Part 21

439 39 0
                                    

"Da, lo gak sekolah?"

"Enggak Sa, gue ada callingan pagi nih. Ada apa?" tanyaku seraya menata barang-barangku di mobil.

"Gue sama Siska udah tau apa arti musik itu,"

Aku berhenti manata barang-barangku.
"Apa?" tanyaku penasaran.

"Gue gak bisa ceritain di telfon. Pokoknya lo harus hati-hati. Jangan sampai apa yang lo lakuin menjadi boomerang buat diri lo sendiri. Dan yang pasti, dia licik Da. Sangat,"

Aku menahan napas sejenak lalu menghembuskan pelan-pelan. "Oke. Makasih kalian udah bantuin gue."

"Yaudah, udah dulu ya. Pokoknya besok ketemu. Kita harus bicarain ini,"

"Oke. Thanks sekali lagi,"

Aku mematikam sambungan lalu menyimpan ponselku ke dalam tas. Setelah itu aku mulai masuk mobil, bersiap untuk menuju lokasi syuting. Saat mobil berhasil keluar, tak sengaja aku melihat mobil yang terparkir tak jauh dari rumahku. Mobil siapa? Kok asing? Batinku bertanya.

Hari ini aku diizinkan untuk naik mobil sendiri. Karena bosan aku menyalakan radio. Saat di perjalanan aku tak sengaja melihat mobil asing yang sedaritadi mengikutiku.

Aku langsung menambah kecepatannya untuk menghindar, mobil itu juga tak kalah cepat. Aku mendecak, ingin turun tapi nanti terlambat. Aku harus memikirkan cara supaya mobil itu tidak lagi mengikutiku.

Sebelum tiba di lokasi, aku berniat untuk membeli beberapa camilan di supermarket. Kebetulan lokasinya tak jauh dari lokasi syuting. Aku segera mencari tempat parkir.

Saat aku turun, ternyata mobil itu juga berhenti di depan supermarket. Aku berniat untuk memanggil security.

"Pak."

"Iya mbak. Apa apa?" tanya pak Sar, security di supermarket.

Aku menunjuk mobil yang sedari tadi mangikutiku. "Pak mobil itu tolong diusir, dari tadi ngikutin saya mulu,"

Pak Sur melihat mobil itu, lalu kembali menatapku. "Baik mbak." pak Sur beranjak, mendekati mobil itu.

Aku bergegas masuk ke supermarket. Aku mengambil makanan dan minuman yang aku perlukan di sana. Setelah memastikan tidak ada yang terlewat, aku berjalan menuju kasir.

"Kak." aku menengok ke bawah saat ada seorang anak kecil yang menarik bajuku.

Aku menunduk, mensejajarkan tinggiku dengan anak itu. "Ada apa dek?" tanyaku sembari memegang pipinya yang gembul, gemas.

"Nih." aku menerima pemberian coklat dari anak itu. "Buat kakak?" tanyaku memastikan.

Dia mengangguk. "Dari siapa?" tanyaku lagi. Dia tak menjawab, langsung pergi begitu saja.Aku kembali berdiri, menyimpan coklatnya ke dalam tas ku.

Setelah membayar semua belanjaanku. Aku segera menuju lokasi syuting dengan aman karena mobil tadi sudah tidak mengikutiku lagi.

***

"Nida." aku menengok, ternyata kak Angkasa yang memanggilu. "Kok baru sampai?" tanyanya.

"Iya, tadi mampir ke supermarket dulu. Oh iya kak, bawain ya barang-barangku. Aku mau lanjut make up dulu. Bye." aku langsung pergi begitu saja.

"Baru sampai lo?" tanya ka Jun.

Aku mengangguk. "Iya, mampir ke supermarket dulu," jawabku sambil mengeluarkan peralatan make up ku.

"Beli makanan gak?" tanyanya lagi dengan mata yang tak lepas dari ponselnya.

Aku memutar bola mataku malas. "Beli lah. Kenapa? Mau minta?"

"Enggak sih, cuma tanya."

"Oh." aku kembali memoles mukaku dengan make up.

Ka Angkasa membanting belanjaanku. "Gila, berat banget. Lo beli makanan seberapa banyak sih?" tanya ka Angkasa seraya memijat pelan lengannya.

Aku melotot. "Kok dibanting sih?!" kesalku.

"Berat banget tau! Salah siapa belanja sebanyak itu!" ka Angkasa mengambil alih ponsel di genggaman ka Jun.

"Sialan. Jadi mati kan?" ka Jun melotot barang belanjaanku. "Gila! Lo belanja sebanyak itu? Bagi-bagi keles, jangan diembat sendiri."

Aku menendang tangan ka jun. "Enak aja! Nanti gue bagi rata. Mending nih, make up in gue. Lo kan jago make up. " aku memberikan peralatan make up ku. Fyi, ka Jun itu laki tapi jago make up.

"Sini deketan," ucapnya. Aku langsung mendekati ka Jun.

"Gak usah terpesona gitu," ucap ka Angkasa tiba-tiba.

"Apa?! Cemburu lo?"

"Idih. Pede banget. Siapa juga yang cemburu,"

"Gak usah sewot lo kalau gak cemburu," balas ka Jun, aku menjulurkan lidah ke arah ka Angkasa.

"Jun, Ria. Langsung ke lokasi, bentar lagi kita mulai," ujar asisten ka Jun.

Aku dan ka Jun segera beranjak. Kali ini aku akan melakukan shoot di rumah sakit. Make up ku pun dibuat pucat.

***

"Ria lo tadi tidur ya?" tanya ka Jun.

Aku menyengir. "Ngantuk tau ka Jun. Tadinya gak mau tidur, eh tiba-tiba udah ke alam mimpi," ujarku.

"Triaaa, lo ada acara gak? Shooping yuk. Temenin gue," ucap ka Zulfa dengan wajah memelas.

"Gak boleh. Dia habis syuting, ada acara sama gue!" sela ka Angkasa tiba-tiba.

"Bohong! Ngarang dia ka," bantahku.

"Lo kenapa sih Sa? Posesif banget jadi pacar." aku melotot mendengar uacapam ka Zulfa. Pacar? Pacar dari hongkong.

Baru saja ingin protes, mulutku langsung dibekap ka Angkasa dari belakang. "Terserah gue dong. Udah sana pergi!" dengan kesal ka Zulfa langsung pergi.

Selepas ka Zulfa pergi, aku menginjak kaki ka Angkasa. "Dii ibis syiting, idi iciri simi gii. Ngomong apa lo sama ka Zulfa? Ngaku-ngaku pacar gue lo pasti? Kalau emang gak laku, gak usah segitunya juga kali." aku memicingkan mataku.

"Ck. Terserah. Lagian kata abang lo, suruh langsung pulang. Mau ada acara gitu katanya." ucapnya.

"Ya ya ya ya. Terserah!" aku berniat untuk pergi tapi ka Angkasa mencekal tanganku. "Tunggu! Ini apa?" ka Angkasa memperlihatkan kertas yang bertuliskan 'MATI'. Dan parahnya, tulisan itu ditulis menggunakan darah.







Tbc

En Dröm [COMPLETE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang