Bagian 3

6.6K 284 0
                                    

Perasaan Ema

   Pov Ema
.

Aku menggeret koperku memasuki kamar meninggalkan mereka berdua di luar. Kemudian mulai menyusun baju dalam lemari. Sedang asyiknya menyusun pakaian aku menemukan sebuah foto lama bersama teman kantor berpose dengan berbagai macam gaya.

Ada Defitri, Sari, Ade, Aji, Jaka dan masih banyak lagi. Seorang pria memakai kemeja hitam polos menarik perhatianku dalam foto itu. Dua tahun yang lalu pertama kali aku masuk berkerja dialah orang paling ramah dan baik terhadapku. Membimbingku bekerja dengan sangat sabar dan tidak pernah marah. Awalnya aku pikir dia masih sendiri, ternyata dia pria beristri.

Dan kini pria itu juga sah menjadi suamiku.
"Mas Danu," lirih kuucapkan nama itu. Bibirku membentuk segaris senyum mengenang banyak hal.

Dia pria yang begitu mencintai istrinya. Beruntungnya kamu Mbak Yura. Aku tidak akan merebut Mas Danu darimu Mbak. Berada di sini bersama kalian saja aku sudah bahagia. Aku beranjak dan berbaring di ranjang masih memegang foto di tangan. Kuusap wajah Mas Danu dalam foto. Dia tampak bahagia. Wajahnya yang sendu, sikapnya yang lembut kepada semua orang.

Aku tidak tahu dengan perasaan ini. Apakah ini hanya sekedar kekaguman semata, atau cinta? Yang pasti aku bahagia jika dekat dengan pria berkumis tipis ini.

'Ema sadar! Dia milik Mbak Yura. Kau tidak boleh merebutnya. Pasti banyak pria lain di luar sana yang seperti Mas Danu' Aku berusaha menyadarkan diriku sendiri, mejitak kepala beberapa kali.

Kuselipkan foto Mas Danu di bawah bantal kemudian mencoba memejamkan mata.

***

Pagi-pagi sekali setelah shalat subuh aku langsung menuju dapur. Memasak nasi goreng dan membuat teh hangat untuk sarapan. Ketika aku sedang sibuk dengan penggorengan Mbak Yura datang, dia sedikit tersenyum melihatku.

"Mbak," tegurku di sela-sela kesibukanku.

Mbak Yura tampak menguncir rambutnya dan menyiapkan piring serta gelas di meja makan.

"Pagi, Sayang," ucap Mas Danu yang tiba-tiba sudah datang. Dia masih mengenakan sarung dan baju koko berwarna coklat serta peci berwarna hitam. Diciumnya kening Mbak Yura dan melingkarkan tangan di pinggangnya.

"Hai, Dek," sapa Mas Danu terhadapku.

"Hai, Mas," sahutku sumringah sekilas menoleh ke arahnya.

"Masak apa?" tanyanya berdiri di sisiku. Memperhatikanku memasak. Karena grogi di perhatikan nasi dalam penggorengan bahkan ada yang berserakan keluar dari wadahnya.

"Nasi goreng, Mas," jawabku singkat.

"Kayaknya mantep nih. Iyakan, Sayang," ucapnya kembali mendekati Mbak Yura. Aku menarik napas lega.

Nasi selesai di masak. Aku langsung menghidangkannya di atas meja. Tidak lupa dengan teh hangat juga.

Mbak Yura berdiri mengambilkan dua centong nasi ke piring Mas Danu kemudian menuang teh hangat ke gelas.

"Makasih, Sayang," ucap Mas Danu langsung melahap nasinya. Kemudian Mbak Yura juga mengambil untuk dirinya sendiri.

"Wah, ini enak banget, Dek," seru Mas Danu.

"Makasih, Mas. Gimana Mbak rasanya?" tanyaku pada Mbak Yura yang bersebrangan meja denganku.

"Hem... Iya, enak." jawabnya singkat.

Entah mengapa aku merasa Mbak Yura sepertinya tak mau berteman denganku. Padahal aku sebisa mungkin mejaga jarak dengan Mas Danu.

"Hari ini ada meeting ya, Dek," tanya Mas Danu.

Dua RanjangWhere stories live. Discover now