Part 27

347 29 0
                                    

fani.triada

triada

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

5.934 likes
fani.triada sisa-sisa tadi malam😉😉 with @AndraD_

View all 3.526 comment
AndraD_ 💕💕🤗🤗
LangitK ekhemm, duhh.
Angkasa.Ri oh
Devonn_ masih abang pantau
D.evan ada yang patah tapi bukan tulang
Angkasa.forever ohh, jadi ini...

Setelah mengunggah foto yang semalam aku abadikan, aku beranjak menuju perpustakaan. Sepertinya aku rindu dengan dinginnya perpustakaan.

Setibanya di perpustakaan, aku mengambil tempat seperti biasanya, paling pojok di belakang. Tapi, sebelum itu, aku mengambil buku novel untuk menutupi wajahku.

Setelahnya, aku menonaktifkan sambungan data, supaya tidak ada yang mengganggu. Tak lupa aku juga mengaktifkan mode senyap. Aku mulai menenggelamkan kepala di lipatan tangan.

Mungkin baru sepuluh menitan aku memejamkan mata, ada saja gangguan. Aku mengerjap lalu mendongak. Pandanganku jatuh ke Andra yang sedang tersenyum sembari memainkan rambutku.

Aku mendengus, menepis tangannya. Kembali menenggelamkan kepalaku, tapi Andra punya segala cara untuk menggangguku.

"Kenapa, sih? Gue pengin tidur!" ucapku sembari mengerucutkan bibirku kesal.

Andra mengeluarkan makanan yang dibawanya. Aku mengernyit tak mengerti. Apakah dia mengira kalau aku lapar?

Aku menaikkan salah satu alisku. "Apa?" tanyaku.

"Mau bantu? Tolong bungkusin, ya." aku langsung menatap Andra datar. Emang siapa aku, disuruh bungkusin segala lagi.

"Kok gue? Lo aja kali, ngapain nyuruh-nyuruh gue segala?" jadi, Andra ganggu aku tidur hanya untuk membungkus makanan ini?

Andra memandangku penuh harap. "Ayolah, tolong. Cuma sekali ini aja, janji." aku memutar bola mataku. Tak sengaja aku melihat Ura, salah satu anggota teater juga.

Ah, aku punya ide. Aku lalu tersenyum. "Boleh. Mana alat dan bahannya?" pintaku

Andra memberikan kertas beserta plaster kepadaku. Dengan senang hati aku menerimanya.

"Ura," panggilku. Ura sempat kebingungan tapi, dia berhasil menemukanku. "Sini." Andra langsung melotot begitu aku memanggil Ura.

"Ada apa kak?" tanyanya begitu sampai di samping mejaku.

"Tolong, bungkisin ini, ya." aku menunjuk bermacam makanan yang ada di atas meja. Aku langsung berlalu begitu saja. Tanpa memperdulikan reaksi Andra.

Saat aku diperjalanan, aku melihat Sasa yang sedang berbincang asik dengan Irma. Baru saja aku ingin menghampiri mereka, Andra berjalan ke arahku dengan muka yang kesal.

Aku langsung berjalan cepat ke kalas. Sesampainya di kelas, aku menutup pintu dengan keras. Dan menahan pintu dengan badanku.

Aku kira, Andra akan memaksa menemuiku, ternyata dia berlalu begitu saja. Aku menghela napas lega.

Aku merogoh ponselku, menghidupkan sambungan data kembali. Takut jika ada sesuatu yang penting.

Tak lama kemudian ada panggilan masuk dari mama. Aku langsung mengangkatnya.

"Halo, ada apa, ma?"

"Sayang, sekarang kamu izin pulang, ya. Kamu harus siap-siap."

"Siap-siap kemana ma?"

"Ke Jogja. Lusa kamu udah mulai syuting, dan hari ini semua pemain beserta crew harus menuju ke Jogja."

"Yaudah. Aku izin piket dulu."

"Iya. Udah ada Bang Devan yang jemput kamu. "

"Oke."

Setelah sambungan terputus, aku segera membereskan barang-barangku. "Mau kemana lo, Da? Kok udah beres-beres?" tanya Luna saat dia melihatku sedang berberes.

"Mau pulang. Gue harus ke jogja," jawabku masih sibuk memasukkan buku-bukuku.

Luna mengernyit heran. "Ngapain?"

Aku menghela napas. "Lusa udah mulai syuting jadi, hari ini harus berangkat ke Jogja." aku menggendong tas sekolahku lalu ke guru piket untuk meminta izin meninggalkan pelajaran.

Saat di ruang piket ada sedikit perdebatan karena Bu Ira tidak percaya jika lusa aku ada syuting. Tapi, untungnya itu tak berlangsung lama.

Setelah mendapatkan surat izin, aku langsung keluar. Dan di sana sudah ada Bang Devan yang menungguku.

"Yuk, bang." aku membenarkan gendongan tasku.

"Lama banget, sih," gerutunya.

Aku tak menghirukan Bang Devan. Kalau aku tanggapi yang ada malah perang lagi.

"Ke Jogja dianterin Bang Devon gak papa kan?" tanya bang Devan saat mobil berhenti karena lampu merah.

"Gak papa. Yang penting selamat sampai Jogja." jawabku.

***

Sesampainya di rumah, mama sudah membereskan semua barang-barangku. Aku hanya ganti baju, langsung berangkat ke Jogja. Takut kemalaman sampai di sana. Bang Devon juga sudah siap.

Begitu aku sampai di bawah, aku langsung memeluk mamaku. Mama langsung membalas pelukanku.

"Hati-hati di sana. Jaga sopan santun, jaga diri. Kalau kemana-mana harus ada temennya, makan juga harus teratur. Pokoknya di sana kamu harus sehat terus, gak boleh sakit," pesan mama lalu melepaskan pelukannya.

Aku mengangguk. "Iya, Ma. Nida janji, Nida bakal jaga diri." aku memeluk mama lagi. "Mama juga harus sehat-sehat. Nida bakal kangen banget nantinya," ucapku.

Usai memeluk mama, aku beralih ke Bang Devan. Tanpa aba-aba aku langsung memeluknya dengan erat. "Gak ada yang bisa diajak ribut," ucapku seraya menghirup bau parfum Bang Devan.

"Iya, rumah bakal sepi gak ada kamu. Baik-baik di sana," pesan Bang Devan sembari mengacak-acak rambutku.

Aku melepas pelukan. "Papa mana?" tanyaku.

"Papa udah di Jogja. Nanti setelah kamu sampai di Jogja, papa yang akan nganter kamu," jelas mama.

Aku mengangguk. "Yaudah, aku berangkat, ya, Ma, Bang. Dadah, jangan kangen." aku melambaikan tanganku sebelum pergi.

***

Jarak tempuh ke Jogja memakan banyak waktu. Mungkin 13 jam lebih, jtu artinya kemungkinan akan sampai di Jogja pada dini hari.

Sekarang sudah malam, bahkan aku sudah menguap beberapa kali.

"Bang aku tidur dulu, ya. Ngantuk." Karena tak bisa menahan kantuk, aku mulai memjamkan mata dan pergi ke alam mimpi.

Entah sudah berapa lama aku tidur, begitu aku membuka mata, aku sudah disuguhkan pemandangan di jalan malioboro. Aku mendecak kagum.

"Akhirnya bangun juga kamu." tunggu dulu, sepertinya aku kenal dengan suara itu.






Tbc

*anggap foto itu ada di dalam bianglala ya guys😂😂

En Dröm [COMPLETE] Where stories live. Discover now