Part 10

694 57 0
                                    

"Nida fokus! Inget dialog kamu! Improvisasi boleh, kalau emang kamu gak nyaman. Tapi jangan keluar dari batas!

"Dan kamu Awan, serius! Jangan menyepelekan peran kamu kali ini. Fokus!

"Kalian latihan dulu. Lanjut ke adegan berikutnya!"

Aku menghela nafasku kasar. Aku berjalan ke luar untuk menghirup udara segar. Ada sebuah kursi, aku pun langsung duduk.

Aku membaca dan menghafal dialog bagianku lagi. Berharap aku bisa fokus untuk kali ini. Sehingga tidak mengulang adegan yang sama terus-menerus.

"Nih, minum dulu. Lo haus kan?" Awan mengulurkan minuman lalu duduk di sebelahku.

Aku menerima minuman pemberian Awan. "Thanks ya," ucapku sambil mengangkat minuman yang ada di tanganku.

Aku membukanya lalu menghabiskan separuh isi minuman itu. Rasanya lega setelah minum minuman dingin.

"Haus banget kayaknya," komen Awan.

Aku meliriknya sebentar lalu kembali fokus menghafal dialog bagianku. "Lumayan," jawabku singkat.

"Gak usah tegang banget kali. Enjoy aja," ujarnya santai.

"Iya itu lo. Gue sih enggak!" ucapku.

"Pasti lo masukin ke dalam hati, kan, tadi komentar-komentarnya. Jangan terlalu lah. Coba deh bersikap bodo amat," ujarnya.

"Gue sih gak masukin ke hati, hanya saja kalau ada orang yang ngomong pakai nada sedikit tinggi, emosi gue kadang langsung kepancing. Makanya tadi gue nahan emosi banget," jelasku.

Awan mengangguk-nganggukkan kepalanya tanda dia mengerti.

"Nida, Awan di cari tuh. Siap-siap, giliran kalian setelah ini." aku beranjak setelah diberitahu Sasa.

Merasa tidak ada langkah kaki yang mengikutiku, aku menengok ke belakang, Awan sama sekali tidak beranjak. Aku berdecak lalu kembali menghampiri Awan.

"Ayo masuk. Kok diem aja? Udah dipanggil loh," ajakku.

Awan melirikku sebentar lalu kembali fokus ke ponselnya. Entah apa yang sedang ia lakukan. Sepertinya serius, terlihat beberapa kali dia mengerutkan dahinya.

"Duluan aja! Gue ada urusan." ucap Awan dengan nada yang belum pernah dia tunjukkan kepadaku.

"Yaudah deh, gue duluan. Lo cepet nyusul," pesanku sebelum beranjak meninggalkan Awan sendirian.

Aku mengambil tempat di samping Sasa sambil menunggu giliranku.

Sasa melirikku lalu mengedarkan ke seluruh penjuru ruangan. Kupikir dia sadar jika Awan tidak ikit masuk ke dalam.

"Awan mana? Kok gak ikut masuk? Tadi, kan, gue nyuruh kalian berdua masuk," tanyanya.

Aku mengangkat bahuku. "Gak mau. Gue udah ngajak dia masuk, tapi dia bilang duluan aja. Yaudah gue tinggal,", jelasku.

Sasa menganggukkan kepalanya. "Lama juga ya, latihannya. Oh iya, tadi, kan, lo berangkat sama Via. Terus pulangnya lo gimana?" tanyanya.

Memang pagi tadi, aku berangkat bareng Via karena Via nya sendiri sih yang menawarkan diri mengantarku.

Aku baru sadar tadi, kan, Via bilang gak bisa jemput kalau pulangnya. Terus gue pulang sama siapa ya?

Aku menggeleng. "Gak tau. Nanti deh coba gue hubungin bang Devon kalau gak ya bang Devan." aku menipiskan bibirku.

"Mau bareng gue aja gak? Kebetulan tadi gue bawa mobil," tawar Sasa.

"Nanti coba gue hubungi abang gue dulu. Kalau mereka gak ada yang bisa, boleh deh," ucapku.

En Dröm [COMPLETE] Where stories live. Discover now