2- Dewa Anandaru

156 19 0
                                    

"Tatapan kamu, suara ketawamu, memang ngga berubah, ya?" –Dewa

Dewa menyandarkan tubuhnya di punggung kursi di ruang makan yang keras. Tubuhnya perlu dilemaskan karena sedari tadi pagi Ia bekerja dan bertemu dengan banyak orang. Tentu hal ini sudah menjadi rutinitasnya selama hari kerja. Namun hari ini ada yang berbeda, yang membuat tubuhnya tidak bisa rileks walaupun sudah lewat dari jam kerja.

Alea.

Bertemu dengan Alea memang suatu hal yang tidak terbayang dalam benaknya. Ditambah lagi, pertemuan yang tak direncakan itu membuat Dewa, mungkin juga Alea, tidak tahu harus bersikap seperti apa.

Tadi, saat Ia memasuki Lobby Farra Media, tempat dimana Ia harus bertemu dengan salah satu staff Farra Media dan membahas perihal pekerjaan. Saat Dewa berjalan menghampiri frontdesk dan berniat untuk bertanya mengenai pertemuannya pagi tadi, Dewa mendengar kalau dirinya sedang dibicarakan oleh dua orang karyawan. Mendengar hal yang tidak benar mengenai dirinya, Dewa tidak segan menanyakan hal itu.

"Alaaah tau ngga sih Ris, biasanya nih ya, cowok yang rapi, keren, sok cool, dan yang terpenting macho ini tuh doyan pergi ke tempat gym. Dan kamu tahu ngga, kebanyakan gym itu isinya cowok-cowok semua tuh, dan mereka GAY!"

Mendengar kalau ada orang lain yang notabene tidak mengenal dia dan mengatainya Gay, Dewa langsung merespon dengan suara yang dibuat-buat agar terdengar tenang, "Emang salah jadi Gay?"

Seusai melontarkan kalimat itu, jantung Dewa seakan hampir lepas karena wanita yang sedang membicarakannya adalah Alea. Dewa tidak mungkin salah melihat karena Alea berdiri tidak jauh dari tempatnya berdiri. Dewa juga bisa melihat raut wajah Alea yang sama terkejutnya dengan dirinya saat itu. Membayangkan raut wajah Alea saja membuatnya bergidik ngeri. Bahkan sampai saat ini, Dewa masih bisa membayangkan bagaimana perasaannya saat kembali bertemu dengan Alea.

Setelah terdiam cukup lama, Dewa melepas dua kancing teratas kemejanya. Lalu menuangkan air putih ke dalam gelas.

"Ah... Kenapa tatapan matanya masih sama seperti dulu? Tatapan yang ngga bisa diartikan." Ucapnya pada dirinya sendiri setelah menegak habis air putih dalam gelasnya.

"Parfumnya juga ngga ganti," Ucapnya lagi. Kali ini sembari melepaskan semua kancing kemejanya lalu melepasnya. Sebelum Dewa melemparkan kemejanya, Ia mencium wangi parfum yang sama dengan milik Alea.

Dulu, tiga tahun lalu, saat keduanya masih bersama, Alea sangat menyukai wangi parfum miliknya. Sampai-sampai Alea membawa pulang botol parfum miliknya yang sudah habis. Tidak lama setelah itu, Alea memberitahunya kalau Alea telah membeli parfum yang sama dengannya. Saat itu Dewa hanya mencibir, "Dih, ikut-ikutan, ngga kreatif!". Sekarang mengetahui Alea masih menggunakan parfum yang sama, entah mengapa membuat hatinya menghangat. Dewa tidak menyangka kalau Alea masih mau memakai parfum itu setelah apa yang Ia lakukan kepada wanita itu. Kalau Dewa jadi Alea, Dewa akan langsung mengganti parfum nya dan membuang apapun yang berhubungan dengan dirinya.

Dewa bergidik mengingat hal yang telah Ia lakukan kepada Alea. Ia sadar sikapnya yang kasar dan mudah marah, membuat gadis itu sedikit tidak nyaman. Well, bisa dikatakan sangat tidak nyaman. Masih segar di ingatan Dewa, saat itu dirinya marah besar kepada Alea tanpa alasan yang jelas. Parahnya, saat itu hampir saja Dewa menepis tangan Alea yang berusaha menyentuh tangannya. Mengingat hal itu, lagi-lagi Dewa bergidik.

"Memang kamu ini monster, Wa!" Serunya pada diri sendiri lalu menghilang dibalik pintu kamar mandi.

***

Mobil Brio berwarna merah miliknya kini sudah terparkir rapi di basement Gedung Beta. Belum banyak mobil yang parker di basement karena memang saat ini masih pukul enam pagi. Sengaja Dewa datang pagi ke kantor untuk kembali membersihkan beberapa ruangan di kantornya yang masih belum bersih.

Dengan setelan celana jeans hitam dan kaos polos berwarna senada, Dewa bergegas menuju ke lantai duabelas dimana kantornya berada. BD Construction, nama perusahaan yang dirintisnya sejak lulus dari bangku perkuliahan. Satu tahun lalu, perusahaannya bangkrut karena ditipu oleh salah satu temannya yang juga pendiri BD Construction. Semua aset hilang tak bersisa, hanya menyisakan nama BD Construction dan beberapa klien yang masih setia bersamanya. Alhasil, Dewa mau tidak mau memutar otaknya untuk kembali mendirikan perusahaannya. Tidak mudah memang, membutuhkan waktu hampir satu tahun merintis kembali di rumah pribadinya yang Ia sulap menjadi kantor sementara hingga Dewa bisa menyewa satu lantai di Gedung ini. Biaya yang tidak sedikit untuk bisa membangun kembali BD Construction, membuat Dewa sempat meminjam dana dari kedua orangtuanya dan menjual salah satu mobilnya, dan menyisakan satu mobil Brio merah yang saat ini setia menemaninya.

Langkah kaki yang tegas dan pasti, mengantarkan Dewa ke lantai duabelas. Sudah ada dua orang karyawannya yang hari ini juga turut membantu untuk membersihkan beberapa ruangan yang tersisa. Beberapa karyawan lainnya masih mengurusi klien-klien di kantor lama nya.

"Sudah dari jam berapa?" Suara Dewa membuat kedua orang yang berada di ruangan tersebut menengokkan kepalanya hampir bersamaan.

Tio, salah satu karyawannya yang sudah dari awal bekerja bersama menjawab dengan decakan, "Ck, masa Bos kalah duluan sama karyawannya. Telat Sepuluh menit, Bos!" Cibir Tio. Tio dulunya adalah adik tingkat Dewa di bangku kuliah, tak heran jika keduanya memang sudah akrab dan sering mencibir satu sama lain.

"Enaknya jadi bos kan bisa telat gini, Ya ngga Hen?" Balas Dewa sembari menyikut salah satu karyawannya yang sedang menghidupkan satu batang rokok. "Besok kalau udah dihidupin AC nya, ngerokoknya diluar ya Hen, kasian Tio yang udah insyaf, nanti kepengen lagi." Lanjut Dewa yang saat ini sudah memakai sarung tangan dan mulai mengambil palu diatas meja.

Hendra, salah satu karyawan BD Construction, mengambil sebungkus rokok dan mengacungkannya kepada Dewa, "Rokok, pak?" tawarnya.

"Simpen aja, Hen. Nanti kalau aku minta, cepet abis." Balas Dewa.

Sudah sejak lima bulan lalu, Dewa berhenti merokok. Memang tidak langsung berhenti, namun secara bertahap. Sampai benar benar tidak merasa kecanduan nikotin lagi. Tapi, Dewa tidak memungkiri, ada waktu dimana Ia sangat ingin merasakan nikotin. Ya Dewa tidak munafik, Ia memang masih merokok disaat saat ada yang sedang dipikirkannya. Seperti malam tadi, saat pikirannya kalut akan pertemuannya kembali dengan Alea, Dewa menghabiskan empat batang rokok sekaligus.

Setelah beberapa saat fous menyelesaikan pekerjaan, Dewa akhirnya merasakan kalau matahari semakin naik hingga membuat dirinya langsung melirik jam di pergelangan tangan kirinya. Sudah hampir pukul sepuluh siang, perutnya juga sudah meronta. Sejak pagi tadi, memang Ia tidak mengisi perutnya dengan apapun kecuali kopi yang dibawakan oleh Hendra.

"Istirahat dulu aja, mau makan di bawah, ngga?" Tawar Dewa yang langsung disetujui oleh Tio dan Hendra.

Jam sepuluh siang memang belum jam makan siang, namun kantin di lantai lima ini sudah ramai oleh pegawai perusahaan lain yang juga menyewa lantai di gedung Beta ini. Dewa, Tio dan Hendra kini duduk di salah satu sudut ruangan ber-AC karena memang Tio sedari tadi mengeluhkan udara kota Bogor yang sangat panas ditambah sejak pagi Ia merapikan meja tanpa ada AC yang menyala di lantai 12. Dewa juga merasakan hal yang sama. Beberapa bagian di kaosnya sudah basah akan keringat, rencananya, setelah makan, ia akan kembali ke mobil untuk mengganti kaosnya dengan kaos yang lain.

Saat sedang menyantap soto banjar di hadapannya, Dewa mendengar suara tawa yang sudah sangat tidak asing ditelinganya. Suara tawa milik gadis itu. Alea. Dengan cepat Dewa mendongakkan wajahnya dan mencari sumber suara tawa tersebut. Hatinya mencelos saat Ia mendapati Alea sedang berdiri disamping lelaki yang saat itu sedang meyibakkan rambut Alea ke belakang telinganya. Dan lelaki itu adalah Mirza, teman Dewa dan Alea saat masih berkuliah dulu.

"Yo, yang ngurusin Farra Media, kamu aja, ya?" Ucap Dewa sebelum kembali menundukkan wajahnya menghadap semangkuk soto banjar dengan perasaan yang sangat kalut.

***

Draft 3 - Alea's BIGGEST SecretHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin