30

291K 35.5K 1K
                                    

Ocha tertatih-tatih mengikuti langkah lebar Langit yang masuk ke dalam rumahnya. Tadi saja ia begitu kuat mengikuti Langit berlari menghindari Violet, namun kini ia malah begitu kesusahan bahkan hanya untuk berjalan.

"Perlu gue papah?" tanya Langit sambil menyodorkan tangannya untuk menjadi pegangan Ocha, namun gadis itu malah menggeleng, Langit hanya mengangkat kedua bahunya lalu segera berjalan menuju ke dapur.

"Lo duduk dulu, gue ambil kotak P3K," teriak Langit dari dalam dapur, Ocha berjalan pelan lalu duduk di sofa ruang keluarga Langit.

Setelah menunggu beberapa saat Langit kembali dengan membawa kotak P3K serta air putih di kedua tangannya.

Langit mengambil tempat dengan duduk di lantai depan gadis itu. Ocha langsung menarik kakinya yang dipegang Langit.

"Ga usah, biar aku sendiri aja."

"Ga ada," ucap Langit tak menerima penolakan, Langit kembali menarik kaki gadis itu lalu mulai membersihkan darahnya menggunakan kapas yang sudah di bubuhi alkohol. Dengan mudah pria itu membersihkan dan mengobati luka di lutut Ocha. Terakhir ia melilitkan kain kasa di lutut gadis itu.

Langit menutup kembali kotak P3K-nya lalu naik duduk di samping Ocha. "Masih sakit?"

Ocha menggeleng pelan, matanya kini menilisik rumah Langit yang terasa sangat sepi.

"Kok sepi? Keluarga kamu mana?"

Langit mengangguk. "Bokap nyokap masih kerja, malam baru pulang," jelas pria itu sambil menyodorkan air putih untuk Ocha.

Ocha mengangguk paham lalu bertanya lagi. "Qila dimana?"

Langit menaikkan satu alisnya. "Lo kenal adek gue?" tanya pria itu. Ocha mengangguk ragu-ragu.

"Adek gue udah ga di sini lagi, dia sekarang tinggal sama nenek di bandung." Langit memijit tengkuk lehernya, kepalanya mulai pening gara-gara terkena hujan.

"Pindah? Kenapa?" tanya Ocha penasaran.

"Ga tau, nyokap yang nyuruh."

Ocha berpikir hal ini pasti ada hubungannya dengan Qila yang tiba-tiba tidak menghubunginya tentang keadaan Langit.

"Kamu ga se-" Perkataan Ocha dipotong Langit, pria itu tiba-tiba menjatuhkan kepalanya di bahu Ocha.

"Kepalaku sakit," ucap pria itu pelan.

Ocha dengan sigap kembali mendudukkan Langit, menjauhkan kepala Langit dari bahunya lalu segera mengecek pipi, dahi, dan leher Langit dengan tangannya.

"Kamu demam Langit," ucap gadis itu dan langsung membantu Langit menuju ke kamarnya.

"Kamu ganti baju dulu, baju kamu basah." Ocha memandang Langit sebentar, lalu berjalan menuju keluar kamar. Tidak menghiraukan rasa perih yang kembali terasa di lututnya.

10 menit kemudian Ocha kembali dengan membawa bubur hangat dan beberapa obat pereda panas yang ia ambil dari dalam kotak P3K, ia mengetuk pintu kamar Langit, namun tak ada jawaban dari dalam sana.

Ia akhirnya memutuskan untuk langsung masuk dan mendapati Langit yang kini berbaring di atas kasur dengan hanya memakai celana pendek selutut.

Gadis itu berjalan mendekat.

"Gue kira lo pulang," ucap Langit dengan mata yang masih tertutup.

Ocha menaruh mangkok buburnya di nakas samping kasur. Ia kembali memeriksa dahi Langit. "Kayaknya kamu demam tinggi."

Ucapan Ocha hanya dibalas lenguhan kecil oleh Langit, khas orang sakit.

"Kamu nyimpan baju di mana?" Langit menunjuk ke arah salah satu lemari yang berada di kamar itu.

Ocha kembali dengan baju di tangannya, ia kemudian menaruhnya di samping tubuh Langit.

"Duduklah." Ocha membantu tubuh Langit bangun. Ia memakaikan baju itu lalu menyandarkan punggung langit di kepala ranjang.

"Gue nggak mau makan," ucap Langit ketika melihat Ocha mengangkat mangkok buburnya, pria itu buru-buru menutup matanya, tanda penolakan.

"Gimana mau minum obat kalau perut kamu kosong?"

"Nggak usah minum obat, bentar juga sembuh sendiri," ucap pria itu masih dengan mata tertutup.

"Langit," panggil Ocha, berusaha membujuk Langit, namun pria itu bergeming, tak berniat membalas panggilan Ocha.

Hening sejenak.

Langit membuka matanya dan langsung mendapat tatapan dari Ocha.

"Langit, 5 sendok saja. Oke?"

Langit menatap lama wajah gadis yang terlihat sedih itu, lalu menghela napas pelan. "Oke, hanya 5 sendok," balas pria itu, membuat Ocha tersenyum senang.

Ocha terlihat menyendok bubur itu, meniupnya sebentar, lalu menyuapi bayi besar di hadapannya.

"Baiklah, sekarang buka mulutmu." Langit menuruti permintaan Ocha. Gadis itu menyuapi Langit perlahan.

"Kamu... Kenapa menghindar dari Kak Violet?" tanya Ocha mengakhiri keheningan yang sempat menyapa.

Terlihat Langit berpikir sejenak sebelum akhirnya berbicara.
"Entah... Gue cuma ngerasa kalau nggak ngehindarin dia mungkin sebentar lagi dia bakalan jadi tuhan di hidup gue."

"Maksudnya?"

"Gue cuma ngerasa kalo dia udah terlalu ikut campur dalam kehidupan gue, ngatur inilah, ngatur itulah, gue cape dan malah berakhir kejar-kejaran sama dia."

"Kamu cinta sama Kak Vio?" Pertanyaan gadis itu membuat Langit mengerutkan dahinya.

"Pekerjaan lo sekarang wartawan yah?" ucapan Langit membat Ocha mengerjapkan matanya beberapa kali, menyadari kebodohanya.

"Buburnya udah 5 sendok." Ocha mengalihkan topik pembicaraan.

Ia segera berdiri dari kasur Langit dan menaruh buburnya kembali di atas nakas. Ia kemudian mengambil beberapa obat lalu memberikannya ke Langit, tak lupa juga dengan segelas air putih.

Langit segera meminum obatnya dan kembali berbaring. Ocha menyelimuti tubuh pria itu.

"Sekarang kamu istirahat, aku akan bawa bubur ini ke dapur," ucapnya dan langsung pergi tanpa menunggu balasan dari Langit.

Gadis itu kembali ke kamar setelah beberapa saat dan menemukan Langit yang sudah tertidur lelap. Gadis itu berjalan mendekat ke kasur Langit, menatap wajah pria itu lama.

"Tuhan nyiptain kamu pas lagi bahagia yah?" Gadis itu berbicara sendiri. Ujung bibirnya tertarik keatas, menciptakan lengkung indah.

"Selamat tidur, Langit."

Gadis itu beranjak pergi dari sana, perlahan ia menutup pintu kamar Langit agar tak menimbulkan suara yang keras. Ia mengambil tasnya yang berada di ruang tamu dan keluar dari rumah itu.

Matanya tak sengaja melihat salah satu penjaga kebun keluarga Langit. Pria paru baya itu tersenyum, Ocha pun langsung membalas nya.

"Pak, titip Langit yah, dia lagi sakit di kamar."

"Sakit apa toh neng?"

"Biasa, demam gara-gara mandi hujan, bandel dia mah."

"Ohh gitu toh, oke siap. Nanti bapak bakal ngecek dia satu jam sekali."

"Makasih pak, Ocha pulang dulu yah."

"Hati-hati pulangnya Neng Ocha."

"Siap bapak," ucap gadis itu lalu berjalan menjauhi rumah Langit.

°°°
tbc.

Udah up 4 part sekaligus nih, jangan lupa votenya yah biar aku tambah semangat upnya:)

SEREINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang