Saziya Alexandra Nugraha

564 57 40
                                    

Gadis blasteran Amerika itu berlari tergopoh-gopoh. Entah apa yang membuatnya seperti dikejar setan. Bel istirahat memang waktu yang ditunggu semua murid, tapi kan nggak perlu gitu juga. Tubuh rampingnya bahkan seperti sudah terlatih untuk menghindari setiap murid yang memenuhi koridor. Beberapa saat kemudian ia mengaduh, memegangi betisnya yang membentur meja.

"Siapa, sih, yang iseng naruh bangku disini? Elo juga! Kalo gue lewat itu minggir," makinya. Memukul-mukul meja yang tak bersalah itu, seolah meja itu bisa mendengar.

Yaelah, emang setelah itu mejanya bakal minggir? Kalau emang iya, bukannya seneng, yang ada Saziya malah kejang-kejang heboh. Dasar emang. Dia yang salah, dia juga yang ngomel nggak jelas.

Sambil berjalan tertatih-tatih, karena memang tulang keringnya terasa ngilu banget sekarang. Saziya berbelok, menuju salah satu kelas tanpa mengetuk atau mengucap salam. Murid di kelas itu pun sudah tau Saziya. Anak angkatan mereka yang cerobohnya nggak ketulungan. Baru saja Saziya melewati pintu, dirinya sudah dihadang dengan tatapan heran oleh sahabat SMP-nya.

"Tuh kaki kenapa diseret-seret begitu?" tanya Karina, alisnya terangkat.

Saziya nyengir. "Kesandung meja."

"Kalau jalan tuh liat-liat. Pake mata bukan pake dengkul." Telunjuk Karina menyentuh dahi Saziya dan mendorong pelan sampai si empunya sedikit terjungkal ke belakang.

Saziya tak marah. Ia malah mengejar Karina dengan langkah yang terseok-seok.

"Rin, Lo tau nggak? Gue lagi bahagia," ujar Saziya heboh, setelah ia berhasil mensejajarkan langkahnya dengan Karina.

"Bahagia kenapa?"

"Uang jajan gue ditambah, karena ulangan fisika gue dapet nilai bagus," pekik Saziya.

Karina hanya bisa menggeleng melihat tingkah Saziya yang kekanakan. Beberapa bulan yang lalu dia sudah resmi memakai seragam putih abu-abu, tapi kelakuannya masih tak jauh berbeda dari saat ia masih mengenakan seragam merah putih. Saziya memeluk Karina, lalu berlari sambil melompat-lompat kecil. Mau tak mau pun, Karina harus mengejar Saziya.

"Awas, Zey!"

BRUK!

Terlambat. Peringatan Karina terlambat. Tak jauh di depannya, Saziya lagi-lagi mengaduh memegang dahi dan seorang cowok yang juga mengaduh memegang dadanya. Mereka bertabrakan, sebelum Karina sempat berteriak. Buru-buru dia menghampiri dua orang itu.

"Aduh kak, maafin temen gue, ya. Dia lagi bahagia, baru bisa jalan soalnya. Hehe... Biasa, batita," ucapnya pada cowok itu.

Kina giliran Karina yang mengaduh, setelah mendapat jitakan cukup keras dari Saziya. "Enak aja lo, ngatain gue batita!"

Cowok itu hanya tersenyum.

Karina balas tersenyum canggung, menarik tangan Saziya untuk menjauh.

"Lo, sih. Gue bilang juga apa. Kalau jalan liat-liat, dong!" ucap Karina ngegas.

"Cowok itu, tuh, yang nggak mau minggir," balas Saziya tak kalah ngegas.

"Lah, jelas-jelas Lo yang salah. Aduh...." Karina mengelus kembali kepalanya yang dipukul sengaja oleh Saziya tadi. "Eh, bentar. Bukannya tadi itu Kak Raka, ya?"

Saziya mengernyit heran. "Kak Raka siapa?"

"Masa Lo nggak kenal, sih? Heran."

Raka yang kurang famous, atau Saziya yang kudet? Kalau di bilang kudet, sih, bukan juga. Nyatanya dia kenal dengan ketua OSIS tahun ini. Saziya juga pasti tau tentang sekolah nya setiap waktu. Hanya saja, dia tidak sempat melihat name tag cowok yang menabraknya tadi. Eh, salah, cowok yang ditabraknya tadi.

"Bodo amat. Gue nggak kenal."

Mereka kembali berjalan beriringan. Kini, mata Karina harus lebih waspada mengawasi setiap pergerakan Saziya. Kalau nggak, Saziya bakal berkeliaran macam kucing baru keluar kandang. Dia sudah hafal betul sifat sahabatnya yang satu ini.

"Nilai gue bagus karena Lo. Jadi, gue bakal kasih Lo hadiah," ujar Saziya, disertai cengiran lebarnya.

Seketika, Karina merasa dejavu dengan perkataan itu. Seingatnya, belum lama ini Saziya mengatakan hal yang sama, juga karena alasan yang sama. Memberi hadiah sebagai ucapan terima kasih.

Hadiah yang amat amat amat mengesalkan. Ketika Karina membuka kadonya, dia begitu terkejut dan melempar kado itu jauh-jauh. Gimana nggak? Kalau ternyata isinya kecoa dalam box.

Bodo amat, tuh kecoa mau terbang atau nemplok di kepala orang. Yang jelas kecoa itu tidak boleh ada di rumahnya. Saziya niat ngasih kado atau malah niat ngerjain, sih?  Besoknya, ketika Karina ngomel-ngomel panjang kali lebar, Saziya dengan santainya menjawab,

"Gue kan cuma mau ngajarin Lo biar gak takut kecoa lagi. Karena Lo udah ngajarin gue fisika, biar gue nggak males lagi."

Anjir emang! Pengen gampar tapi gak tega.

Seketika Karina bergidik, mengingat ulang kejadian itu. "Mending Lo traktir makan di kafe Abang Lo aja, deh. Nggak usah acara hadiah-hadiahan. Gue trauma sama hadiah Lo. Gak mutu!"

Saziya mengangkat bahunya lalu mengangguk.

TBC...

FLASHDISK Where stories live. Discover now