Bab 8

2.4K 534 402
                                    

Hari itu, di ibu kota akan berlangsung sidang dengan tersangka si pencuri kecil. Tuan Gideon beserta istrinya telah diundang untuk hadir sebagai saksi. Persidangan akan diadakan dalam sebuah aula di kompleks kuil. Para gerpa memang diberi kewenangan untuk bertindak layaknya polisi atas pelanggaran terhadap hukum agama maupun kejahatan sipil ringan. Hal itu dimaksudkan agar pasukan kerajaan dapat lebih fokus pada urusan politik dan keamanan.

Sebelum pergi ke aula pengadilan, Aileen mengajak suaminya mampir sebentar ke kuil untuk mendoakan keselamatan putra-putrinya. Meski belum terlalu mengenal kepercayaan Herod, Aileen merasakan adanya ketenangan batin saat berdoa.

Saat itu sepi, para gerpa sudah pergi ke aula pengadilan. Namun, Aileen melihat seperti ada bayangan di situ. Tak terlalu jelas karena mereka bersembunyi di balik tembok batu.

Penasaran, Aileen pun berjalan mendekat sambil berjingkat. Netranya membulat dan napasnya tertahan ketika tampak sosok seorang laki-laki dan perempuan yang sedang berpelukan sambil berciuman. Ia merasa mengenali kedua sosoknya. Itu Bram dan Putri Isabel! Hatinya terperanjat. Sudah sejauh inikah hubungan mereka? Beberapa detik kemudian kedua sejoli itu menyadari kehadirannya dan segera berlari meninggalkan kuil.

Aileen dan Gideon pun saling berpandangan dalam diam—tak tahu apa yang harus mereka lakukan. 

"Anggap saja kau tak pernah melihatnya," lirih Gideon. Lalu mereka pun pergi meninggalkan kuil menuju aula persidangan.

Lima orang gerpa agung hadir sebagai juri. Satu di antaranya adalah gerpa tua yang waktu itu mempersembahkan kurban Tuan Gideon. Namanya Karl Agerd. Ia bertugas sebagai gerpa kepala yang memimpin jalannya sidang.

Raja Agra yang berhalangan hadir kala itu diwakili oleh istrinya, Ratu Julia. Setelah saling menyapa dengan Aileen dan Gideon, mereka pun duduk bersebelahan. Dalam sebuah persidangan, raja atau perwakilannya biasanya hadir untuk mengetahui siapa saja orang yang berpotensi mengganggu keamanan serta ketertiban kota. Raja juga dapat ikut memantau bagaimana hukum ditegakkan.

Keluarga terdakwa juga hadir di situ untuk memberikan kesaksian guna meringankan hukuman yang akan dijatuhkan. Saat itu, si pencuri diwakili oleh ayah dan ibunya. Mereka hanya rakyat biasa yang miskin dan hidup berkesusahan.

"Ke mana putriku? Persidangan sudah hampir dimulai." Ratu Julia menengok ke kanan dan ke kiri mencari Isabel. Putrinya itu tadi ikut bersamanya, tetapi pamit sebentar dengan alasan ingin berdoa di kuil. Gideon memberi tanda kepada istrinya untuk tidak menyampaikan apa yang sudah mereka lihat.

Setelah mencari ke seluruh penjuru ruangan, akhirnya sang ratu menemukan putrinya berdiri bersebelahan dengan Bram di dekat pintu masuk. Huh ... Anak sialan itu lagi, gerutu Ratu Julia. Nampaknya ia tak begitu menyukai sang gerpa muda berhubungan dekat dengan putrinya.

"Kudengar, kau ingin menjodohkan putramu dengan putriku?" tanya Ratu Julia pada Aileen.

"Benar, Yang Mulia. Jika Anda merestuinya," jawab Aileen dengan penuh hormat

"Di mana dia sekarang? Kenapa belum sampai juga? Aku tidak suka ia semakin dekat dengan gerpa itu."

"Aku juga tidak tahu, dia seharusnya sudah tiba minggu lalu." jawab Aileen khawatir.

"Tenanglah, aku yakin ia akan baik-baik saja." Sang ratu mencoba menghibur.

"Jika boleh tahu Yang Mulia, mengapa Anda tidak menyukai gerpa itu?"

"Huh ... ia suka berbuat seenaknya sendiri. Aku curiga belakangan ini putriku sering pergi keluar malam-malam untuk bertemu dengannya. Selain itu, ia hanya seorang anak angkat dari penguasa wilayah utara. Aku tak suka di sana. Hawanya sangat dingin," gerutu sang ratu.

Putra Penyihir : Ritual Kematian [END] - Sudah Terbit (Sebagian Part Dihapus)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz