Light

3.5K 407 6
                                    

Chaeyoung menatap takut kakak kelas dihadapannya ini. Seseorang yang selalu membayang-bayangi hari buruknya di sekolah. Seseorang yang selalu mencoba membalaskan dendam kepadanya.

Chaeyoung tak pernah berniat untuk membalas karna ia sadar bahwa ia turut andil dalam menciptakan kesedihan orang didepannya ini.

Lagi pula ia pikir ia tidak akan bertemu dengan mimpi buruknya ini di luar sekolah.

"Ah, pertemuan yang tak terduga Chaeyoungie."

"Y-yaa." Bahkan rasanya Chaeyoung sulit bernafas melihat seringaian yang termpampang jelas dibibir kakak kelasnya tersebut.

"Ayolah, kenapa kau gugup seperti ini, huh? Jangan khawatir aku tidak mungkin berbuat nekat dikeramaian."

"Chaeyoung!" Chaeyoung menoleh kearah sumber suara yang berada beberapa meter di depannya, sehingga membuat kakak kelasnya tersebut reflek membalikkan badannya mengikuti arah pandang Chaeyoung meski ia hapal betul itu suara siapa.

"Hai Jisoo, lama tidak melihatmu." Orang tersebut tersenyum manis sembari mengulurkan tangannya ketika orang yang memanggil Chaeyoung tadi sampai di depan mereka.

"Senang bertatap muka denganmu lagi, padahal kita satu sekolah tapi rasanya tidak pernah berbicara mengobrol lama kalau dipikir. Dan aku turut berduka cita, Irene." Jisoo membalas uluran tangan itu dengan erat. Benar-benar menunjukkan bahwa ia juga dapat merasakan apa yang terjadi pada Irene.

Chaeyoung makin merasakan kegundahan yang mendalam ketika melihat tatapan Irene yang sedikit berubah diakhir kata Jisoo, entah Jisoo merasakan itu atau tidak, Chaeyoung tidak tau.

"Kak, aku rasa kita harus segera pulang, diluar kelihatannya mendung sekali sepertinya akan hujan." Ucap Chaeyoung spontan karna ia merasa udara disekitarnya semakin menipis. Ia tak menyangka sehebat ini pengaruh Irene disekitarnya.

Jisoo mengangguk, seperti mengerti ketidaknyamanan yang dirasakan Chaeyoung yang jelas terlihat dipadangannya.

"Baiklah. Aku rasa kami harus pulang mengingat aku yang hanya membawa motor, takut kehujanan aku tidak ingin jika adikku yang satu ini sakit karna terkena hujan." Irene hanya mengangguk mendengar perkataan Jisoo, ada rasa sakit dan iri yang menghantamnya sesaat.

"Tentu, jaga adikmu baik-baik." 

"Pasti." Jisoo melangkah nenjauh sembari melambaikan tangannya dan menarik Chaeyoung ikut bersamanya.
.
.

Di dalam perjalanan pulang Chaeyoung tidak banyak mengeluarkan suara seperti biasanya. Ia hanya memeluk Jisoo erat, Jisoo juga hanya diam saja membiarkan adiknya itu terus memeluknya meski sedikit sesak karna pelukannya itu terasa sedikit kuat.

"Kau baik saja-saja?" Chaeyoung menghentikan langkahnya setelah turun dari motor milik kakak sulungnya tersebut lalu menatap kakak tertuanya itu dengan lembut.

"Aku baik-baik saja kak," Chaeyoung melemparkan tatapan hangatnya juga senyumnya yang menandakan bahwa ia baik-baik saja.

"Tapi bagiku kau sedang tampak tidak baik, setelah bertemu Irene kau mendadak murung. Ada hal yang menganggumu, hm?" Jisoo maju selangkah dan manarik tangan Chaeyoung yang bebas dari kantung belanja mereka tadi. Digenggamnya erat.

Chaeyoung merasa begitu bersalah, namun ia juga tidak punya pilihan lain untuk terus bersembunyi.

"Tidak ada kak, hanya saja aku sedikit merindukanmu. Kau tau, akhir-akhir ini kau bertambah sibuk."

Jisoo menatap Chaeyoung dengan perasaan bersalah. Ia merutuki kegiatannya yang luar biasa padat mendekati ujian kelulusan tidak sadar sampai mengabaikan adik-adiknya.

"Sekarang semuanya sudah tidak apa-apa, sudah terobati dengan pelukan tadi." Chaeyoung tersenyum lembut, mengusap lembut tangan Jisoo yang masih menggenggamnya dengan ibu jarinya yang masuk.

"Maaf aku belum-"

"Kakak sudah menjadi kakak yang sangat terbaik bagi kami. Maaf jika kata-kataku tadi membuatmu terluka." Jisoo berjanji bahwa setelah ujian nanti ia akan menebus semua rasa bersalahnya.
.

Jennie mengamati gerakan Lisa yang begitu bersatu dengan musik yang mengalun. Badannya yang bergerak mengikuti hentakan musik, serta ekspresinya yang menyatu dengan gerakannnya menunjukkan bahwa ia memang terlahir sebagai penari. Ada rasa bangga dihatinya ketika Lisa banyak memenangkan berbagai lomba dan penghargaan karna ia tau adiknya itu pantas menerimanya dengan kerja kerasnya selama ini.

"Menunggu Lisa selesai latihan?" Jennie mendongakkan kepalanya, lalu mengangguk setelah mengetahui siapa yang mengajaknya bicara barusan.

"Jam latihan sebenarnya sudah habis," Sambung orang tersebut.

"Aku tau, aku hanya tak ingin menganggunya." Jennie lagi-lagi mengangguk, ia sangat tau bagaimana Lisa yang begitu mencintai gerakan tubuh tersebut.

"Baiklah, katakan padanya ia butuh istirahat yang lebih banyak bukan latihan. Kau tau kan dia sangat gila-gilaan ketika kompetisi akan dimulai? Aku tau latihan itu penting namun juga jangan terlalu keras pada diri sendiri. Aku sudah sering memperingatinya namun diabaikan, anak itu benar-benar keras kepala sekali." Keluh Seulgi yang merupakan ketua dance sekolah mereka.

"Aku baru tau kalau ternyata ketua klub dance sekolah ternyata sangat secerewet ini." Jennie menatap datar gadis di depannya ini, sedikit heran karna Seulgi q selalu memasang wajah dinginnya.

"Yaak! Kau ini! Aiish"

"Hahaha aku bercanda Seulgi, maaf"

"Kau memang menyebalkan seperti adikmu itu Jennie-ya." Seulgi ketua dance club yang seangkatan dengan Jisoo bahkan berteman baik dengan kakaknya itu terlihat menherucutkan bibirnya pertanda kesal.

"Maaf maaf Seul, aku hanya bercanda. Aku saja yang sebagai kakaknya jarang didengarkan jika sudah bersangkutan dengan menari." Jennie menghela nafasnya berat ia sangat paham watak Lisa yang keras kepala jika meyangkut hal ini.

"Kompetisinya 3 minggu lagi kan?" Seulgi mengangguk membenarkan pertanyaan Jennie.

Jennie mengagguk paham dan bangkit berdiri setelah membaca pesan dari ponselnya yang masuk dan sempat terabaikan karna mengobrol dengan Seulgi.

"Eh kau mau kemana? Pulang? Tapi kelihatannya Lisa belum ingin berhenti" Seulgi menatapnya heran.

"Ya mau pulang, mau apa lagi? Tenang saja aku tau bagaimana caranya agar anak itu berhenti. Terimakasih sudah mengingatkanku Seul." Seulgi menganggukkan kepalanya dan tersenyum, turut senang ada Jennie yang mengawasi Lisa agar tak terlalu kelelahan.

Lisa yang melihat pantulan Jennie yang mendekat kearahnya segera berhenti dan menghentikan musik yang terputar.

"Ada apa kak? Kau ingin pulang terlebih dahulu? Tidak apa-apa nanti aku bisa naik taksi atau diantar kak Seulgi." Ujar Lisa yang tengah menyeka peluhnya yang bersarang di wajah.

"Chaeyoung kelaparan, tidak ada orang di rumah begitu juga dengan makanan. Ia barusan mengirimkanku pesan untuk membeli makanan. Jadi kau ingin tetap latihan atau ikut pulang?"

"Aish anak itu, kenapa tadi saat diajak makan siang malah menolak sekarang kena kan." Lisa mengerang pelan, ada nada marah serta khwatir didalamnya.

"Ayo pulang kak." Tentu saja saudaranya itu lebih penting bagi Lisa.

Seulgi mendengar semuanya dan hanya bisa tersenyum tipis. Ya, ia lupa cuma saudara kembarnya itu yang bisa menghentikan kebringasan Lisa dalam menari.

.
.

Serene Where stories live. Discover now