Empat

1.2K 257 96
                                    

Play MulMed🎵

Play MulMed🎵

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi.. apa boleh aku deketin kamu?"

Beberapa saat mereka bertatap. Dika mengalihkan pandangannya ke sekeliling--salah tingkah karena ditatap Kaila tanpa ekspresi seperti itu.

Astaga, Dika sampai lupa menanyakan apa dia mempunyai seorang kekasih, terlebih apakah mantan suaminya masih menempelinya? Atau masih mencintai suaminya yang mungkin sudah meninggal?

"Hmm.. kamu lagi nggak punya seseorang yang dekat sama kamu kan? Walaupun ada, belum nikah juga kan?"

Dika bisa melihat kening Kaila berkerut. Apa pertanyaannya salah?

"Untuk pertama kalinya ada pria se-to the point kamu, tanpa berbelit-belit setelah beberapa jam yang lalu kita berkenalan." Jedanya.

"Aku juga akan menjelaskan sama kamu, kalau untuk saat ini aku mau fokus bekerja dan membesarkan Delia sendiri sampai dia dewasa. Kalau perlu sampai dia menemukan lelaki yang mau menerimanya untuk menikah dan bahagia." Jelas Kaila.

"Lalu kebahagiaan kamu sendiri?" Tanya Dika spontan.

"Kebahagiaan Delia adalah kebahagianku juga."

"Aku yakin Delia akan lebih bahagia kalau dia melihat mamanya juga bahagia kayak dia yang bakalan punya pasangan hidup. Aku ngerti kok kamu bilang kayak gitu karena kamu sesayang itu sama Delia. Tapi, aku juga bukan pria pantang menyerah selagi status kamu bukan istri orang.

"Lagi pula, kamu bilangnya tadi 'untuk saat ini' kan? Siapa tahu, kamu bakal--"

Kenapa terdengar menyebalkan di telinga Kaila di akhir kalimat pria itu? "Anda terlalu percaya diri, Tuan Moesta."

Dika menggelengkan kepalanya. "Percaya diri itu penting kalau mau memperjuangkan sesuatu." Jedanya.

"Kan aku sudah bilang, kalau aku bukan pria pantang menyerah. Kasih tau aja kalau kamu berubah pikiran, untuk saat nanti."

☆☆☆

Kaila tidak menyangka perkataan Dika kemarin seperti kaset rusak yang berulang-ulang berputar di telinganya.

Membuatnya tidak konsen saat bekerja. Sebenarnya pekerjaannya hanya menjadi operator di samping sekretaris, tapi Kaila secara tidak langsung menjadi asisten Sekretaris Rina.

Terkadang Direktur Vino kasihan melihat pekerjaan Kaila lebih banyak membantu Rina dari pada menjadi operator kantor. Karena Rina lebih tua dari Kaila, mau tidak mau ia mengikuti perintahnya.

"Apa yang kamu lamunkan? Sudah kemarin nggak masuk, mana kerjaan numpuk. Kamu niat kerja apa enggak sih?!" Rina meliriknya sinis. "Kayak punya suami aja!"

Kaila menghela nafas dengan kasar. Sudah kesekian kalinya omelan Rina lontarkan padanya. Tentu saja masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Mencoba tidak memasukkan ke dalam hati setiap perkataan pedas yang keluar dari mulut Rina.

HimoyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang