Bab 1

84 3 2
                                    

Baru pertama kali nulis cerita dan mohon maaf jika banyak kesalahan.

******

Sabtu sore dan tidak ada yang salah dengan hari ini, begitu juga dengan cuaca sore hari ini, bukan salahnya hujan yang mau turun dengan derasnya sejak 3 jam yang lalu. Ia merapatkan jaketnya supaya mendapatkan sedikit kehangatan yang diharapkan.
Nirmala Sukma, ya itulah nama yang diberikan oleh orang tuaku, dan aku menyakini setiap nama yang diberikan oleh orang tua ada harapan yang indah, tapi bagiku sudah tidak ada harapan yang indah untuk diriku sendiri, entah sejak kapan aku tidak mengharapkan apapun dan keinginan apapun. Nirmala kembali menatap langit yang tetap dengan setia menggantungkan awan kelam dan bekerjasama dengan hujan.
sepertinya hujan tidak akan reda tidak untuk sekarang lebih tepatnya.
Nirmala melirik ke arah jam dinding yang tergantung diatas pintu , sudah satu jam yang lalu shift kerja di tempat toko penjualan kosmetik usai, dan sekarang sudah jam lima itu artinya ia harus segera pergi menerobos hujan jika tidak dia akan terlambat bekerja. Ya, dia harus kembali bekerja dari satu tempat ke tempat yang lainnya, dengan mantap dikenakannya jas hujan berbahan plastik tipis yang ia beli dari toko minimarket waralaba terkenal dengan logo merahnya.
Dengan satu tarikan nafas yang menyakinkan, menerobos hujan dengan langkah kaki dan langsung memanggil ojek pangkalan, mungkin karena hujan yang deras jadi jalanan yang dilewati tidak terlalu macet, jadi bisa sampai di café dengan tepat waktu. Ahhh itulah nirmala dia gadis desa yang tidak mempunyai kemampuan seperti gadis-gadis kota yang mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi supaya bisa menghasilkan ijazah, bisa bekerja di kantoran diruangan ber AC dengan laptop yang di mereka gunakan. nirmala Cuma punya tenaga dan tenaga tersebutlah yang hanya bisa diandalkan olehnya untuk mencari uang guna melunasi hutang bapak dan bibi nya di kampung.

“nirmala, pakai seragamu cepat, ntar ketahuan sama pak Rudi” teriak nita salah satu teman nirmala di café ini yang cukup akrab dengannya. “dari tadi pak Rudi kayaknya lagi PMS marah-marah terus ada aja yang salah” ucap nita.

“kenapa lagi dia?” tanyaku malas. Pak Rudi itu memang bukan pemilik café ini tapi dia diberi tanggung jawab untuk mengelola café sikap otoriter, cerewet sudah jadi icon buat dirinya.

“gak tau, biasalahh kalo nggak marah-marah terus ngomel bakal demam satu harian dia nya, kayak gak tau si bos itu aja” nita berceloteh panjang sambil mengambil sapu dan pergi begitu saja.

Nirmala tidak membuang waktu dan langsung bergegas ke toilet karyawan lalu mengganti bajunya yang sedikit basah itu dengan seragam ala pegawai café, untungnya tadi ia sempat melapisi baju seragamnya itu dengan kantong plastik supaya tidak basah kena hujan.

Hari sabtu  biasanya di sebut dengan malam minggu atau ala anak-anak jaman now bilang itu weekend nya sangat ramai para pengunjung, nirmala kembali disibukkannya dengan rutinitas di bagian dapur, tidak dia bukan chef dia tidak sepintar itu untuk meracik semua bumbu makanan atau bahan-bahan kue dan para penyedap rasa menjadi satu supaya tercipta makanan yang enak untuk di hidangkan, ia hanya di tugaskan untuk membantu membereskan perkakas dapur, kebersihan dapur adalah tanggung jawab nirmala, nita dan yanto.

“habis ini kamu masih lanjut kerja di club sentro nir?” Tanya nita sambil menyusun piring-piring yang sudah di cuci.

“iya, rosa gak masuk hari ini anaknya sakit”. Jawabku malas, badanku pegal-pegal semua dari pagi kerja tapi mau bagaimana lagi semuanya harus aku lakukan jika mau mendapatkan uang.

“wah, kejar setoran ini namanya” ucap yanto sambil mengikat tali sepatu converse kw sepuluh miliknya.

“gimana lagi kalo ada pilihan gue pilih balik ke kontrakkan terus tidur, tapi gue gak bisa rosa minta tolong gantiin shift dia hari ini berhubung gue anak baru disana ya gitu deh jadinya”

Dewa NirmalaWhere stories live. Discover now