima hati. Ketakutan. Ketakutan akan kebenaran bahwa yang telah hilang akan tetap hilang. Dan tidak akan kembali. Walaupun berteriak dan mengutuk dunia. Tetap tidak akan kembali. Berubah. Semua tidak akan sama. Dan tetap tidak belajar dari waktu-waktu yang telah terlewati dan memberikan kekecewaan.

Mau tidak mau harus mengalami dan menjalani perubahan. Menyakitkan? Pasti. Tidak ada hal yang bersangkutan dengan perubahan yang tidak menyakitkan. Sama halnya ketika harus menghadapi hal yang paling berpengaruh dan menjadi awal semua perubahan hidup. Sebenarnya, banyak hal yang bisa menjadi awal untuk yang pertama. Dan juga banyak hal yang terkadang membuat merasa tidak paham mengapa hal tersebut bisa menjadi awal. Dari situlah akan belajar, dan aku juga belajar, banyak hal yang tidak terduga dan tidak bisa diduga. Bahkan tidak bisa dipastikan akan terjadi. Hidup penuh dengan ketidakpastian. Dunia penuh ketidak pastian. Banyak hal yang tidak harus dipahami dan tidak harus dimengerti selama msih menginjakkan kaki diatas tanah. Dan banyak lagi dari banyak hal -hal yang lain yang seharusnya dipahami dan harus dimengerti.

Dan awalku dimulai dengan hari ketika langit menyembunyikan matahari dengan begitu indahnya. Awan hitam yang mempesona menyelubungi langit. Tidak ada satu celahpun yang dapat memperlihatkan cahaya dan apapun itu yang ada dibaliknya. Semua hal yang bergerak disekelilingku terlihat seperti potongan film dokumenter lama yang buram tanpa warna, hitam dan putih. Semua terlihat sedih. Terlihat benar -benar gelap. Seperti gelap langit di siang hari yang masih mempesona mataku.

MAP OF THE SOUL: City of Dream (END)Where stories live. Discover now