Bersama Nata.

43 2 0
                                    

Hujan belum memberikan tanda-tanda ingin berhenti, petir seolah berebut saling sambar. Dan seorang gadis masih betah menangis sendiri, meratapi nasibnya yang lagi-lagi ditinggal pergi. Kenapa?

Ia menggeleng lemah, ya. Harusnya ia sadar diri, mereka baru mengenal beberapa hari Aya tak benar-benar mencintainya, Aya hanya sedang terpuruk, sedang sendiri, sedang sedih, tak punya arah. Lalu Nadaf datang, memberinya rasa aman. Iya hanya itu sebatas itu, jika pun Alya membalas ciumannya saat itu dan biasa-biasa saja saat Nadaf menciumnya itu bukan karena ia menyukai Nadaf, mungkin hanya wujud terimakasih setelah Nadaf memberikannya rasa aman. Ya, hanya itu, sebatas itu. Tak kurang dan tak lebih.

Nadaf harus bisa menerima semuanya, bahwasannya Alya datang hanya untuk pergi. Alya datang hanya sekedar singgah, dan inilah kesalahan Nadaf, ia terlalu buta terlampau bahagia oleh rasa sampai-sampai tak sadar bahwasannya orang singgah seharusnya diberi kopi, bukan hati.

Nadaf semakin menangis dalam diamnya, semua hal yang terjadi hari ini membawa luka lamanya kembali. Ia meringis, kenapa jadi seperti ini? Lihatlah Aya bahkan bisa mengacaukan diri Nadaf!

Eh tunggu?

Kenapa Nadaf tidak merasakan tetes hujan lagi? Ia mendongak ada payung yang melindunginya.

"Gua mau nemenin lo Nad." ujarnya pelan.

Kevin tetap setia memegang payung dibelakang Nadaf. Nadaf masih di posisinya ia belum mau membuka suara, begitupun Kevin, seperti yang dia ucapkan dia hanya akan 'menemani' Nadaf. Nadaf tau betul yang dimaksud menemani oleh Kevin, ia hanya akan diam di samping Nadaf dan tak akan pernah memaksanya bicara, kecuali Nadaf sendiri yang memulai bicara, seperti sekarang.

"Gua sedih Vin." ucapnya dengan suara yang serak.

"Kenapa? Kenapa orang-orang datang cuman buat pergi?"

"Gua salah apa sih Vin? Kok kayaknya tuhan seneng banget mempermainkan gua."

Kevin tetap diam tak bergeming, meskipun ia ingin bertanya ini perihal apa tapi ia tak melakukannya, biarlah Nadaf mengatakan semua sampai selesai.

"Seakan kehilangan Mama, Papa, Shava, itu belum cukup buat gua Vin. Kali ini gua dihadapkan lagi sama kehilangan. Kalo dia  engga membawa hati gua sih gapapa, tapi dia itu jahat loh Vin, dia ambil hati gua dengan lancangnya terus dia pergi gitu aja ninggalin gua. Dipikir gua se-bercanda itukah?" jelasnya panjang lebar.

Hening beberapa saat, ya terkadang kita hanya ingin didengar bukan diberi kata sabar. Kevin memang sosok pendengar yang baik, ia juga bijak dalam menyikapi beberapa hal. Ia tak pernah memihak, ia selalu bersikap netral.

"Mungkin ini akibat dari sebab yang gua lakuin dulu ya Vin? Atau lebih mudah kita sebut karma?"

Bayangan-bayangan masa lalu seolah menghampiri Nadaf. Dimulai dari dia yang sering pulang malam, sering membentak orang tuanya, semua sikap buruknya seolah bergantian di putar bahkan ia telah  menjadi penyebab orang tuanya meninggal karena dengan lancang mencintai gadis.

"Iya, itu satu-satunya alasan logis, gua ngerti Vin. Tuhan pengen buat gua lebih kuat lagi, dia bikin gua remuk karena gua lagi dibentuk. Iyakan Vin?" tanya Nadaf dengan senyum yang mengembang. Dan ajaibnya hujan telah reda, seolah Nadaf menyihirnya, wushhh!

Kevin mengangguk sambil tersenyum, Nadaf bangkit dari posisinya, diikuti Kevin. Nadaf mendekat kearah danau dihadapannya, ia menengok kearah belakang ia tersenyum sangat manis samar sekali ia berucap.

"Terima Kasih banyak, Nata"

Wush! Angin datang secara tiba-tiba bak film-film anime yang menerbangkan helai rambut pemerannya. Kevin terpaku ditempatnya, tadi Nadaf memanggilnya Nata? Dan oh tuhan senyum Nadaf kenapa begitu menawan, Kevin kehilangan fokusnya ia terus menatap Nadaf yang tersenyum dan tertawa menikmati angin dan aroma daun setelah hujan. Nadaf mampu menghipnotisnya, hanya dengan sebuah senyuman? Oh apa-apaan ini? Kendalikan dirimu Kevin! Kevin menampar pipinya pelan, ia melempar payung yang ia pegang dan bergabung dengan Nadaf.

Yah begitulah, karena sebetulnya penyembuh terbaik adalah diri sendiri, bukan orang lain.

***
"Zi nanti tolong anterin Aya ke rumah Nadaf ya?"

"Mau ngapain?" tanya Ahzi bingung.

"Aku ngerasa bersalah Zi ngilang gitu aja tanpa pamit, seenggaknya aku mau ucapin terima kasih atas semuanya." ucap Alya merasa tak enak.

Sesuatu dalam diri Ahzi serasa berontak. Tapi ia hanya mampu mengangguk. "Iya nanti kita kerumah Nadaf," ucapnya sambil mengelus rambut Aya.

Aya tersenyum, tapi detik berikutnya wajahnya terlihat murung. Ahzi yang melihat itupun bertanya ada apa?

"Gapapa Zi," ucap Aya sambil tersenyum paksa. Ahzi mengerti, mungkin Aya ingin sendiri dulu. Ia pun pamit keluar ada urusan padahal nyatanya ia berdiam diri didepan pintu sambil termenung.

Aya menatap pelangi yang melintang indah dibalik jendela. "Cantiknya," ucapnya tanpa sadar.

"Lebih cantikan kamu Kak Aya,"

Aya mengedipkan matanya berkali-kali. Telinganya tak salah mendengar kah? Ia menengok ke kanan kiri dan berbalik. Ia tak menemukan siapapun tapi, kenapa ia mendengar suara Nadaf?

Ah sudahlah mungkin itu hanya hayalannya saja. Aya kembali menatap jendela luar. Apakah ia akan merindukan semuanya? Merindukan masa-masa depresinya, rumah sakit, dan...
Nadaf.

Aya terdiam. Ia menggigit bibir bawahnya. Bagaimana ia mengatakannya pada Nadaf? Apalagi setelah ciuman malam itu mereka semakin dekat, tapi Aya malah kedatangan Ahzi sosok orang kepercayaan ayahnya yang sangat menyayangi Aya. Semuanya jadi kacau. Aya meringis, kenapa ia harus membiarkan ciuman itu?

Apakah akan sangat jahat jika Aya meninggalkan Nadaf disaat ini?

***

"Daf,"

Nadaf berbalik, "Iya Vin?"

"Balik kuy, gua bawa mobil kok. Kalem lo boleh numpang gratis hari ini!" ucap Kevin dengan so.

Nadaf tertawa pelan lantas mengangguk mengiyakan. "Tapi mampir dulu apotik ya Vin, kepala gue pu-" brukk. Nadaf, pingsan. Kevin dengan sigap mengangkat tubuh Nadaf menuju mobil ia membiarkan payung yang ia bawa lalu menidurkan Nadaf dikursi disampingnya. Setelah membetulkan posisi kursi dan memasang sabuk pengaman, Kevin menjalankan mobilnya dengan cepat.

Sesampainya di rumah sakit, Kevin memanggil perawat dan Nadaf pun ditangani pihak rumah sakit. Dan disinilah Kevin sekarang, di bangku rumah sakit. Didepannya ada kamar tempat Nadaf diperiksa.

Dokter pun keluar, "Bagaimana keadaanya?"

"Ia hanya masuk angin biasa, namun suhu tubuhnya yang tinggi memang cukup berbahaya. Beruntung segera dibawa kesini. Saya pamit dulu." ucap dokter lalu meninggalkan Kevin.

Kevin memasuki ruang rawat inap Nadaf.

"Woy bangun, gua tau lo pura-pura tidur!" Ucap Kevin. Dan mata Nadafpun terbuka. Ia hanya terkikik.

"Gila lo kenapa malah ujanan si! Jadi gini kan, repotin orang ganteng mulu heran gue!"

Tcih.

"Yaelah sekali doang Vin. Btw suapin gw ini perintah!"

Ingin Kevin menjitak kepala Nadaf tapi, berhubung sayang ia urungkan dan mulai menyuapi Nadaf diselingi candaan.

Help MeWhere stories live. Discover now