Chapter 14

389K 21.9K 524
                                    

Jangan lupa vote, share, comment

Alena dan Devan sama-sama diam, tak ada pembicaraan selama di perjalanan, Alena tau jika Devan sedang emosi, dan Devan juga mengerti apa yang ada di pikiran kekasihnya itu.

Alena tidak tau jika Devan sadar saat dia diam-diam menoleh beberapa kali ke Devan.

"Dia papi aku," ucap Devan memecahkan lamunan Alena.

Alena mengangguk "Aku dengar saat mami bilang gitu,"

"Aku gak suka dia datang ke rumah,"

"Kenapa? wajar kan dia datang melihat kalian? Dia suami mami dan dia ayah kandung kamu," 

Devan menepikan mobilnya lalu menghela nafas panjang, dia tidak mau membahayakan Alena saat dirinya sedang emosi.

Devan menggeleng "Dia gak pantas di sebut seorang suami dan seorang ayah, apa yang pernah dia lakukan di hidup aku dan mami sangat membekas dan menyakitkan," ucap Devan mencengkram stir dengan erat.

"Dia meninggalkan aku saat aku berusia tujuh tahun dan dia menceraikan mami Alen, dia menikah kembali dan hidup bahagia bersama keluarga kecilnya di atas penderitaan aku dan mami," lanjut Devan dengan mata memerah mengingat kejadian menyakitkan itu.

Alena seketika merasa bersalah karena telah melontarkan kalimat itu. Dia menarik Devan ke dalam pelukannya.

"Maaf, udah buat kamu ingat masa lalu menyakitkan," ucap Alena mengelus pundak Devan.

"Bukan salah kamu, aku pikir sudah saatnya kamu tahu hal ini, maafin aku yang selalu ngelak saat kamu nanyain keberadaan dia," bisik Devan merasa tenang di pelukan Alena.

"Jika tau kebenarannya akan melukai kamu, aku menyesal pernah bertanya seperti itu," 

Devan menatap Alena lalu memegang kedua sisi wajah Alena.

"Aku gak pernah menyesal jawab pertanyaan kamu sekarang, kamu pacar aku, kamu berhak tau apapun tentang aku,"

Dalam hati Alena meringis, semua tentang Devan sudah dia ketahui mulai dari hal kecil bahkan terbesar, sementara dirinya masih saja tertutup.

Devan yang mengetahui apa yangg dipikirkan Alena berusaha menghibur.

"Aku gak bermaksud menyinggung kamu soal itu, aku gak masalah kalau kamu belum mau terbuka, tapi setidaknya Alen kamu harus percaya sama aku, aku selalu ada di sisi kamu jadi jangan ragu berbagi,"

Benar apa kata Devan, dirinya harus bisa terbuka pada Devan, dia harus bisa mencoba membagi masalahnya.

"Masalah aku rumit Devan, aku gak mau kamu kasihan sama aku, aku gak mau orang mengasihani aku," lirih Alena.

"Aku lebih kasihan sama diri aku sendiri karena gak bisa membuat pacar aku terbuka, itu artinya aku belum menjadi orang yang bisa di percayai dan di ajak berbagi masalah sama kamu," ucap Devan menyandarkan tubuhnya dan menatap lurus ke depan.

Alena cepat-cepat menggeleng "Bukan, bukan itu maksud aku, kamu sudah cukup membuat aku bahagia di saat hati aku terluka, kamu membuatku tertawa, aku percaya sama kamu, hanya kamu sandaran aku Devan," ucap Alena takut jika Devan menyerah padanya dan akan meninggalkannya.

"Semestinya kita sama, menobatkan hati di kala jiwa sedang terluka, berharap kamu mengerti aku yang selalu sabar menunggu kamu terbuka, kamu harus janji akan membagi semuanya ke aku Alen," ucap Devan menatap Alena.

Alena mengagguk dengan cepat "Iya aku janji, aku pasti akan cerita sama kamu,"

●●●

Selepas mengantar Alena pulang, Devan kembali ke rumahnya. Dadanya seketika bergemuruh hebat melihat orang alias papinya itu masih ada di rumahnya.

Pria itu bahkan dengan santai duduk di sofa dan menonton tv. Sementara Reni berada di sebelah lelaki itu meskipun jarak duduk mereka jauh. Tapi Devan tak ingin maminya berdekatan dengan pria itu lagi.

"Aku sudah bilang tak mau melihat orang ini di rumah kita sebelum aku kembali mih,"

Reni terkejut bukan main, ini pertama kalinya sang putra mengeluarkan suara yang tinggi.

"Devan kamu harus sopan, dia itu papi kamu!!"

"Aku gak ngerti sama pikiran mami, kenapa mami masih berbaik hati sama dia setelah apa yang dia lakukan ke kita mih, mami harus ingat jika orang ini lebih memilih meninggalkan kita hanya untuk berbahagia dengan keluarga barunya!!!"

"Dan untuk anda, apa anda tidak malu menginjakkan kaki di rumah ini? Apa rasa malu anda sudah hilang? Apa anda ingin menyakiti mami saya lagi?" Ucap Devan sangat marah menatap pria itu.

Pria itu tersenyum "Papi kangen sama kalian, terutama sama kamu Devan,"

"Cih saya tak sudi di rindukan oleh orang seperti anda!!!"

Plak

Satu tamparan mengenai pipi Devan, dia tak menyangka jika maminya menamparnya untuk pertama kali.

"Jangan keterlaluan sama orang yang lebih tua Devan!! Mami tidak pernah mengajarkan kamu sikap tidak sopan seperti ini!!" Bentak Reni dengan tangan gemetar seusai menampar sang putra. Sungguh dia juga merasa bersalah menampar putranya untuk pertama kali.

"Sudahlah Reni tidak apa-apa, wajar jika Devan membenciku, aku minta maaf pada kalian karena kesalahanku yang melukai Devan,"

"Mami menamparku hanya karena membela dia? Aku gak habis pikir mami masih mau memaafkan orang ini setelah apa yang dia lakukan, aku kecewa sama mami," lirih Devan.

"Bukan begitu Devan, harusnya kamu tidak boleh membenci papi kamu nak,"

"Kenapa aku tidak boleh membenci seseorang yang sudah tega meninggalkan kita demi menikah kembali dengan orang lain mih? Katakan,"

"Karena papi kamu itu sebenarnya-"

"Cukup Reni, kamu tidak perlu menjelaskannya sekarang," potong papi Devan sebelum Reni menyelesaikan ucapannya.

"Saya muak melihat drama anda, sebaiknya anda pergi dari rumah ini sekarang!!!"

Devan meninggalkan mereka menuju kamarnya, Devan membanting pintu kamarnya cukup keras.







11 Januari 2020

Saniyyah Putri Salsabila Said

Lilin [TELAH TERBIT & DISERIESKAN]Where stories live. Discover now