Bab 9

2.1K 511 337
                                    

Malam itu adalah malam kurban untuk suku Amui. Sesuai kesepakatan dengan Susan kemarin, Peter, Borin, dan Anna pergi ke halaman desa—tempat para warga mulai berkumpul mengitari sebuah api unggun—dan bersembunyi di balik rerumputan tinggi. Susan juga tampak di situ duduk di barisan depan. Ketika semua sudah siap, seorang kakek tua—yang waktu itu juga muncul saat Ramos dan Gladys dimasukkan ke dalam kurungan—keluar dari gubuknya. Dengan memegang tongkat dan memakai hiasan kepala yang dipenuhi dengan bulu burung, ia tampak seperti seorang dukun.

Setelah diberi perintah oleh si kakek, beberapa orang pria suku yang bertelanjang dada menurunkan kurungan Ramos dan Gladys ke tanah. Keduanya hanya diam, pasrah menunggu nasib. Seorang warga suku membuka kurungan lalu menyeret mereka berdua keluar. Tidak ada perlawanan dari kedua anak itu. Tubuh mereka sangat lemah setelah beberapa hari tidak diberi makan.

"Kasihan tuan putri," gumam Anna pelan.

Ramos dan Gladys lalu diikat saling berpunggungan pada sebatang tonggak kayu yang sudah disiapkan di tengah halaman. Ritual pun dimulai. Empat orang menabuh genderang berirama nyaring diikuti oleh enam orang wanita suku yang menari-nari mengelilingi api unggun. Sang kakek tua pun maju dengan membawa seekor ayam lalu menyembelihnya. Ia mengoleskan darahnya pada dahi Ramos dan Gladys yang langsung mengernyit jijik.

Setelah itu, kakek tadi kembali duduk di bangkunya. Makanan pun disajikan dalam sebuah nampan bulat yang terbuat dari anyaman bambu. Sang dukun adalah orang yang berhak mengambil untuk pertama kali sebelum nampan itu diedarkan berkeliling. Seluruh warga makan bersama-sama dari situ menggunakan tangan. Dua orang lelaki maju sambil membawa obor lalu menyemburnya, menimbulkan kobaran api di udara. Sementara itu, para wanita terus menari.

"Apakah tak ada yang bisa kita lakukan?" rengek Anna. Hatinya sedih melihat Gladys diperlakukan dengan begitu kejam.

"Tak ada gunanya bertindak sekarang. Mereka akan menangkap kita dengan mudah," jawab Peter gusar.

Suasana terasa semakin panas dan mencekam. Gladys sama sekali tidak berani membuka matanya. Ia terus menerus menunduk sambil menitikkan air mata. Penyiksaan batin itu terus berlangsung selama sekitar satu jam. Ayah ibu... apakah aku akan mati? Hatinya menjerit ketakutan hingga akhirnya api unggun yang tadinya menyala terang kini telah padam menjadi abu dan arang.

Ritual telah selesai. Dua orang suku lalu melepaskan ikatan Ramos dan Gladys dari tiang. Mereka diarak oleh seluruh warga suku dengan membawa obor menuju ke arah timur. Peter, Anna dan Borin pun mengikuti arak-arakan itu dari kejauhan. Dalam perjalanan, Gladys terjatuh karena tubuhnya yang sudah begitu lemah. Anna mungkin sudah berlari untuk menyelamatkan tuan putrinya jika saja Peter tidak mencegahnya.

Mereka berjalan sekitar dua kilometer jauhnya hingga akhirnya tiba di sebuah sungai yang lebar. Sebuah perahu nampak tertambat di situ. Sang kakek dukun pun naik ke atasnya dan diikuti oleh dua orang warga suku yang membawa Ramos dan Gladys. Setelah semua naik, seorang pria kemudian menyusul dan mulai mendayung ke seberang.

Peter melihat ada sebuah tali panjang yang mengikat perahu itu ke sebuah tongkat yang tertancap di tempat asalnya. Entah untuk alasan apa, sepertinya tali itu digunakan untuk menarik kembali perahu ke tempat semula.

Di seberang sungai sangat gelap. Peter hanya bisa melihat siluet deretan pepohonan tinggi nan rindang. Anak itu merasakan aura misterius menguar begitu kental, membuat tubuhnya bergidik ngeri.

"Ke mana mereka akan membawanya?" tanya Borin pada dirinya sendiri.

"Ke hutan terlarang." Tiba-tiba Susan muncul di belakang mereka, membuat Peter terlonjak kaget. Ia hampir berteriak jika saja Borin tidak menutup mulutnya. Perempuan suku itu sudah siap dengan busur dan panah tersampir di punggung, serta sumpit tiup yang terselip di pinggang.

Putra Penyihir : Ritual Kematian [END] - Sudah Terbit (Sebagian Part Dihapus)Where stories live. Discover now