Sick

3.3K 363 3
                                    


Aku membaringkan kepalaku di atas meja, memejamkan mata dan berharap pada Tuhan agar rasa sakit di kepalaku berkurang.

"Masih pusing, Ji?" Jimin berbisik karena kelas masih berlangsung, masih ada guru Im yang menulis rumus matematika di papan tulis.

Aku mengangguk. Ini sepertinya efek malam-malam menangis jadi begini. Iya, kemarin malam aku bodohnya memikirkan Yoongi dan tangisku pecah. Tapi bukan hanya karena menangis, tapi juga karena aku kurang makan. Kau tahukan saat terlalu stress memikirkan sesuatu, nafsu makanmu pasti hilang entah kemana.

"Pulang saja, Ji. Badanmu panas." Jimin berujar setelah memegang keningku, aku melakukan hal yang sama dan ia benar, badanku terasa panas.

Aku mengeleng dan bergumam, "Tak apa."

Jimin terlihat tidak senang akan jawabanku, "Pulang, Ji. Aku ijinkan pada guru Im." Ia mengulang kalimat yang sama dengan intonasi lebih tegas.

Aku hendak menolak kembali tapi wajah Jimin sudah menyeramkan, pemuda itu memang terlihat seram saat marah.

"Dengarkan aku," Ucapnya, menilik singkat ke arah depan lalu menatapku lagi.

"Iya, Jim. Tapi tanggung, sebentar lagi sekolah bubar." Aku tidak ingin membuat ibu khawatir sebenarnya, bila melihatku pulang tiba-tiba dari sekolah dengan demam tinggi ia pasti panik.

Jimin menghela nafas, "Kalau begitu kau ke ruang kesehatan saja bagaimana?" Aku mengeleng, entah kenapa aku merasa trauma dengan namanya ruang kesehatan.

Jimin menghela nafas -lagi- aku tahu ia kesal sekarang, "Aku tak apa, Jim." Menyakinkan dirinya bahwa aku memang baik-baik saja.
.
.
.
.
.

"Kenapa tidak istirahat di ruang kesehatan saja sih?" Ini sudah pertanyaan kesekian kalinya dari bibir Jungkook

"Aku takut sendirian di sana, Jung." Bohongku, tidak mungkin aku mengatakan kalau aku trauma dengan tempat itu karena Yoongi. Banyak kejadian tidak mengenakan yang terjadi di ruang kesehatan, dan aku benci untuk mengingatnya lagi.

"Sudah besar masih takut." Taehyung bermaksud meledek tapi karena aku sedang lemas aku hanya menanggapi dengan senyum

"Mau kami antar tidak?" Aku mengeleng pada tawaran yang Jimin lontarkan.

"Tidak usah. Sana kalian pergi ke lapangan. Nanti guru Kim mencari." Hari ini ada pelajaran olah raga dan karena aku tidak enak badan, jadi aku membolos.

"Kau bisa jalan sendiri?" Raut khawatir tercetak di wajah ketiga pemuda tampan -kok aku mual ya-, ugh mereka mengemaskan sekali.

"Selama ini aku'kan jalan sendiri," Jungkook berdecih

"Bukan itu maksudnya, Ji." ucap Taehyung

"Iya, iya. Aku bisa sendiri kok. Tidak apa-apa. Sudah sana!" Aku mengusir mereka dengan menggunakan tangan, dengan berat hati ketiga lelaki itu berjalan menjauh.

"Kalau ada apa-apa telpon ya. Aku membawa ponsel." Jungkook berujar sembari menunjukkan ponselnya dan aku mengangguk.

Setelah memasukkan kaos olah raga ke dalam loker, aku berjalan berlawanan arah dengan ketiga lelaki tadi, mereka menuju lapangan dan aku menuju kelas. Berjalan menunduk sembari memegang kepala, kenapa obatnya belum bekerja ya?

Penyesalan selalu datang terlambat kan? Aku menyesal tidak meminta mereka mengantarkanku ke kelas dulu. Kadang keras kepalaku ini memang harus di hilangkan ya?

Kepalaku pusing bukan main, mataku juga tiba-tiba terasa berat. Aku menoleh menatap koridor, sepi. Tidak ada'kah yang dapat menolongku?

Aku merogoh saku, mengeluarkan ponsel dan hendak menghubungi Jungkook tapi kepalaku terasa berputar dan semua tulisan di ponsel seperti berhamburan.

Demam sialan!

Aku merabah sekitar mencari pijakan kaki untuk berdiri, sebuah suara terdengar dan aku merasa tubuhku di topang dari belakang. Aku tidak dapat melihat siapa orang baik yang menolongku, karena tepat saat itu mataku memberat.

Aku tidak ingat kapan terakhir kali bermimpi hal manis seperti ini sebelumnya. Berada di suatu taman yang indah dengan beraneka warna dan ragam bunga, hewan-hewan lucu yang bermain ke sana-kemari.

Aku tengah merentangkan tangan di rerumputan sembari menatap langit saat seekor kupu-kupu dengan corak jingga terbang menghampiri dan hinggap di bibir.
.
.
.
.
.

Aku terbangun dan mengedarkan pandangan ke sekitar, mendesah kesal saat menyadari aku berada di ruang kesehatan.

"Sudah sadar?" Aku menoleh dan mendapati presensi guru Jung, ia tersenyum lalu menghampiriku, menyuruhku untuk berbaring dan mengecek suhu.

"Demam mu sudah menurun. Apa kepalamu masih pusing?" Aku mengangguk

"Sedikit."

"Tidak apa. Nanti kau minum obat pusing ya. Kau hanya kurang istirahat makanya jadi sakit."

"Terima kasih, ssaem," Ia tersenyum lagi, dan sebelum beliau pergi aku melontarkan pertanyaan, "Ssaem, tadi siapa yang membawaku ke sini?"

"Ah aku juga tidak terlalu kenal. Tapi setahuku ia murid tingkat akhir dan ia sering terlihat mengenakan kaos team basket."

Deg!

Okay, Jian. Jangan berspekulasi dulu. Bisa saja itu orang lain, senior tingkat akhir yang merupakan anggota team bukan hanya Yoongi. Bisa saja Kihyun atau Hoseok atau Mark atau-

"Ji!" Aku dan guru Jung sama-sama menoleh begitu mendengar seruan itu. Jimin, Jungkook dan Taehyung berdiri di depan pintu.

Rahang Jungkook mengeras dan kau tidak perlu menjadi sepintar Einstein untuk mengetahui apa yang terjadi padanya. Jelas ia sedang emosi.

Ada apa ini?


-TBC-

Gotta Be You [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang