Bagian 10

6.1K 395 42
                                    

#Berbagi_Suami

~ Ranjang yang terbelah

Pov. Yura

.

Aku melipat mukena setelah shalat subuh. Kuletakkan mukena di pinggir ranjang kemudian membuka pintu kamar. Aku berjalan menuju ruang tengah di mana kamar Ibu Nur berada. Ibu Nur, bos sekaligus orang tua angkatku. Hari itu setelah bingung harus pergi ke mana dia menawarkan tinggal di rumahnya saja, karena dia tinggal sendirian, suaminya meninggal sejak usia pernikahan mereka memasuki tahun ke dua. Dan ia memutuskan tidak menikah lagi.

Aku menunggu di depan kamarnya, biasanya di jam seperti ini Ibu Nur sedang duduk bersila membaca kitabnya. Ibu Nur seorang Kristiani. Meskipun kami menganut keyakinan yang berbeda tapi beliau selalu mengingatkanku untuk shalat dan beribadah dengan taat.

Kreakk ....

Suara pintu terbuka, aku yang sedang duduk di sofa di ruang keluarga langsung menoleh ke arahnya lalu tersenyum.

"Dari tadi nunggunya?" tanyanya.

"Baru aja, Bu," jawabku.

"Udah sholat subuh?"

"Sudah, Bu."

"Iya, jangan sampe nggak taat sama Tuhanmu. yang memberi rejeki, memberi hidup dan menentukan jalan hidupmu itu, Dia. Jadi jangan males ..." ucapnya seraya melepas kaca mata dan menutup kitabnya.

Lalu meletakkannya di Rak dekat TV. Ibu Nur mendekat duduk di sisiku, aku meraih tangan dan mencium punggung tangannya.

Setiap pagi, setelah shalat subuh aku selalu mendatangi Bu Nur. Aku terbiasa menunggunya di depan kamar sebelum memasak. Karena Bu Nur tipe orang yang tidak mau sembarangan makan. Bahkan ART di rumah ini hanya mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci, mengepel dan menyapu. Ada aturan yang harus kudengarkan. Misal hari ini, Ibu Nur ingin di masakkan sayur sop dan udang goreng, tidak lupa lalapan dan sambal terasi.

Aku tidak boleh masak yang lainnya selain masakan itu. Kami memiliki hobi yang sama, masak dan bernyanyi. Karena itu aku merasa nyaman berada di sini. Setelah berdiskusi soal apa yang harus di masak hari ini. Kami menuju ke dapur, masak berdua lalu makan bersama.

"Semenjak ada kamu disini Ibu makannya jadi teratur. Nggak pernah makan di luar dan lebih sehat! Terima kasih ya, Nak!" ucapnya ketika kami sarapan.

"Sama-sama, Ibu. Malah saya yang harusnya berterima kasih sama Ibu Nur karena mengijinkan saya tinggal di sini, diberi pekerjaan, diberi kasih sayang dan diberi kenyamanan," sahutku dengan senyum semringah.

"Kita saling melengkapi." Ibu Nur tersenyum, "semenjak ada kamu, cafe semakin ramai. Ada beberapa orang yang tertarik dan ingin menjadikanmu penyanyi, kenapa kamu menolak?" tanya Ibu Nur.

"Saya, takut orang-orang di masa lalu mengenali saya, Bu. Saya sudah bahagia dengan hidup saya sekarang. Dan saya tidak mau kembali ke masa itu dan bertemu mereka," aku menarik napas berat kemudian menghembuskannya.

"Itu sebabnya kau mengganti namamu menjadi Yunita?"

"Iya, Bu."

Ibu Nur tersenyum tulus. "Sejauh apa kamu berlari kalau Tuhan menghendaki kalian kembali, kau pasti akan kembali dipertemukan dengan mereka."

"Semoga tidak, Bu."

"Semoga saja," Jawabnya singkat kemudian melanjutkan makan.

***

"Yunita, kita berangkat sekarang?" tanya Hamzah.

Hamzah, pria yang menyamar menjadi sopir taksi online malam itu. Ternyata dia adalah pemilik perusahaannya. Wajar saja Ia tidak keberatan ketika aku memintanya menunggu di depan rumah saat aku pergi dari rumah. semenjak hari itu kami jadi akrab. Dia sopan dan baik. Selalu membantu apapun saat aku sedang butuh.

Dua RanjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang