15

323K 37.2K 11.4K
                                    

~Dan nyatanya, sampai detik ini, dia masih nomor satu~

~~~

Suara erangan terdengar jelas dari mulut Ocha, membuat pria yang sedari tadi duduk di kursi sudut ruangan berdiri dan mendekat ke arah ranjang.

"Kamu nggak papa?" Langit bertanya setelah mendapati mata Ocha terbuka. Ia menyingkirkan surai hitam yang mengganggu gadis itu.

Ocha memejamkan matanya berusaha mengingat kembali apa yang baru saja terjadi, Oh iya ia ingat, tadi Langit dan Ryan berkelahi.

"Ada yang sakit?" tanya Langit dengan nada cemas. Gadis itu menggelengkan kepalanya perlahan, rasa sakit di kepalanya terasa sudah mendingan dibanding tadi.

Gadis itu mendudukkan badannya, dengan sigap Langit membantunya dan menjejalkan bantal di belakang gadis itu.

Gadis itu terdiam sejenak, menatap dengan seksama wajah Langit yang penuh memar dan luka.

"Kamu nggak papa?" Kali ini gantian Ocha yang bertanya.

Saking khawatirnya dengan keadaan Ocha, Langit melupakan fakta bahwa wajahnya saat ini penuh dengan luka.

Ocha menghela nafas pelan.
"Ambil itu! aku obatin muka kamu," ucap Ocha sambil menunjuk kotak P3K yang berada di atas meja sudut ruangan.

Langit menoleh ke arah tempat yang Ocha tunjuk, sebelum akhirnya ia berdiri dan mengambil kotak P3K itu, tak lupa ia juga mengambil kursi lalu menaruhnya di samping ranjang tempat Ocha duduk.

Ocha mengganti posisinya ia duduk di sisi ranjang dengan kaki yang menggantung, berhubung ranjang di UKS lumayan tinggi buat dirinya yang pendek.

Langit meletakkan kotak P3K di samping tubuh Ocha dan langsung duduk tepat di depan gadis itu. Ocha yang saat ini lebih tinggi dari dirinya membuat kepala pria itu harus mendongak untuk menatap wajah kekasihnya.

Ocha mulai membersihkan luka Langit dengan kain kasa yang dibubuhi alkohol, dengan lembut Ocha mengobati dan menutup luka yang berada di kening Langit, sesekali pria itu meringis ketika alkohol mengenai lukanya.

Setelah selesai mengobati semua luka yang ada di wajah Langit, Ocha membereskan semua peralatan yang sudah ia pakai.

"Terima kasih Bu Dokter." Suara Langit memecah keheningan di ruangan itu.

Tangan Ocha terhenti membereskan peralatan yang baru saja ia pakai. Matanya beralih menatap Langit yang sedari tadi menatapnya tanpa mengalihkan pandangan dari awal Ocha mulai membersihkan lukanya.

"Sama-sama Pak Pasien," jawab gadis itu datar.

Tangan Ocha menelusuri wajah tampan Langit menggunakan jari-jari lentiknya, pria itu perlahan menutup matanya menikmati setiap sentuhan yang diberikan Ocha. Gerakan tangannya terhenti tepat di rambut pria itu, dengan penuh kasih sayang Ocha mengusap lembut rambut Langit. Pria itu kembali membuka matanya dan langsung bertatapan dengan mata Ocha.

"Aku sayang sama kamu Cha."

Hening.

Langit kini menatap Ocha sendu. "Maaf." Langit berbicara sambil menggenggam tangan Ocha yang berada di wajahnya.

Ocha menghela nafas pelan. "About?"

"Everthing...."

"Maaf kalau selama ini aku selalu nyakitin kamu tanpa pernah aku sadari."

"Jangan berani minta maaf kalau akhirnya kamu tetap ngulangin kesalahan yang sama Langit," tandas Ocha.

Langit bungkam, sama sekali tidak menyela perkataan Ocha, ia sadar kalau ini memang salahnya. Mereka berdua diam, sama-sama sedang menikmati rasa sakit yang semakin menjadi di hati mereka masing-masing.

SEREINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang