Kata Sah

80 5 3
                                    

Di sana kau saling menatap, di sini aku hanya bisa meratap. Berputar di seandainya, berkutat di ribuan tanda tanya.
_Distilasi Alkena karya Wira Nagara_

*Happy Reading*
*Jangan lupa vote and comen*

💜💜💜

          Syabil masih belum sadar setelah kejadian di bandara tadi pagi. Ini bukan kesalahan Arkan yang memintanya untuk pergi ke Korea Selatan. Sayang seribu sayang semua yang tertinggal hanyalah penyesalan. Memang dia tidak terlalu dekat dengan adik sepupunya. Satria lah yang sangat dekat dengan Syabil. Seharusnya Satria membicarakan hal yang penting ini. Ini sudah hampir pukul 1 siang namun mata indah itu enggan terbuka.

"Mungkin Syabil masih butuh istirahat. Lagi pula bang Arkan memberi tahu Satria mendadak. Kasihan Syabil bang. Kemarin Syabil jauh-jauh ke Jakarta naik kereta dan langsung abang suruh naik pesawat. Kamu ini dokter lo bang. Kamu tahu kalau Syabil itu gampang sakit?" ucap Satria panjang lebar.

"Maafkan abang. Seharusnya abang lebih memerdulikan kesehatan Syabil. Kemarin abang terlalu senang Sat."

"Udah-udah biarin Syabil istirahat. Kalian kembali ke kamar masing-masing sana!" suruh Rani yang tak lain adalah mama mereka berdua.

"Iya ma," jawab mereka bebarengan.

Sudah hampir satu jam setelah pertengkaran Arkan dan Satria akhirnya Syabil sadar dari pingsannya. Ia meraih gelas di atas nakas. Tenggorokannya kering setelah menangis hingga sesak. Ia menangis lagi. Entah mengapa semua terasa sakit. Malah lebih menyakitkan daripada patah hati keduanya.

Dia menerawang langit-langit kamar berharap air mata ini tidak jatuh kembali. Mengapa harus dia yang membuat patah hati ketiganya menjadi lebih patah? Hatinya terlalu rapuh. Sekalipun ia tak mengenal cinta yang sesungguhnya. Hati Syabil selalu meyakinkan bahwa ia tidak percaya lagi dengan cinta. Seharusnya begitu. Tapi ini susah sekali. Andai bukan dia yang membuatnya tersenyum. Memberitahu makna senyuman palsu. Cara tertawanya yang membuat Syabil tersenyum tulus. Dan hal-hal yang mirip dengan kehidupannya. Syabil dan dia sifatnya sangat mirip. Iya, maka dari itu Syabil tengah mencoba melupakan dia yang bahkan sifatnya mirip dengannya. Apa bisa? Syabil berharap itu.

"Dek sudah sadar?" tanya Satria dari ambang pintu lalu menghampiri Syabil.

"Bang Sat. Abil lapar," manjanya pada kakak sepupunya.

"Iya abang ambilin ya. Dek jangan nangis lagi ya. Abang juga ikut sedih lo. Apalagi kan kalo Abil nangis jadi tambah jelek. Nanti nggak ada yang mau lo," ucap Satria sambil mengelus-elus kepala Syabil dengan kasih sayang.

Syabil tengah menunggu Satria yang lama sekali mengambil makanan. Bosan? Tentu saja. Siapa sih yang tidak bosan sendirian di kamar. Lagipula hari ini Syabil ingin berinteraksi. Iya mood Syabil gampang berubah.

"Bang Satria mana sih?" monolognya.

"Bang Arkan!" teriak Syabil memanggil Arkan yang kebetulan lewat di depan pintu kamarnya.

"Syabil kamu udah sadar?" tanya Arkan sambil menghampiri Syabil.

"Sini abang periksa dulu keadaannya," ucap Arkan sambil menyiapkan stetoskop yang masih tertinggal di kamar Syabil.

"Maafkan bang Arkan ya dek. Seharusnya lusa abang jemput kamu dari rumah nenek dan tidak berangkat sendirian. Maafkan abang."

"Nggak papa kok bang. Syabil juga mengerti kalo abang lupa soalnya mau nikah. Cie sekarang nggak jomlo lagi. Cie...cie akhirnya laku juga."

Aku Kamu dan Patah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang