Flashdisk || 2. Minimarket

166 41 18
                                    

Pulang dalam keadaan rumah sepi itu sudah biasa. Bagaimana tidak, rumah segitu gedenya cuma ditinggalin keluarga kecil yang beranggotakan tiga orang plus satu asisten rumah tangga. Mana satu orang lainnya jarang pulang. Sibuk ngurusin kantor nya itu. Beruntung nggak pernah ada kejadian aneh gegara dedemit yang juga tinggal disana.

Motor Aksa berhenti dengan apik di dalam garasi. Dahinya mengerut, ketika melihat sedan ferarri yang berada di sebelah honda mobilio miliknya. Tumben, batin Aksa.

Dia mengangkat bahunya tak acuh yang dilanjutkan dengan menaruh sepatu di rak. Aksa melenggang masuk melalui pintu samping dan langsung terhubung dengan ruang tv.

"Bun," panggil Aksa, ketika mendapati Bundanya tengah menonton sinetron sambil memeluk bantal sofa.

Mia menoleh, lantas menerima uluran tangan Aksa untuk mencium tangannya. Dibelainya surai hitam pekat Aksa.

"Tadi ayah nanyain kamu," ucap Mia, yang langsung direspon dengan tatapan tajam oleh putra semata wayangnya itu.

"Tumben nanyain Aksa. Biasanya juga gak pernah peduli."

Mia menatap lembut, mengusap pipi Aksa dengan penuh kasih sayang. Ia tau, alasan anaknya seperti ini. "Nggak boleh gitu. Sana gih samperin, ayah ada di kamar."

Aksa berdecak, melangkah ke dalam rumah. Mia hanya tersenyum tipis dan menggelengkan kepala menyadari sikap Aksa yang tak pernah menolak permintaannya, sekalipun dia nggak mau.

Begitu sampai di depan kamar orang tuanya, Aksa tidak langsung masuk. Ia ragu. Pintu kamar terbuka sedikit, sehingga Aksa bisa melihat ke dalam meski samar-samar. Ia melihat Leon sedang duduk di atas meja kerja yang memang berada di dalam kamar, dengan laptop serta kacamata dan beberapa berkas-berkas yang tampak agak berserakan. Alih-alih mengetuk pintu dan masuk, yang ada Aksa malah berbalik menuju tangga lantai dua ke kamarnya.

Aksa tau. Nggak baik bersikap begini. Tapi ia masih ragu, rasa kecewa lebih menguasai pikirannya.

Setelah menutup pintu, Aksa membanting tubuhnya di atas ranjang dengan kaki menggelantung. Tasnya di lempar ke sembarang arah. Peduli apa meski mengenai tumpukan buku-bukunya dan menyebabkan bunyi gedebum kecil berkali-kali.

Ia meletakkan lengannya di atas dahi. Memejam sebentar, memikirkan kejadian di sekolah yang diluar prediksinya.

Aksa pikir, dengan meminta penjelasan dan memberi pengertian sedikit pada Mita akan membuat semuanya jauh lebih baik. Nyatanya, malah sebaliknya.

Aksa merogoh saku celana seragamnya. Mencari benda pipih yang biasa digunakan untuk menelpon Mita. Panggilan tersambung, tapi tak kunjung diganti dengan suara gadis itu. Ia berdecak. Meletakkan handphone di sebelah kepala.

Tok! Tok! Tok!

"Den, mau saya siapkan air panas?"

Mata Aksa terbuka. "Gak perlu, bi. Makasih," jawab Aksa dari dalam.

Lantas ia bangkit, menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Tak sampai tiga puluh menit, Aksa keluar kamar. Seragamnya berubah menjadi kaos hitam lengan pendek dan celana training hitam. Kemudian ia turun ke lantai bawah dengan santai.

FLASHDISK Onde as histórias ganham vida. Descobre agora