Part 7

800 65 3
                                    

Aku bersenandung kecil mengikuti alunan lagu yang sedang aku dengarkan. Sesekali aku ikut bernyanyi terutama di bagian yang aku hafal saja.

Aku tipe orang yang tidak suka sepi jadi kalau belajar harus tetap dengerin lagu. Entah kenapa kalau sambil mendengarkan lagu pikiran jadi sedikit rileks.

Berulang kali aku mendengus ketika mendapati soal yang tidak bisa aku kerjakan. Soalnya yang terlalu sulit atau aku yang tidak paham?

Sudah satu jam lamanya aku berkutat dengan kimia. Dari 30 soal aku hanya bisa mengerjakan 25. Lumayan untuk ukuran siswa seperti aku, ada sedikit peningkatan dari semester lalu.

Saat sedang serius mengerjakan, lebih tepatnya mendengarkan lagu, tiba-tiba ada telepon masuk.

Aku melihat siapa gerangan yang menelpon malam-malam seperti ini? Saat aku lihat ternyata nomor tidak dikenal.

Seingatku, aku tidak pernah membagikan nomor teleponku ke siapapun. Lalu siapa yang menelponku sekarang?

Dengan segala pertimbangan, aku memilih untuk mengangkatnya. Entah kenapa perasaanku berubah jadi tidak enak. Semoga ini hanya perasaanku saja.

"Halo,"

"..."

"Halo? Siapa ya?"

Aku melihat ponselku. Heran kenapa sedaritadi tidak ada yang menyahut? Kalau setelah ini masih tidak ada yang menyahut, aku bakal blokir nomor ini biar gak bisa nelpon lagi.

"Halo. Siapa ya? Kalau gak dijawab saya blokir ya," ancamku.

Tiba-tiba terdengar suara yang benar-benar gak enak didengar. Benar-benar bisa membuat orang gila dengan alunan musiknya. Dan ini bukan alunan musik biasa. Ada pesan yang disampaikan melalui musik ini.

Aku berusaha untuk terus mendengar musik itu walau telingaku sudah sangat panas. Tapi tiba-tiba saja ada sebuah lagu yang membuat bulu kudu ku merinding. Lingsir wengi.

Aku langsung melempar ponselku ke sembarang arah. Gak perduli kalau rusak atau apapun itu. Aku memegang dadaku dan memejamkan mata mencoba menormalkan detak jantungku.

Saat aku berusaha untuk tenang tiba-tiba saja lagu lingsir wengi semakin keras. Aku mengusap leherku.

"Gak lucu. Sumpah ini gak lucu. Sampai gue tau siapa dalang dari semua ini. Gue habisin tuh orang," gumamku lirih.

Aku melihat sekeliling kamar yang seketika menjadi horor.

Tanpa pikir panjang aku lari ke kamar bang Devon.

"Huaaaaaaaa." tanpa mengetuk pintu aku masuk begitu saja sambil teriak.

Aku langsung loncat ke kasur dan menutup seluruh tubuh dengan selimut.

"Kenapa sih?" tanya bang Devan heran.

Aku merubah posisiku menjadi duduk tapi tetap dengan selimut yang menyelimuti tubuhku.

"Tadi Nida kan lagi belajar tiba-tiba ada yang nelpon. Nomor tidak dikenal terus yaudah Nida angkat ternyata yang Nida denger cuma musik yang gak enak di denger, yang bikin telinga sakit tapi di akhir, Nida denger lagu lingsir wengi, kan Nida jadi horor sendiri," ujarku takut.

Bang Devan menghampiriku, mengusap kepakau. "Di sekolah ada yang gak suka sama kamu?" tanyanya.

Aku menggeleng lalu mengangguk. "Ada sih. Tapi dia selama ini gak pernah ngontak aku, dia cuma ngasih peringatan di sekolah di rumah gak pernah," terangku.

"Udah berapa lama dia kaya gitu?" tanya bang Devon.

"Dari pertama kali aku masuk teater. Dia benci banget sama aku. Tapi aku gak tau kenapa dia sampai benci sama aku," jawabku.

En Dröm [COMPLETE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang